”Elden, jangan cium!” bentak Moza.
”Suruh sapa bantah aku, Sayang, mm?” sahut Elden dingin.
"ELDENNN!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Felina Qwix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ciuman
”O-oke. Tapi, dia kecelakaan, lo gak lihat?" tanya Hero, suaranya berubah sangat ketakutan. Elden pun terkekeh. "Gak."
***
—Jam 3 Pagi.
Elden menuju pulang ke rumah, wajahnya tampak lelah, kakinya juga nyeri. Sikunya diperban. Pria itu juga diantarkan oleh Jagur, dia naik mobil pulang bersama bodyguardnya. Duduk di kursi belakang. Menyandarkan tubuhnya.
"Kalo Nona Muda tau, Anda ikut balapan, pasti dia marah, Tuan," ucap Jagur membuka percakapan. Elden mengangguk.
"Iya, tapi gak akan lama,"
"Gimana Anda tahu, Tuan?"
"Gue minta pertanggung jawaban Niel sama Nimbuz,"
"Baguslah, Tuan. Bagaimana keadaan sikunya, Tuan?"
"Masih sakit, kamu harusnya belikan aku seragam balapan yang lebih kuat," tambah Elden.
Jagur meminta maaf. "Maaf Tuan, edisi yang terbaik habis kemarin, saya belikan yang tanggung kualitasnya, maafkan saya, Tuan."
"Gak papa."
Elden merebahkan tubuhnya, meski meringkuk. Tubuh tingginya tak cukup jika harus sepenuhnya merebah di atas kursi mobilnya. Tak lama ia terlelap, terlalu lelah.
Samar samar terdengar Jagur menelpon seseorang. "Kata Tuan Muda, Redo taruh di apartemennya saja, biar saya yang urusi. Tuan masih tidur, apa Niel sudah di sana?" tanya Jagur pada orang itu.
Elden dengar itu, hanya saja rasa kantuk hebat terlalu kuat menyerangnya. Jadi, dia tetap pulas. Hingga malah tak mendengar apapun. Sampai di rumahnya, Jagur menggendong Elden ke kamarnya. Moza kebetulan juga terlelap di balik selimut.
Dengan tergesa-gesa, Jagur keluar dari kamar pengantin tersebut. Dia sebenarnya tadi ingin membangunkan Elden terlebih dahulu, mengingat sudah hampir pagi, Jagur merasa kasihan dengan Putra tunggal Jonathan Pitch tersebut.
Jam 6 Pagi....
Moza panik, ketika melihat beberapa luka di tubuh Elden, bahkan luka serius. Gadis itu segera meloncat mengambil kotak P3k. Tapi, tangannya tertahan, digenggam oleh seseorang.
"Sayang, gak usah." Jelas Elden.
"Kamu bodoh sih! Apanya yang gak usah!" Protes Moza.
"Aku gak papa kok, temanin aja di sini," balas Elden, ketika itu Moza melihat wajah tampan itu tampak berat, seperti banyak beban. Entah kenapa Moza malah luluh? Apa karena ucapan terima kasih Anera kemarin?
"Kamu ikut balapan kan?" tanya Moza singkat.
Elden mengangguk. "Maaf, Sayang. Aku terpaksa. Kalo gak, Niel sama Nimbuz bakalan mati." Tegas Elden, Moza jadi semakin lunak. Gadis itu terdiam beberapa lama.
"Tapi, kan-"
"Nilai ulangan aku jauh lebih besar dibandingkan kamu, bahkan matematika aku dapat 100 kamu cuma 92, bukannya perjanjiannya nilai aku harus bisa nyaingi kamu?" tanya Elden dengan tersenyum tipis, wajah tampannya sialnya malah seolah memelet Moza.
"Kok kamu tau, nilai aku cuma 92?" tanya Moza heran. Elden tersenyum, tangannya mengusap lembut tangan mungil Moza. "Tau, Sayang. Aku juga tau, kamu adopsi anjing kan?" tanya Elden.
Moza terdiam, "Iya, kemarin baru dibawa ke vet, dia sehat, sekarang tidur di ruangan belajar kita," balas Moza. Elden tersenyum tipis, tatapanya tak sedikitpun lepas ke arah wajah Moza.
"Kamu udah mandi, Sayang?" tanyanya. Tangan kekar itu terulur ke arah kepala Moza, mengusap lembut tanpa dipinta. Hingga membuat Moza gugup.
"Udah kok, sekarang mau sarapan, kamu bisa masuk sekolah?" tanya Moza. Elden mengangguk, "Bisa, Sayang. Peluk." Tanpa basa-basi Elden menarik tangan mungil Moza hingga gadis itu terjatuh ke pelukannya.
