NovelToon NovelToon
Istri Kecil Om Dokter

Istri Kecil Om Dokter

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Orie Tasya

Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.

Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.

Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.

Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.

Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.

Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

"Serius? Om ketemu Tante Ratih dimana?!" tanya Ina, tak sabar.

"Di rumah sakit." Jawab Izhar, sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.

"Di rumah sakit mana? Kok bisa Om ketemu sama dia?"

"Sebenarnya, tadi siang itu Dokter Hasyim telepon saya. Dia bilang, kalau dia melihat Ratih dan Dokter Zaki di rumah sakit Citra Husada, kebetulan dia lagi ada disana. Hasyim minta saya supaya datang dan bisa melihat sendiri kalau Ratih ternyata selingkuh dengan Zaki, mereka di rumah sakit buat periksa kehamilan, jadi saya segera kesana." Izhar bercerita.

"Terus? Apa Om beneran ketemu atau cuma lihat doang?"

"Di rumah sakit itu, saya menunggu mereka keluar dan saya terus memperhatikan ke pintu ruang pemeriksaan, mengawasi mereka. Pas mereka keluar, saya benar-benar kaget karena apa yang dikatakan oleh Hasyim itu memang benar. Ratih dan Zaki itu pasangan selingkuh, perutnya juga udah membesar, mungkin hamilnya sekitar 3-4 bulanan. Saya sakit hati melihat kenyataan yang gak pernah saya duga sebelumnya, saya merasa sangat marah dan dendam kepada mereka,"

"Lalu, setelah mereka pergi, saya segera menyusul dengan niatan untuk menemui mereka dan memberikan pelajaran. Mereka mengendarai mobil dan pergi dari area rumah sakit, jadi saya mengikuti. Sempat terjadi aksi senggolan dari saya menggunakan mobil ke mobilnya Zaki, saya berharap dia akan berhenti dan mau menghadapi saya. Tapi sayangnya, mereka malah berhasil lolos dan mobil saya pun rusak." Izhar menutup ceritanya.

"Om tadi maksudnya kejar-kejaran pakai mobil dan senggolin mobil Om ke mobilnya mereka?"

"Iya, makanya mobil saya masuk bengkel karena ada yang rusak di pinggir."

"Om merasa kayak Paul Walker dong, main kejar-kejaran mobil kayak gitu, keren banget!" Ina malah memujinya. Membayangkan sang suami bergaya seperti sang bintang Hollywood yang bermain dalam film Fast and Furious.

"Kamu ini, saya lagi serius malah bercanda!" omel Izhar.

"Siapa yang bercanda? Aku serius loh, Om pasti keren banget tadi, coba aja kalau aku bisa lihat sendiri aksi dari suamiku ini, terus aku videoin deh!" Ina berkata dengan sangat bersemangat.

"Nggak sekeren itu kali, malahan capek banget, baju saya sampai basah dengan keringat."

"Terus, gimana perasaan Om sekarang? Setelah lihat calon istri Om sama cowok lain, apalagi dia lagi hamil."

Seharusnya, Ina tak perlu bertanya lagi, karena sudah pasti Izhar sangat sakit hati.

"Saya dongkol, marah, kecewa, sedih, rasanya pengen habisi mereka dua-duanya sekalian." Jawab Izhar tenang, sambil terus memakan nasi gorengnya.

"Om gak cocok kalau jadi seorang psikopat!"

"Kenapa?"

"Ekspresi marahnya itu gak dapet! Harusnya, Om itu greget banget, terus emosinya harus meluap-luap gitu. Ketika aku tanya kayak gitu, harusnya Om bilang 'Saya marah sekali! Saya pengen habisi mereka sekalian!' sambil marah dan teriak gitu, bukan jawabnya kalem kaya gitu. Om beneran gak cocok kalau jadi aktor dan dapet peran psikopat!" Tutur Ina, mengomentari cara suaminya marah tadi.

Izhar tersenyum simpul, "Kamu lupa? Psikopat itu, justru sikapnya kalem, gak akan ada yang menyadari kalau dia itu punya jiwa yang jahat, yang orang lain tahu dia itu kalem dan baik, tapi sebenarnya dia adalah pembunuh berdarah dingin." Jelasnya.

