NovelToon NovelToon
Sulastri, Aku Bukan Gundik

Sulastri, Aku Bukan Gundik

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Era Kolonial / Balas Dendam / Nyai
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Anna

“Sekarang, angkat kakimu dari rumah ini! Bawa juga bayi perempuanmu yang tidak berguna itu!”

Diusir dari rumah suaminya, terlunta-lunta di tengah malam yang dingin, membuat Sulastri berakhir di rumah Petter Van Beek, Tuan Londo yang terkenal kejam.

Namun, keberadaanya di rumah Petter menimbulkan fitnah di kalangan penduduk desa. Ia di cap sebagai gundik.

Mampukah Sulastri menepis segala tuduhan penduduk desa, dan mengungkap siapa gundik sebenarnya? Berhasilkah dia menjadi tengkulak dan membalas dendam pada mantan suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sulastri 10

Cipraaakkkk!

“Londo bajingan!” umpat Kartijo, saat sebuah mobil pickup yang melaju kencang mencipratkan genangan air bercampur lumpur kearahnya, membuat tampilannya seketika bak tikus kecemplung got.

Laki-laki itu kemudian merogoh sapu tangan di sakunya, lalu mengelap wajahnya kasar. Mulutnya terus-terusan mengumpat hingga memasuki area pasar yang sudah sepi.

Di dalam pasar hanya tersisa dua biang gosip, Ijah dan Paerah juga pedagang baju rombengan yang sedang bersantai menghitung hasil dagangannya.

Paerah seketika terbelalak saat melihat Kartijo berjalan ke arah mereka. “Hust, Jah … Ijah!” panggilnya sedikit berbisik.

Ijah yang sedang menimbang kopi mendongak pelan. “Opo?”

“Itu, Den Kartijo,” sahut Paerah sembari memonyongkan bibirnya ke arah Kartijo yang semakin mendekat.

Ijah yang menyadari kehadiran Kartijo seketika matanya melotot, tangannya gemetaran hingga biji-biji kopi digenggamannya berserakan di meja.

“Enek opo iki,” gumamnya.

Paerah menggeleng cepat sembari buru-buru memasukkan sisa dagangannya ke bakul-bakul bambu—berniat segera pergi. Namun, belum sampai pekerjaannya selesai Kartijo sudah berada di hadapannya.

“Siapa yang ngomong Sulastri ada di rumah Londo?” tanyanya dingin.

“A-nu, Den. I-tu … Ngatemi. Kebetulan anak perempuannya yang melihat Den ayu,” jawab Paerah dengan suara bergetar.

Kartijo menggebrak meja seketika, napasnya tersengal, tatapannya tajam. “Kurang ajar!”

Laki-laki itu kemudian pergi, meninggalkan dua biang gosip yang gemetaran.

“Ada apa ini, Jah. Kok tiba-tiba Den Kartijo bertanya?” bisik Paerah cemas.

Ijah masih mematung di tempatnya, tatapannya belum terlepas dari Kartijo yang semakin menjauh.

“Jah,” ulang Paerah sembari menoleh ke arah Ijah. Seketika mata wanita itu melotot sembari menutup hidung rapat saat melihat air yang menggenang di bawah kaki Ijah. “Woalah … Semprul. Bocah edan! Malah kepoyoh(ngompol)!”

Ijah mengangkat bibirnya sedikit, tangannya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Gemeteran sampe nggak ketahan, Rah.”

“Gayamu tok kendel(wani), Jah. Giliran cuma di tanya begitu saja ngompol,” kekeh Paerah sembari menunjuk wajah ijah yang cengar-cengir.

Sementara itu di jalanan, Kartijo mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Tangannya berulang kali memukul kemudi, ia menggertakkan gigi sambil terus-terusan mengumpat.

“Bajingan! Lihat saja, aku akan menghabisi kalian berdua, terutama kau Lastri. Berani sekali kau mengkhianatiku. Dasar bajingan! Setan!”

Laki-laki itu kemudian mengarahkan kemudinya menuju desa Lereng gunung—tempat orang tua Sulastri tinggal.

Di rumah sederhana itu, dua paruh baya duduk bersimpuh dengan wajah tertunduk. Si laki-laki—Margono ayah Sulastri berulang kali mendengus kesal, sedang istrinya Wijiati menggigit bibir bawahnya pelan sembari memelintir ujung kebaya.

