Penyesalan Zenaya
Zenaya Auristella Winston, gadis cantik bermata hazel yang lahir dari keluarga terpandang yang berkecimpung di dunia medis. Sebagai anak bungsu, usia Zenaya hanya terpaut lima tahun di bawah sang kakak, Adryan Oliver Winston, yang kini tengah menyelesaikan pendidikan kuliahnya di kota lain.
Zenaya sendiri kini tengah menempuh pendidikan menengah atas di salah satu sekolah terbaik yang ada di ibu kota. Nilai-nilainya terbilang sangat cemerlang, hingga tak heran sang ayah sangat berharap jika anak bungsunya tersebut juga bisa ikut mewarisi profesi keluarga mereka, seperti halnya Adryan.
Mereka bahkan memiliki rumah sakit swasta yang dibangun oleh kakek buyutnya, dan kini dipegang penuh oleh Liam Chester Winston, sang kepala keluarga yang berprofesi sebagai dokter bedah onkologi ternama di sana. Sementara istrinya, Amanda Caitlyn Winston, merupakan merupakan seorang mantan perawat senior, yang terpaksa harus pensiun dini akibat kecelakaan berat hingga menyebabkan penurunan fungsi kerja pada kedua tangannya.
Meski lahir di keluarga terpandang, Zenaya bukan orang yang pandai bergaul. Di kelasnya, dia lebih dikenal sebagai gadis pintar yang cukup tenang dan lebih senang menghabiskan waktu istirahatnya dengan membaca buku. Kendati demikian, Zenaya memiliki tiga sahabat karib yang mau berbagi suka duka bersamanya.
Sifat Zenaya yang sedikit tertutup membuat gadis itu tidak banyak mengukir cerita di sekolah ini, selain hanya tentang persahabatannya, dan juga tentang salah satu lelaki yang telah menjadi teman sekelas Zenaya selama tiga tahun berturut-turut.
Dia adalah Reagen Aaron Walker, lelaki berperawakan tinggi menjulang dengan bola mata berwarna coklat yang menawan. Reagen merupakan sosok lelaki tampan dan pintar, meski memiliki kepribadian yang dingin dan tidak suka melibatkan diri dengan banyak orang.
...***...
"Aw!" pekik Zenaya saat tubuhnya tanpa sengaja membentur dinding kelas akibat bertabrakan dengan seseorang.
Semula gadis itu hendak menegur si penabrak, tetapi mulutnya tiba-tiba kelu ketika melihat sosok Reagen berdiri di hadapannya.
Reagen melepas earphone-nya dan menatap Zenaya datar.
Mendapat tatapan demikian, Zenaya kontan tertunduk malu. "Maaf," ucapnya canggung.
Reagen menaikkan sebelah alisnya. Di sini dialah yang bersalah karena telah menabrak gadis itu, tetapi mengapa gadis itu yang malah meminta maaf padanya?
"Dasar aneh!" celetuk Reagen sembari berjalan menjauhi Zenaya.
Mendengar Reagen berkata demikian, Zenaya meringis nyaris menangis. Di hadapan lelaki yang disukainya, dia baru saja bertingkah seperti orang bodoh.
"Kenapa aku yang minta maaf, sih!" seru Zenaya dalam hati. Raut wajahnya tampak frustrasi dan malu.
...***...
Suara teriakan para siswi memenuhi lapangan indoor sekolah ketika melihat tim basket kesayangan sekolah yang dipimpin oleh Reagen sedang berlatih. Zenaya yang tidak ingin kelewatan melihat aksi lelaki itu pun turut menonton dengan raut wajah berbinar-binar.
Mendapati tingkah sahabat mereka yang demikian, Emily dan Grace sontak tertawa keras. Beruntung tawa mereka tidak mampu mengalahkan teriakan para gadis.
"Rey! Rey!" teriak Grace tiba-tiba. "Tanggung jawab Rey, ada seorang gadis yang terpesona dengan ket–"
Belum sempat Grace menyelesaikan perkataannya, dengan beringas Zenaya langsung membekap mulut gadis itu.
Emily tertawa-tawa sembari memukul punggung Grace. "Dasar gila!"
"Jahil banget sih, kamu!" seru Zenaya marah.
Grace bergumam tak jelas, sebab mulutnya masih dibekap oleh Zenaya. Gadis itu memberi Zenaya isyarat untuk melepaskan dirinya terlebih dahulu.
"Maaf," ucap Grace terengah. Sedetik kemudian dia kembali tertawa sama kerasnya dengan Emily.
"Kamu sih, setiap kali menatapnya seperti orang bodoh. Sadar tidak sih, kalau ekspresimu barusan itu sangat lucu?" Grace mengecilkan suara tawanya. Gadis itu sama sekali tidak takut akan tatapan tajam Zenaya.
Zenaya seketika mengendurkan tatapan matanya pada sang sahabat. "Serius?" tanya gadis itu panik.
