Kirana, dalam hembusan terakhir sang Kakek dia menikah dengan sosok pria yang diyakini Kakeknya akan menjaganya dan membahagiakannya. Namun, siapa sangka kalau Arjuna adalah sosok suami yang menganggap Kirana sebagai musuh, bukan istri.
"Aku akan terus melafalkan namamu dalam doaku, karena aku mencintaimu." -Kirana Anindy.
"Menghilanglah dan pergi. Jika harta yang kamu inginkan, bawa itu bersamamu." -Arjuna Braja Satya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih bersembunyi
🌹JANGAN LUPA KASIH EMAK VOTE YA ANAK ANAK KESAYANGAN EMAK, EMAK SAYANG BANGET SAMA KALIAN.🌹
🌹IGEH EMAK JUGA DIFOLLOW DI : @REDLILY123.🌹
🌹SELAMAT MEMBACA, EMAK SAYANG KALIAN.🌹
Mood Kirana berubah banyak, bukan karena dia kesal, melainkan karena dia memang merasa bersalah karena menyita waktu sang ibu mertua di sini.
Begitu Bunda Eliza datang dengan senyumaannya, Kirana ikut tersenyum. "Bun, tadi ada yang nelpon. Adeknya Kak Arjuna, aku angkat soalnya takut penting. Katanya minta bunda pulang," ucap Kirana dengan senyuman di wajahnya.
Bunda Eliza bukan wanita yang mudah dibohongi, apalagi dia mendengar tekananan suara dalam ucapan Kirana. Seolaj tersendat menahan tangisan.
"Iya gak papa, lagian di sana banyak orang," gumam Bunda Eliza. "Makanannya datang bentar lagi kok."
"Bunda ada acara di Bandung?"
"Iya, masih lama kok. Minggu depan kumpul keluarga gitu, sambil arisan."
"Wahh, kalau gitu banyak persiapan ya, Bun? Pasti mereka butuh bunda," ucap Kirana yang secara halus menyuruh sang mertua pergi.
Bunda Eliza jelas tahu apa maksud sang menantu, dia terseyum dan menggenggam tangan Kirana. "Kamu mau ikut? Sekalian kita syukuran empat bulanan kehamilan kamu."
Kirana terdiam. "Hmmm… Kirana mah terserah Kak Arjuna aja."
"Kamu mau gak?"
"Kalau kak Arjuna mau, Kirana gak akan nolak kok."
"Bunda tau kok apa yang kamu khawatirkan, orang orang di sana ya? Jangan khawatir, mereka gak akan berani ngapa-ngapain kamu, kan ada Ayah, Bunda sama suami kamu."
Kirana menggeleng. "Bukan gitu, Bun. Ini kan kumpulan rutin, takutnya keberadaan Kirana itu bikin yang lain gak nyaman. Kirana khawatir suasananya bakal berubah gak enak kalau misalkan Kirana ke sana."
"Ran, kali kali mikirin diri kamu sendiri coba. Jangan mikirin orang lain mulu." Bunda Eliza berdecak. "Nanti Bunda ngomong sama Arjuna. Lagian kamu juga keluarga, masa gak datang. Kalau syukuran kan biar semua orang tau kalau kamu lagi ngandung cicit pertamanya Eyang Damayanti."
Kirana mengelus perutnya, ya dia mengkhawatirkan kondisi bayinya di sana.
"Jangan mikir yang aneh aneh, bayi kamu gak akan kenapa napa. Kalau ada yang bikin kamu gak nyaman, nanti Bunda suruh Ayah mertua kamu buat gaplokin mereka satu satu."
Kirana tertawa mendengar ucapan sang bunda. Selalu menjadi mood bosternya.
"Bun, telponnya bunyi lagi," ucap Kirana memberitahu lewat tatapan.
Bunda Eliza berdecak dan mengangkatnya.
"Hallo, assalamualaikum, Bang? Kenapa?"
"Waalaikum salam, Bun. Bunda dimana? Masih di mall?"
"Iya, kenapa?"
"Abang mau pulang, mau makan siang bareng. Atau Abang nyusul aja ke mall?"
