Kehidupan Zenaya berubah menyenangkan saat Reagen, teman satu kelas yang disukainya sejak dulu, tiba-tiba meminta gadis itu untuk menjadi kekasihnya.
Ia pikir, Reagen adalah pria terbaik yang datang mengisi hidupnya. Namun, ternyata tidak demikian.
Bagi Reagen, perasaan Zenaya tak lebih dari seonggok sampah tak berarti. Dia dengan tega mempermainkan hati Zenaya dan menginjak-injak harga dirinya dalam sebuah pertaruhan konyol.
Luka yang diberikan Reagen membuat Zenaya berbalik membencinya. Rasa trauma yang diberikan pria itu membuat Zenaya bersumpah untuk tak pernah lagi membuka hatinya pada seorang pria mana pun.
Lalu, apa jadinya bila Zenaya tiba-tiba dipertemukan kembali dengan Reagen setelah 10 tahun berpisah? Terlebih, sebuah peristiwa pahit membuat dirinya terpaksa harus menerima pinangan pria itu, demi menjaga nama baik keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim O, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 : Memulai Kehidupan Baru.
Jennia memandang kedua menantunya dengan tatapan sedih, terutama pada Zenaya. Pasalnya, kedua putranya itu bersikeras mengajak istri mereka pulang ke kediaman masing-masing.
"Rumah akan kembali sepi tanpa kalian," kata Jennia lirih.
"Kami akan sering-sering pulang ke sini, Ma," ucap Zenaya sembari mengulas senyumnya.
"Iya, Ma. Bella bahkan tak bisa lama meninggalkan Grandma dan Grandpa-nya." Krystal menimpali perkataan Zenaya.
Jennia memasang senyum sumringah. "Baiklah, yang penting sering-sering hubungi Mama ya?" pesan wanita itu pada kedua menantu kesayangannya.
Krystal dan Zenaya mengangguk patuh. Hati wanita itu kian hari kian menghangat. Semula, Zenaya pikir keluarga Walker akan sulit menerima kehadirannya. Namun, mereka ternyata begitu senang dan sangat menyayangi Zenaya. Tidak ada perbedaan antara menantu satu dan menantu lainnya.
Zenaya bahkan langsung akrab dengan kedua ipernya tersebut, terutama Krystal.
Krystal dan Zenaya sering bertukar pikiran perihal kehamilan. Wanita anggun itu dengan ramah menjawab setiap pertanyaan Zenaya tentang masa-masa kehamilan di usia muda, termasuk morning sickness.
Kelabu tak lagi kentara di hati wanita itu. Kendati kebencian masih setia bertaut pada Reagen, tetapi dia sang mencintai keluarga sang suami.
...***...
"Jaga Zenaya baik-baik, Rey," pesan Craig pada Reagen. Sore ini mereka akan pergi ke meninggalkan rumah utama. Noah, Krystal dan Bella malah sudah pulang sejak tadi pagi.
"Iya, Pa," jawab Reagen sungguh-sungguh.
Craig menepuk pundak Reagen. Pria baya itu kini tak lagi mengkhawatirkan hubungan mereka. Selama sepuluh hari berada di sana, Reagen dan Zenaya terlihat baik-baik saja. Memang, terkadang Zenaya tidak dapat menyembunyikan sikap dinginnya pada Reagen, dan dia memaklumi hal itu.
Menghilangkan trauma bukanlah perkara mudah. Zenaya mampu menerima pernikahan ini saja sudah merupakan suatu keajaiban.
Reagen kemudian beralih pada Jennia dan memeluk sang ibu erat.
"Tolong jaga menantu dan cucu Mama ya, Sayang. Kamu juga harus menjaga kesehatanmu." Jennia menepuk-nepuk punggung Reagen penuh sayang.
"Pasti, Ma," jawab Reagen.
Reagen melepas pelukannya lalu menunggu Zenaya yang sedang memeluk sang ayah. Pria itu sepertinya sedang memberi sedikit nasihat.
"Baik, Pa." Hanya itu yang dapat Reagen dengar.
Setelah selesai dengan Craig, wanita itu beralih pada ibu mertuanya yang tiba-tiba menangis.
Entah mengapa, berat rasanya membiarkan Zenaya hidup seorang diri bersama Reagen. Menyaksikan sendiri bagaimana Zenaya harus menjalani terapi agar bisa bangkit kembali, membuat hatinya mendadak pilu.