Izhar lebih tahu, seperti apa seseorang yang berjiwa psikopat.

"Apa Om juga kayak gitu? Kelihatan kalem tapi seorang pembunuh?" celetuk Ina.

"Bisa jadi, saya mungkin akan terlihat sangat kalem dan lemah, tapi bisa jadi saya akan menghabisi orang ketika saya benar-benar marah." Izhar membalas pertanyaan Ina dengan candaan, sengaja untuk menakut-nakuti Ina.

"Ih, amit-amit, masa iya suamiku psikopat sih!" Ina bergidik, seolah takut kalau suaminya benar-benar seorang psikopat.

"Kenapa nggak? Saya 'kan punya emosi, bisa aja suatu hari saya sangat marah dan akhirnya menghabisi orang!" Izhar malah semakin ingin menjahili istrinya.

"Hish! Jangan sembarang deh! Aku takut dengarnya!" Ina memarahi suaminya, karena telah membuat takut.

"Hahahah!" Izhar tertawa ringan, ekspresi ketakutan Ina membuatnya geli.

"Ayo bantuin saya habisin nasi gorengnya, jangan cuma ngoceh aja, saya udah kenyang!" Izhar tanpa basa basi, menyuapi istrinya dengan nasi goreng, karena perutnya sudah hampir kenyang.

Ina terkejut dapat suapan mendadak dari Izhar, matanya melotot, langsung saja Ina juga balas menyuapi suaminya itu tanpa basa basi.

"Rasain! Hahahah!" Ina tertawa puas.

"Dasar bocah! Hahahah!"

Izhar dan Ina jadinya tertawa, setelah saling menyuapi.

***

Di tempat lain, seorang wanita meringis kesakitan sambil memegangi perutnya yang sedikit membesar. Keringat bercucuran sejak tadi dan perutnya mengalami sakit yang amat sangat parah. Ia merasa perutnya di koyak, hingga menyebabkan rasa sakitnya tak tertahankan.

"Aarrgghh!!!" Erangnya, suaranya sangat keras.

"Mas, sakit banget, Mas, tolongin aku...!!!" Wanita itu memanggil seseorang untuk mebolongnya.

Ratih, dialah wanita itu.

Ratih sedang merasakan sakit di bagian perutnya, setelah tadi mengalami kejadian yang menguji adrenalin bersama Zaki, kekasihnya.

Ratih sudah merasakan sakit itu sejak tadi siang, hanya saja tak begitu merasakannya karena Zaki memintanya untuk tak mengeluh sebelum mereka bisa menemukan tempat persembunyian.

Dan sekarang, setelah ia berdiam diri di sebuah kamar hotel, ia mulai merasakan sakitnya semakin parah dan tak kuat lagi untuk menahan diri agar tak berteriak pada Zaki.

Zaki sedang keluar dari kamar, ia pergi untuk membeli makanan dan minuman bagi Ratih. Sehingga, Ratih dibiarkan sendirian di kamar hotel.

"Aaarrghhh... Mas Zaki... Cepat pulang, Mas, aku kesakitan, Mas..." Rintihnya, air mata Ratih terus keluar membasahi pipinya.

Ratih terduduk di atas tempat tidur, kedua kakinya dibuka lebar-lebar, celana dalamnya sudah dilepas sejak tadi, karena ia merasa akan mengeluarkan sesuatu dari jalan lahirnya.

Ratih mencengkeram erat sprei hotel, menggigit kuat bibir bawahnya, kedua matanya terpejam dengan tubuh dan wajah yang penuh dengan keringat.

"Aarrrghhh...!!!" erangnya lagi, rasa sakit kian menjadi-jadi.

"Akkkhhh... Ibu... Bapak... Sakit..." Ratih memanggil ibu bapaknya yang sudah dibuatnya kecewa, disaat seperti ini ia ingin sekali bisa bertemu dengan mereka dan mengadu akan kesakitannya.