Kartijo duduk dengan angkuh di kursi njalen berbahan bambu, di depannya mengepul kopi panas dan beberapa potong ketela rebus.

Kartijo mendecih pelan, tatapannya dingin. “Anakmu itu keras kepala, pilih minggat dari rumah hanya karena aku membawa pulang wanita lain, padahal aku hanya bertanggung jawab pada wanita itu.”

“Nu-nuwun sewu, Den(maaf tuan). Malam itu saya tidak tau kalau dia minggat, saya kira Den Bagus yang memintanya pulang kemari,” sahut Margono.

“Apa menurutmu aku sudah gila?! Dia itu baru malahirkan, mana mungkin aku menyuruhnya pergi dari rumah!” dusta Kartijo dengan raut murka.

Margono tertunduk seketika, tangannya mengepal di sisi tubuh. “Bocah itu,” gumamnya pelan.

Kartijo mengeratkan rahang, ia kembali berdusta. “Aku sudah menjelaskan, tapi dia tidak dengar dan memilih pergi, dia bilang ingin menenangkan hati di rumah orang tuanya beberapa hari, tidak taunya minggat dengan Londo!”

“Saya benar-benar tidak tau, Den. Malam itu saya hanya menyuruhnya untuk pergi ke rumah kakek buyutnya yang ada di ujung kali. S-sa—”

“Anakmu kae sudah bikin wirang keluarga punjer, ngerti ora?!” Kartijo menyela dengan cepat, satu tangannya bertumpu di paha, sedang satunya menunjuk tepat di depan hidung Margono.

Margono menunduk dalam, tangannya merangkap di depan dada. “S-saya benar-benar minta maaf, Den.”

“Aku tidak bisa terima ini. Seret Lastri dari rumah Londo itu!” perintah Kartijo sembari beranjak dari duduknya.

Margono terdiam sejenak, pikirannya gamang, antara menuruti sang juragan atau mencari aman. Masuk rumah Londo sama saja masuk kandang macan, sedang menolak perintah sang Juragan akan berimbas pada penjualan panenan.

Kartijo berdiri tegak di hadapan Margono. Tatapannya tajam— penuh intimidasi.

“Aku beri waktu dua hari, jika dalam dua hari Lastri belum kembali ke rumah ini, maka aku pastikan tembakaumu akan busuk sebelum dipanen,” ancamnya sembari beranjak pergi.

Sepeninggal Kartijo, Margono menggeram tajam, tangannya memukul lantai berkali-kali.

“Bocah itu, bikin malu saja!”

Wijiati menggenggam erat lengan suaminya, sudut matanya basah, suaranya bergetar. “Bagaimana ini, Pak?”

“Tidak ada pilihan, kita harus minta Sulastri pulang.”

“Tapi, bagaimana kalau dia menolak, bagaimana nasib tembakau kita,” ucap Wijiati sembari terisak.

Margono menghela napas kasar, tangannya mengepal di sisi tubuh. “Aku pergi ke rumah Londo itu sekarang.”

Margono kemudian mengambil sepeda ontelnya. Dengan amarah yang masih menggebu dia mengayuh dengan cepat menuju desa lereng bukit yang jaraknya lebih dari lima kilometer.

Margono melempar sepeda ontelnya asal, begitu sampai di depan rumah megah milik Londo. Peluh mengalir di pelipis dan punggungnya, dengan napas tersengal dia menghampiri Sulastri yang sedang menimang bayinya di teras rumah.

Sulastri yang menyadari kehadiran sang bapak seketika tertegun, bibirnya terbuka, tatapannya datar, tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya.

“Ba-bapak,” ucap Sulastri terbata.

PLAKK!

“Bocah tidak bisa diatur, bikin wirang orang tua saja kerjaannya!” hardik Margono usai menampar wajah sang putri.

Mbok Sum yang mendengar keributan di teras segera berlari keluar rumah. Dahinya berkerut halus, tatapannya terpaku pada laki-laki yang berdiri tegak di hadapan Sulastri.

Sulastri yang menyadari kehadiran Mbok Sum bergumam pelan. “Tolong bawa anakku masuk ke rumah, Mbok.”

Tanpa menjawab Mbok Sum segera mengambil bayi yang ada di gendongan Sulastri, wanita sepuh itu masih menatap penuh selidik, sebelum kemudian bergegas pergi.

Sulastri menegakkan bahu. Rahangnya menegang, tatapannya datar pada sang Bapak. “Untuk apa Bapak datang kemari?”