"Gak usah, Bang. Kamu ke rumah neneknya Kirana aja. Kita makan siang di sana ya."
"Iya, Bun. Jangan lupa beliin Kirana hape, biar bisa telponan sama Abang."
"Iya hih. Dah, assalamualaikum."
Bunda Eliza menutup telpon kemudian menatap Kirana. "Kita makan di rumah nenek kamu yuk, Arjuna mau nyusul katanya."
"Loh? Dia udah beres?"
"Udah yok turutin aja, jadi dimakannya di sana ya."
🌹🌹🌹
Arjuna mampir ke sebuah mini market, membeli susu ibu hamil yang ada dalam kemasan kotak kecil. Dia juga membeli beberapa camilan untuk istrinya.
Arjuna akan makan siang di rumah neneknya Kirana, dimana Bunda dan istrinya ada di sana.
Hanya butuh beberapa menit untuk sampai ke sana, mengingat Arjuna menggunakan kecepatan tinggi.
Arjuna mengetuk pintunya. Dan tidak lama kemudian Bundanya keluar
"Abang lama banget sih! Kasihan Kirana udah lapar dari tadi!"
"Ya allah, Bun. Ya suruh makan duluan aja," ucap Arjuna bergegas ke ruang makan. "Ran, kamu lapar? Makan duluan gak perlu nungguin saya."
"Biar bareng, Kak. Ayo makan." Kirana bahkan menyiapkan piring untuk sang suami.
"Kalau lapar makan duluan, jangan nunggu saya. Kasihan bayinya."
"Nggak lapar kok, kebetulan aja tadi perutnya bikin suara."
Arjuna menatap perut buncit Kirana dan mengelusnya. "Adek sayang laper ya? Mam yang banyak ya."
"Iya," jawab Bunda Eliza yang membuat Arjuna menatapnya kesal. "Kenapa, Bang?"
"Nggak."
"Itu kamu beli apa?"
"Camilan buat ibu hamil."
"Buat ibu ibu macam Bunda?"
"Udah makan, Bun. Kan bunda bisa beli," ucap Arjuna. "Bibi kemana?"
"Tadi keluar nyari mangga muda buat Kirana. Dia mau makan itu sejak kemarin katanya," jawab Bunda Eliza.
Yang sontak membuat Arjuna menatap tajam istrinya yang sedang mengunyah itu.
"Kenapa, Kak?"
"Kok gak bilang saya kalau kamu mau itu? Kan saya bilang kalau kamu ngidam apa apa bilangnya sama saya, Ran. Saya bisa kasih semua buat anak kita."
"Maaf, Kak." Kirana menelan makanan di mulutnya.
"Udah, Bang. Lagian Kirana gak mau ngerepotin kamu."
"Gak bisa gitu dong, Bun. Abang ayahnya, harus minta sama Abang itu si dedek."
"Tapikan niat Kirana baik, lagian kalian baru ketemu. Kirana masih canggung."
"Kalau canggung gak mungkin semalem pelukan."
"Halah, pelukan doang. Udah ciuman emang?"
"Nanti mau ya…. Ran?! Mau kemana?!" Arjuna terlihat panik saat Kirana berlari ke kamar mandi sambil membungkam mulutnya.
BRUK! Pintu itu dikunci kemudian disusul dengan suara muntahan.
"Ran, buka pintunya. Biarin saya bantu. Rana? Bukan pintunya." Arjuna mencoba membuka pintu itu, dia panik mendengar suara Kirana yang muntah kuat.
Karena tidak ingin suaminya panik, Kirana menyalakan keran air sehingga suara muntahannya teredam.
"Ran, buka pintunya?!"
Sementara Kirana berpegangan pada sisi bak mandi, dengan kepala menunduk mengeluarkan isi perutnya.
"Akhhhh….." Kirana merasakan sakit bertubi-tubi di kepalanya.
"Kirana?!"
"Gak papa, Kak!" Teriak Kirana ketika mengecilkan air kran sesaat. Setelahnya dia menyalakannya lagi demi bisa memuntahkan isi perutnya, yang bercampur dengan darah.
🌹🌹🌹🌹
TO BE CONTINUE