Namun, Ratih sadar diri, orang tuanya mungkin sangat membandingkan akibat ulah yang ia lakukan, sehingga dirinya tak berani untuk pulang dan menemui mereka.

Zaki datang tak lama kemudian, dengan membawa kantong plastik putih berlabel sebuah nama minimarket, berisi barang belanjaannya. Melihat Ratih kesakitan di tempat tidur, Zaki segera menghampiri dengan panik.

"Kenapa? Apa sangat sakit?" tanya Zaki, sambil memegangi kedua bahu Ratih.

"Sakit banget, Mas... Sakit... Aku gak tahan lagi..."

"Ya Tuhan, ada apa ini? Apa yang terjadi dengan kandungan kamu?!"

Zaki mengusap perut Ratih, berusaha meredakan rasa sakitnya.

Tapi...

"Aaarrghhh.... Arrrhmmmmmphmmm...!!!" Ratih kembali mengerang kuat, namun Zaki dengan cepat menutup mulutnya dengan ujung sprei, agar suara Ratih tak terdengar keluar sampai keluar.

Mata Ratih mendelik, keringat semakin banyak, rasa sakit tak usah diceritakan lagi.

Zaki membuka kedua kaki Ratih, sangat lebar dan memegangi kedua pahanya.

Jalan lahir Ratih mengeluarkan darah segar, lalu tak lama setelahnya keluarlah gumpalan daging yang sudah berbentuk hampir 100% sempurna, dengan ukuran kurang lebih 15cm.

Bersamaan dengan itu, Ratih juga terus mengerang dan menjerit dibalik sumpalan di mulutnya.

Zaki membuka matanya lebar, janin Ratih keluar dengan sendirinya tanpa di duga, Ratih keguguran.

"Ratih... Anak kita..." Ucap Zaki, gemetar melihat calon anaknya sudah keluar lebih dini dan tak bernyawa lagi.

Ratih berusaha melihat apa yang keluar dari jalan lahirnya, matanya juga melotot melihat janinnya keluar.

"Mmmmmmmm...!!!" Ratih menjerit keras tanpa suara, sedih karena dirinya harus keguguran.

Zaki mengambil tisu dan mengambil janinnya dengan dilapisi tisu, tangannya masih bergetar, tak percaya calon anaknya mati karena ulah Izhar.

"Izhar... Kamu penyebab kematian anakku! Aku akan membalasmu dengan balasan yang setimpal, lihat saja Izhar!" Zaki berteriak dengan emosi yang memuncak, tak rela calon anaknya tewas begitu saja.

Walaupun Zaki tak pernah menginginkan bayi itu, namun melihat janin itu tewas di depan matanya, hatinya sakit juga.

"Izhar, terkutuk kamu, bangsat!" umpat Zaki.

Sementara itu, Ratih masih menangis dibalik sumpalannya, rasanya ingin menjerit sekencang mungkin namun tak bisa.

Perbuatan Izhar telah membuat Ratih dan Zaki kehilangan calon anak mereka, hal itu menimbulkan kebencian dan dendam dalam hati keduanya kepada Izhar dan mereka akan membalaskannya suatu hari nanti.

***

Ina dan Izhar bersiap untuk tidur, keduanya berada di tempat tidur yang sama, tapi kali ini Ina tak menjadikan bantal guling sebagai penghalang bagi bagi mereka. Ina ingin bisa tidur sambil memeluk Izhar, namun tak ingin juga terjadi lebih dari itu.

Ina dan Izhar sama-sama berbaring, selimut yang sama menutupi tubuh mereka, mereka pun sama-sama hanya menatap langit-langit kamar.

Ina melirik Izhar yang tak melakukan geraka apapun untuk mendekatinya.

'Bete juga kalau punya suami yang gak romantis, harusnya dia tuh nyamperin gue terus peluk gue gitu biar mesra, ini malah bengong lihatin langit-langit kamar, kurang kerjaan!' Ina bergumam dalam hati, maunya dia Izhar bisa mendekat dan memeluknya.

Ina menggeser tubuhnya, mendekat pada Izhar. Namun, dengan cepat Izhar menyelipkan bantal guling di antara mereka.