Dia sangat berharap, semoga hubungan mereka bisa segera membaik.
"Tolong hubungi Mama kalau kamu butuh sesuatu ya, Sayang." Pesan Jennia ketika memeluk Zenaya erat.
"Baik, Ma." Zenaya membalas pelukan ibu mertuanya sama erat.
"Seharusnya Mama tak perlu mengatakan ini, tapi ... Zen, hiduplah dengan baik bersama Reagen, ya? Mama tahu tidak mudah berdamai dengan masa lalu, tetapi Mama sangat berharap kalian bisa menjalani biduk rumah tangga dengan baik hingga mampu meraih kebahagiaan."
Jennia melepaskan pelukannya pada Zenaya, lalu memegang kedua pipi ranum wanita itu.
Mendengar harapan tulus ibu mertuanya, Zenaya meneteskan air mata. Tetesannya jatuh membasahi punggung tangan Jennia.
"Jangan menangis, Sayang. Maafkan Mama, jika perkataan Mama sudah menyinggungmu," ucap wanita itu khawatir.
Zenaya menggeleng. "Tidak, Ma. Aku hanya akan merindukan Mama dan Papa di sini," kilahnya. "Do'akan kami selalu ya, Ma?" sambung wanita itu.
"Pasti, Sayang, pasti!"
Melihat interaksi antara istri dan ibunya membuat Reagen merasa sangat berdosa. Mungkin, mereka tak perlu bersedih seperti ini jika dia tidak melakukan kesalahan fatal.
Tak ingin kesedihan kembali memayungi mereka, Craig pun menyuruh kedua anaknya untuk segera masuk ke dalam mobil.
"Kami pergi dulu," ucap Reagen.
"Hati-hati, Sayang," pesan Jennia.
Keduanya pun meninggalkan rumah utama.
...***...
Di sepanjang perjalanan, Zenaya hanya mampu termenung. Kilas balik akan peristiwa beberapa bulan lalu tiba-tiba saja menghantui pikirannya.
Rumah mereka masih dalam tahap pembangunan, jadi mau tidak mau dia harus tinggal di apartemen kelam tersebut.
Hanya butuh waktu satu jam dari rumah utama menuju apartemen Reagen. Ketika sampai pria itu tak lagi memarkirkan mobilnya di basement, melainkan di lobby apartemen.
Zenaya turun dari mobil, diikuti Reagen. Pria itu menyerahkan kunci mobilnya pada petugas valet yang tersedia.
Tak banyak barang yang dibawa Zenaya ke sana. Hanya ada sebuah tas besar berisi peralatan make up dan mandi, juga dua buah koper berukuran sedang berisi pakaiannya.
Mereka langsung memasuki lift khusus yang langsung menghubungkannya ke dalam apartemen Reagen.
Semakin dekat jarak mereka menuju unit apartemen, semakin kuat detak jantung Zenaya. Wanita itu tampak sangat gelisah dan Reagen memang menyadari hal tersebut.
"Aku janji, kita tidak akan lama di sini," ucap pria itu tiba-tiba.
Zenaya tidak menjawab. Dia berusaha menahan pijakannya agar tidak goyah.
Beberapa saat kemudian, lift berhenti tepat di unit apartemen Reagen. Keduanya pun keluar dari sana dan berjalan masuk ke dalam.
Zenaya yang sempat takut kini bisa bernapas lega. Pasalnya, Reagen merombak seluruh isi apartemen dan mengganti ranjang tidur miliknya.
Meski tata letaknya tetap sama, tetapi tak ada sedikitpun jejak yang mengingatkan Zenaya pada peristiwa itu. Semua barang-barang yang ada di tempat itu tampak baru.
Reagen membawa koper Zenaya sampai ke lemari pakaiannya.
"Kamu bisa meletakkan seluruh pakaianmu di sini." Pria itu menunjuk satu sisi lemari yang masih kosong, sementara sisi yang lain sudah terisi penuh oleh pakaiannya.
Tanpa diminta dua kali, Zenaya mulai merapikan barang-barang pribadinya, sedangkan Reagen memilih untuk memasak makan malam.
Hidup sendirian di negeri orang dalam waktu yang lama, membuat pria itu jago dalam hal segala hal, terutama memasak. Oleh sebab itu, dia tidak menyewa asisten rumah tangga untuk mengurus apartemennya.