"Lah, tidak sadar rupanya," timpal Emily.
Zenaya kontan meringis. Matanya kemudian menatap lagi ke arah Reagen yang sedang menggiring bola, dan hanya dalam hitungan detik lelaki itu sukses mencetak poin kembali.
Suara riuh dari para siswi yang meneriaki nama Reagen membuat Zenaya ikut merasakan euforia. Namun, itu tidak berlangsung lama, sebab Natalie, gadis popular yang tengah dekat dengan Reagen, tiba-tiba memasuki lapangan basket sembari membawa minuman dan juga selembar handuk. Gadis itu membantu Reagen mengelap peluh di dahinya.
Para siswi yang melihat dari tribun penonton pun bersorak penuh kedengkian ketika melihat adegan romantis tersebut.
Gadis yang merupakan anak dari pemilik yayasan sekolahnya itu memang diketahui sedang dekat dengan Reagen selama satu tahun terakhir ini, dan dari kabar yang berembus keduanya memang tengah dijodohkan.
Zenaya menghela napasnya yang mulai terasa berat.
"Tidak usah kecewa begitu. Ayo, lebih baik kita menyusul Alice ke perpustakaan." Tepukan Grace menyadarkan lamunan Zenaya. Ketiganya pun berlalu meninggalkan kursi penonton.
"Kamu pasti lelah, kan? Istirahat dulu saja, aku bawa bekal makan siang." Natalie menarik tangan Reagen ke tepi lapangan, dan Reagen pun memberi isyarat pada anggota timnya untuk beristirahat sejenak. Mata lelaki itu tanpa sengaja melirik ke arah tribun penonton, tepat di mana Zenaya duduk bersama kedua temannya. Gadis itu terlihat berdiri dan keluar dari sana.
"Rey, kau melamun?" tanya Natalie.
Reagen tersadar lalu menggelengkan kepalanya. "Ayo," ajak lelaki itu sembari membalas genggaman tangan Natalie.
...***...
"Rey!" panggil Bryan, sahabat kental Reagen. "Ayo, kita kumpul bersama anak-anak!" ajak lelaki itu sembari merangkul bahu sahabatnya. Mereka bersama beberapa siswa popular lainnya memang senang berkumpul di rooftop sekolah. Bahkan, berkat bantuan Natalie, mereka diberi izin untuk membuat ruangan khusus di sana.
"Aku ingin langsung pulang ke rumah." Reagen mempercepat langkahnya. Bryan yang masih merangkul bahu lelaki itu kontan saja berjalan terseok-seok demi mengimbangi langkah kakinya. Maklum, perbedaan tinggi badan mereka cukup signifikan. Reagen memiliki tinggi badan 182 centimeter, sementara Bryan hanya 171 centimeter.
"Kamu oke, kan?" tanya Bryan sembari melepas rangkulannya.
"Cuma lelah." Jawab Reagen tanpa minat. Akhir-akhir ini lelaki itu memang sangat sibuk berlatih basket untuk mempersiapkan pertandingan antar sekolah yang akan diadakan minggu depan.
"Ya sudah, hati-hati di jalan, Bro!" Bryan melempar senyum dan menepuk pundak sahabatnya itu.
"Hmm!" Reagen membenarkan posisi ranselnya, sebelum kemudian berbelok menuju tempat parkir yang letaknya tak jauh dari gerbang sekolah.
Bryan memperhatikan Reagen dari jauh. Dia yang telah lama mengenal Reagen tentu saja memaklumi sifatnya tersebut. Butuh usaha keras setiap kali mengajak lelaki itu berkumpul, dan ini bukanlah satu-satunya ajakan Bryan yang gagal.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Karya baru telah datang. Semoga kalian suka dengan novel baru saya ini.
Sebagian besar naskah di novel ini sudah saya buat sejak tahun 2019, hanya nama-nama MC-nya dan latar belakang cerita ini saja yang sempat berubah-ubah.
Mohon untuk menghargai dan bijak dalam menyikapi isinya. Mungkin saja ke depannya akan ada hal-hal yang sekiranya kurang sesuai dengan apa yang kakak-kakak inginkan.
Maaf juga jika tulisan saya masih kurang rapi atau kurang enak dibaca. Saya selalu berusaha memperbaikinya.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih banyak bagi Kakak-kakak yang sudah senantiasa menunggu cerita-cerita dari saya.
Jangan lupa untuk favoritkan cerita ini, like, komen, rate, vote dan gift sebanyak-banyaknya ya, Kakak-kakak.
Saya mencintai kalian, 😘❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
◌⑅⃝●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅⃝
mampir, cerita nya sangat menarik
2023-06-10
0
My Moon🌕
semangat 😘😘😘
2022-08-07
0
@ᵃˢʳʏ ᵛᵃʳᴍᴇʟʟᴏᴡ🐬
masuk fav☺️
2022-05-28
1