Moza tak bergerak, aroma lavender dari jaket Hoodie yang Elden kenakan, juga parfum yang tersisa di tubuhnya membuat Moza betah. Meski, perempuan itu tak membalas memeluknya.
"Aku kangen." Lagi, Elden mengusap lembut kepala Moza. Gadisnya hanya diam, awalnya ingin keluar dari dekapan itu, karena perihal gengsi. Tapi, mendengar suara sayu Elden dari pantulan dada di dekapannya ini, membuat Moza enggan dilepas.
"Kamu gak kangen aku, Sayang?" tanya Elden lagi.
Sialan, kenapa pria satu ini hampir membuat Moza tak bisa bernapas, dia terlalu lembut bahkan manja di waktu bersamaan. Moza terdiam. Bibirnya terlalu gengsi menjawab meski hanya satu patah kata saja.
Hingga, Elden melepaskan pelukannya sejenak. Tatapannya lurus ke arah Moza yang kepala gadisnya tertumpu di atas lengannya.. keduanya bertatapan cukup lama, Elden pun memimpin.
Dia mengungkung gadisnya, meski lututnya perih, itu tak jadi masalah. Moza hanya bisa diam dengan bulir bulir keringat yang membasahi dahinya, wajah malu malunya membuat Elden tersenyum.
Cup.
Ahk. Sialan.
Bibir pria itu tak perlu minta izin untuk menyapa milik Moza. Moza pun memejamkan matanya, jantungnya berdegup keras, Elden tak berhenti mengecup bibir gadisnya, Elden tahu meski Moza tak menjawab, gadis itu juga rindu padanya.
Lama pagutan itu berlangsung, di akhir sebelum terhenti, Elden sempat mengigit sedikit bibir bawah gadisnya. Hingga Moza sedikit tersentak. Lalu melepaskan kecupannya.
"S-sakit," keluhnya.
"Maaf, aku kangen." Balas Elden.
Moza masih membeku. "Kamu bisa kan ke kamar mandi? Jagur bilang lutut kamu sakit," balas Moza.
Elden tersenyum. "Ciuman tadi juga lutut aku sakit, Sayang. Apapun bisa hilang asal ada kamu, jadi kamu mau temenin aku mandi?"
Moza memerah. Tangan mungilnya sontak menampar pipi Elden, tapi begitu tiba di pipi mulus itu, Elden menahannya. Mengusap punggung tangan Moza dengan lembut. "Tampar sayang, gak akan ubah keputusan aku, temani aku mandi." Desisnya, suaranya direndahkan. Tatapannya jauh lebih dalam dan menusuk ke arah Moza.
"T-tapi, aku gak bisa,"
"Aku gak minta kamu mandi juga, aku minta kamu temani."
"Nanti kamu minta aneh-aneh," sahut Moza.
"Enggak, Sayang. Aku cuma minta ditemani. Ujian kurang dua hari lagi, nilai aku masih bagus sehari kemarin kan? Sisanya belum ketahuan, kalo sudah ketahuan hasil akhirnya, aku bisa cium kamu gantikan rokok aku dimanapun aku mau," balas Elden.
"Tapi, kamu ngelanggar ikut balapan." Balas Moza tak mau kalah.
"Soal HS kita tunda. Sebagai hukumannya." Balas Elden, "tapi soal ciuman itu kendali aku." Lanjut Elden dengan mengedipkan matanya.
Moza masih tak bisa berkata-kata. Elden membuatnya tak bisa berbicara sama sekali. Pria itu lantas membuka hoodienya meski sedikit kesulitan. Hingga mau tak mau, Moza membantunya. Melihat beberapa luka lebam di dada Elden dan siku pria itu, Moza tertegun, iba dan campur aduk.
Plak!
Plak!
"Bodoh! Harusnya kamu itu gak usah ikutan balapan! Lihat itu badan kamu lebam semua! Aku kira, mending temen kamu aja yang kayak gitu!" ketus Moza mengoceh. Elden malah tersenyum, tak henti-hentinya menatap lembut ke arah Moza.
"Kamu gak rela kan aku kayak gini?" tanya Elden. Moza pun mencubit telinga Elden. "Siapa yang rela kalo sampe kamu kayak gini? Mama kamu juga gak akan rela tau!" protes Moza.
Elden pun terkekeh. "Berarti, kamu cinta ke aku dong, Sayang? Ya kan?"
"Ih, Elden apaan sih!" Keluh Moza yang lantas melempari Elden bantal.