"Jangan dekat-dekat, saya gak mau kamu tidur melewati batas ini!" ujar Izhar, memberikan larangan pada Ina.

Jika awalnya Ina yang melakukan itu, sekarang justru Izhar lah yang melakukannya.

"Loh, kenapa? Emangnya aku bau ya?!" tanya Ina, dengan mengendus-endus tubuhnya.

"Bukan bau, tapi kamu tuh berbahaya buat saya."

"Bahaya apa? Emangnya aku ini rabies ya?!"

"Ya bahaya lah, kamu pikir kalau kamu tidurnya nempel sama saya, itu gak akan bikin saya nafsu sama kamu? Bukannya itu bahaya?"

Ina terdiam, mencerna perkataan Izhar. Dia baru sadar, kalau dirinya dan Izhar tidur menempel tentunya akan membuat sang suami bernafsu padanya dan bisa jadi akan meminta haknya saat itu juga.

'Bener juga sih, kalau si Om tidur nempel sama gue, bisa-bisa belalai gajahnya bangun, terus minta masuk ke sarangnya. Bahaya banget sih, terutama buat gue!' batin Ina.

Ina mulai mempertimbangkan lagi untuk mendekat pada Izhar, dia pun takut jika Izhar akan mengambil hak darinya. Meskipun Ina pernah mengatakan kalau dirinya siap, namun nyatanya Ina juga tak rela jika Izhar mengambilnya tanpa rasa cinta.

Ina segera menyelimuti tubuhnya sampai ke leher, berusaha menutupi bagian dadanya yang pasti akan menarik perhatian Izhar.

Gadis cantik itu memejamkan matanya, berusaha untuk tidur.

Namun, melihat istrinya seperti itu, Izhar justru tertantang untuk menjahilinya.

Izhar mengambil bantal gulingnya kembali dan melemparkannya ke lantai. Lalu, Izhar menggeser tubuhnya mendekati Ina dan memeluknya erat.

Ina yang sedang berusaha untuk tidur, kedua matanya langsung terbuka kembali dan menatap sengit pada Izhar.

"O--om ngapain?!" tanya nya gugup.

"Mau tidur sama kamu lah," jawabnya santai.

"Ih, jauh-jauh sana, aku gak mau tidur sama Om! Nanti belalai gajahnya bangun, bahaya buat aku!" Ina mendorong tubuh suaminya sekencang mungkin, agar mejauh darinya.

"Kenapa harus menjauh? Kamu 'kan istri saya, halal 'kan?"

Izhar malah dengan sengaja mengeratkan pelukannya pada Ina.

"Om, jangan macam-macam deh, Om sendiri yang bilang kalau Om tidur nempel sama aku itu bahaya. Kenapa sekarang Om malah sengaja mendekat?!"

"Ah, biarin, gak ada larangan kok, kita halal! Tidur di peluk kamu hangat banget!" Izhar semakin menjadi.

"Oom... Pergi jauh-jauh!" Ina mendorong Izhar lagi.

Tapi, tenaga Ina dan Izhar tentu jauh berbeda, dia kalah dari Izhar.

Ina berbalik pada Izhar, wajah mereka saling berdekatan, kedua pasang mata mereka saling beradu.

Cukup lama saling bertatap mata, Izhar mendekatkan bibirnya pada Ina. Sedetik kemudian, bibir keduanya bertaut, Ina dan Izhar mulai sering melakukan adegan ciuman dimanapun mereka mau.

Ina melepaskan ciuman Izhar, "Aku sayang, Om." Ucapnya tulus.

"Saya juga sayang sama kamu, cuma kamunya selalu ngeselin!" jawab Izhar, usil.

'plakkk'

"Auwww!"

Ina menggeplak pipi Izhar cukup keras, hingga Izhar berteriak kesakitan dan mengusap-usap pipinya.

Ina cemberut, mengambil satu lagi bantal guling dan menyimpannya di tengah-tengah. Ina berbalik membelakangi Izhar.

Adegan romantis tadi buyar sudah, Izhar sudah tak dapat menikmati bibir ranum itu lagi selama Ina ngambek padanya.

...***Bersambung***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!