"Harusnya dulu aku sadar diri, bahwa aku sama sekali nggak pantas untuk kamu. Dengan begitu, mungkin aku nggak akan terluka seperti sekarang ini" ~Anindhiya Salsabila
Tindakan bodoh yang Anin lakukan satu tahun yang lalu adalah menerima lamaran dari cowok populer di sekolahnya begitu saja. Padahal mereka sama sekali tidak pernah dekat, dan mungkin bisa dikatakan tidak saling mengenal.
Anin bahkan tidak memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Hingga cowok dingin itu sama sekali tidak pernah mengajak Anin berbicara setelah meminta Anin untuk menjadi istrinya. Mereka hanya seperti orang asing yang tinggal di atap yang sama.
--------------------------------------------------------------------------
Bagaimana mungkin aku hidup satu atap dengan seorang pria yang bahkan tidak pernah mengajakku berbicara? Bagaimana mungkin aku hidup dengan seorang suami yang bahkan tidak pernah menganggapku ada?
Ya, aku adalah seorang gadis yang tidak dicintai oleh suamiku. Seorang gadis yang masih berusia sembilan belas tahun. Aku bahkan tidak tau, kenapa dulu dia melamarku, menjadikan aku istrinya, kemudian mengabaikanku begitu saja.
Terkadang aku lelah, aku ingin menyerah. Tapi entah kenapa seuatu hal memaksaku untuk bertahan. Aku bahkan tidak tau, sampai kapan semua ini akan menimpaku. Aku tidak tau, sampai kapan ini semua akan berakhir.
~ Anindhiya Salsabila~
Mau tau gimana kisah Anindhiya? Yuk cuss baca.
Jangan lupa like, komen dan vote ya. Jangan lupa follow ig Author juga @Afrialusiana
Makasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afria Lusiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29
Setelah selesai membersihkan diri, Stevan mengambil ponselnya dan duduk di tepi tempat tidur. Stevan sudah mencari Anin kemana-mana, tapi dia sama sekali tidak menemukan istrinya itu.
Sedari tadi juga Stevan sudah mencoba menghubungi Anin lewat sambungan telfon, tapi ponsel Anin justru berada di luar jangkauan.
Tanpa berfikir lagi, Stevan memutuskan untuk kembali mencari Anin. Stevan buru buru mengambil sweeter miliknya yang tergantung di belakang pintu kemudian kakinya melangkah keluar dari kamar menuruni anak tangga. Di luar sana, hujan masih belum reda sedari tadi.
"Den Stevan, Den Stevan mau kemana?" Tanya Bi Ana saat melihat majikannya itu terburu buru hendak keluar dari rumah. Stevan menghentikan langkahnya, menoleh ke arah Bi Ana yang berjalan dari dapur.
"Stevan mau nyari Anin Bi. Udah jam delapan malam, tapi Anin belum pulang juga."
"Oo Den Stevan nyari Non Anin? Non Anin udah pulang kok Den tadi hujan-hujan. Katanya tadi habis jatoh di jalan."
"Jatoh?" Lirih Stevan dengan kening tertaut bungung.
"Iya. Kata Non Anin barusan Non Anin jatoh den, di tangannya ada memar-memar gitu"
"Terus sekarang Anin dimana Bi?" Tanya Stevan.
"Non Anin sekarang ada di kamar tamu Den. Katanya tadi juga kedinginan. Makannya milih di kamar tamu aja takutnya kamar mandi atas dipake Den Stevan" Jawab Bi Ana polos sesuai apa yang dikatakan Anin barusan.
"Oo gitu ya Bi. Kalo gitu, makasih banyak ya Bi" Stevan berlalu berjalan menuju kamar tamu setelah mengucapkan kata terimakasih pada Bi Ana.
Pria itu memegang handle pintu sesaat sebelum membuka pintu tersebut lebar.
Alhasil, Stevan mendapati Anin tengah tertidur di atas tempat tidur. Seluruh tubuh Anin ia bungkus dengan selimut putih yang ada di kamar tersebut. Setelah selesai membersihkan diri barusan, Anin benar-benar merasa kedinginan.
Stevan mendekat, langkah demi langkah, Stevan kini sudah sampai di samping tempat tidur, pria itu melihat dengan jelas tubuh Anin bergetar menahan kedinginan.
Stevan melangkah ke sisi tempat tidur satunya lagi. Ia berjongkok di tepi tempat tidur tepat di hadapan Anin. Stevan terdiam, dia memperhatikan wajah Anin yang tengah tertidur dengan seksama. Bibir merah jambu itu kini tampak sangat pucat.
"Lo kemana aja dari tadi? padahal udah gue suruh tunggu" Lirih Stevan sembari mengelus rambut Anin lembut. Detik kemudian, Stevan berdiri, memperhatikan seluruh tubuh Anin.
Stevan penasaran dengan memar yang dikatakan oleh Bi Ana tadi. Namun, Stevan tidak bisa melihatnya sekarang karena tubuh Anin yang terbungkus selimut, kecuali kepala. Stevan tidak ingin mengganggu tidur Anin.
Stevan kemudian berjalan menuju pintu. Tapi bukan untuk keluar dari sana. Stevan justru menutup pintu tersebut rapat. Kemudian kembali berjalan menuju tempat tidur, membaringkan tubuhnya di samping Anin yang masih terlelap.
Sedari tadi, Stevan tak berhenti menatap Anin lekat. Lagi dan lagi. Kata "Maaf" Kembali terlontar di bibirnya.
Namun, saat tubuh Anin semakin menggigil karena merasa kedinginan, tanpa berfikir panjang, Stevan langsung saja memeluk tubuh Anin erat. Memberikan kehangatan di tubuh wanita itu.
"Maaf" Ucap Stevan mengecup puncak kepala Anin kemudian mengeratkan pelukannya.
***
Pagi hari, Anin lebih dulu terbangun saat cahaya matahari menyusup ke celah celah gorden yang ada di kamar tersebut. Mata Anin mengerjap beberapa kali sebelum berhasil membuka mata.
Setelah kesadaran Anin kembali sepenuhnya, mata Anin melirik ke arah tangan Stevan yang melingkar di pinggangnya. Anin bahkan tidak sadar bahwa dari semalam Stevan tertidur sambil memeluknya erat.
Entah mengapa, bulir bening itu lolos begitu seja dari kelopak mata Anin saat memandangi wajah Stevan. Fikiran Anin dipenuhi tanda tanya. Apakah memang ini akhir dari segalanya? apakah semuanya memang harus berakhir sampai disini? Sungguh, hati Anin begitu sakit hanya membayangkannya saja.
...Jangan lupa like, makasih 💙...
tinggalin saja laki kek gt, harga diri lah.. terlalu lemah
boleh tanya kah mbak gimana buat novel biar cepet dan konsisiten