Margono tertawa singkat, tatapannya sedikit menyipit. “Kau masih bisa tanya untuk apa setelah kekacauan yang kau buat?!”

“Lastri tidak mengerti apa maksud Bapak,” sahut Sulastri dingin.

“Tidak mengerti?! Kau membuat geger seluruh punjer karena ulahmu. Minggat hanya karena kesalahpahaman.”

Sulastri menatap tajam, rahangnya mengeras. “Lastri bukan minggat, Lastri diusir!”

Margono mendengus kasar sambil berkacak pinggang. “Kau mau berbohong. Juragan sendiri yang bilang, dia tidak mengusirmu, kau pergi hanya karena juragan membawa pulang seorang wanita.”

“Lalu apakah Lastri harus menerima begitu saja?”

“Kamu itu harusnya mengerti, suamimu itu juragan. Wajar jika dia punya banyak wanita!” hardik Margono.

Sulastri menatap tajam, sudut bibirnya terangkat tipis. “Jadi, bapak lebih rela melihat Lastri menanggung sakit hati hanya demi membela laki-laki itu?!”

“Itu lebih baik dari pada jadi gundik seperti ini!” sentak Margono.

Sulastri menggeleng cepat berusaha menyangkal semua tuduhan kepadanya. “Bapak sudah salah menilai, Lastri bukan—”

Plakkk!

“Tutup mulutmu! Ikut aku pulang!”

“Tidak. Saya tidak mau!”

“Kamu sudah berani melawan?!” bentak Margono, sembari menarik paksa tangan Sulastri.

Sulastri meronta, berusaha melepaskan cengkraman Margono hingga suara dingin Petter menyela dari balik jendela.

“Lepaskan dia.”

Bersambung.

1
Sayuri
g prlu d permalukan kmu dh malu2in kok
Anna: Nggak sadar diri emang.
total 1 replies
Sayuri
otak anakmu itu di urut. biar lurus
Anna: Laa emaknya aja ....🤧
total 1 replies
Sayuri
buah jatuh spohon2nya
Anna: Nahh ...🤣
total 1 replies
Sayuri
ngapa g rekrut karyawan baru sih buk
Anna: Dia juga tak tahannn 🤣
total 1 replies
Sayuri
comelnya🥰
Anna: 🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶
total 1 replies
Sayuri
peter nyebut gak lu. pelan2 woy. awas kejungkang si sul
Anna: Suka keceplosan 😭
total 1 replies
Sayuri
lihat sul. anak yg g di akuin bpknya. tp brharga di org yg tepat
Anna: Jadi anak emas🫶
total 1 replies
Sayuri
bisa aja lu no
Anna: Remaja vintage 😭
total 1 replies
Sayuri
kok sedih y 😔
Anna: makanya mereka berharap Petter nikah, ehh ... ketemu Sulastri🤭
total 1 replies
SooYuu
gundik juga kek anaknya pasti
Anna: Ituu anu .... ituu 🤧
total 1 replies
SooYuu
keturunan ternyata 😭😭
Anna: buah jatuh sepohon-pohonnya🤣
total 1 replies
SooYuu
apa maksudmu, Meneer?????
Anna: ngaku-ngaku🤧
total 1 replies
Nanda
mending simpen energi gue buat yang lebih penting ketimbang ampas ini
Anna: Wkwkwkwkkk ... bangkotan tak tau malu🤧
total 1 replies
Nanda
jangan bilang Peter itu anaknya Rasmi?? atau mantan gundiknya ayahnya Peter??
Anna: Mana yang lebih seru? 🤭
total 1 replies
CallmeArin
uluh uluhh lutunaaaa😍
Anna: 🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶
total 1 replies
Sayuri
profesional bung. jgn gitu
Anna: Cari-cari kesempatan.
total 1 replies
Sayuri
gk. g ada yg di kuasai emosi d sni. ini udh berbulan2. lastri mengambil keputusan bukan krna emosi lg, tp krn kesadaran sndiri.
Anna: Yeeheeee 🫶
total 1 replies
Sayuri
ayo jgn gugup. ini kesempatan mu
Anna: Libass habis, ya
total 1 replies
Sayuri
wkwkwkwkwk mamphossssss
Sayuri
awas mulutmu di tempiling pakai buntut ikan
Anna: Ngikk-ngikk ... Kakk komenmu selalu jadi mood benget loo🫶
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!