Dunia hiburan jadi tempatnya bermain, ia lah pekerja di belakang layar suksesnya penampilan para artisnya. Orang yang mengorganisir segala sesuatu agar tertata dengan indah dan rapi, orang yang di tuntut untuk sempurna agar menyempurnakan artisnya. Artisnya yang salah, ia yang bertanggung jawab.
Helena Cady, wanita ceria 28 tahun yang sejak awal usia 20an sudah bergabung dengan Huge Ent, sebuah agensi hiburan besar di Mithnite, dalam waktu lima tahun ia berhasil menjabat sebagai manager seorang artis besar yang dinaungi oleh Huge Ent.
Dan ia tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan menjadi pemecah hubungan baik, antara member kakak dan adik di sebuah boy grup terkenal NEMESIS, yang terdiri dari 5 orang pria tampan. Helena terjebak cinta segitiga diantara dua member Nemesis dan semua kerumitan di dalamnya.
🍁🍁
Yuk, kepoin yeorobun 💜
Borahae 💜💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mie Instans Dengan Dua Telur
Cup
Ia menempelkan b!b!rnya ke bibir Helena yang sedikit terbuka itu. Helena masih dalam mode deep sleep, tidak ada reaksi sama sekali. Theo tidak berlaku lebih, tidak melum4t, ia hanya mengecup dan diam disana. Ia hanya rindu.
Bagaimana dulunya b!b!r ini selalu ia sapa berkali-kali dalam sehari disetiap ada kesempatan, paling seru nya ketika curi-curi di studio atau yang paling menantang di backstage.
Betapa serunya mereka dahulu, dan betapa inginnya ia kembali ke masa itu. Masa dimana Helena Cady adalah miliknya seorang. Semakin lama optimisnya semakin redup karena rasanya Helena terasa makin menjauh, mau bagaimana juga itu salah Theo sendiri. Jika saja, itulah yang selalu Theo pikirkan. Jika saja ia tidak bodoh waktu itu.
Setelah dirasa tenang, ia melepas tubuh Helena perlahan dan mendudukkannya lagi ke posisi semula, mengembalikan bantal boneka itu ke pangkuannya dan ia duduk tenang di samping Helena sambil terus memperhatikan, dan menunggu apakah akan ada mimpi buruk susulan atau tidak.
Satu jam berlalu...
Helena menggeliat dan memijit pelipisnya, mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mereka masih di basement YJ Entertainment. Ada Theo yang juga tertidur sambil duduk tegak di sampingnya.
"Ah, cakep banget mantan gua." batinnya sambil tersenyum tipis, ia melirik jam di tangannya, sudah lewat 1 jam.
Bugh....
"Akh... Apa sih...?!", kesal Theo yang terkejut karena di pukul tiba-tiba.
"Kenapa ngga bangunin aku, kan aku bilangnya 20 menit. Udah lewat sejam, ahhh Theo... Kak Yogie pasti udah nungguin dari tadi, kamu mah... ", keluh Helena, hendak pindah ke kursi kemudi.
Grep...
Theo menahannya, menariknya keras dan sekarang Helena kembali ke dekapan Theo. Ia bahkan tidak sempat berpikir. Jarak se dekat itu membuat jantungnya berdebar tak karuan.
"Ini kenapa?", tanya Theo serius menurunkan scrunchie itu dari pergelangan tangan Helena.
"Apa sih?".
"Jawab Helena... "
"Alergi, gatel, aku garuk jadi begitu. Awas, apa sih pegang-pegang."
"Kamu yakin itu alergi? Bentuknya bukan alergi, tapi bekas ikatan tali. Ayo jujur, kamu kenapa?! Siapa yang buat? Kamu diganggu fans gila lagi apa gimana? Jangan diem-diem Helena."
"Bukan urusan lu, Theodore." balas Helena dengan nada mengejek.
"HELENA...!!!! ", kesabaran Theo habis.
"APA?! SIAPA ELU BENTAK-BENTAK GUA, GUA ANTER LU KE HUGE, GUA MASIH PUNYA BANYAK URUSAN, DAN INGET INI TERAKHIR KITA BERURUSAN." bentak Helena tak mau kalah tepat di depan wajah Theo lalu ia pindah ke depan, tidak perduli dengan mata Theo yang berkaca-kaca itu.
Helena fokus menyetir sama sekali tidak perduli bagaimana tatapan Theo kepadanya sejak tadi. Ia tenang dan datar hanya menatap jalanan dan mengendalikan kemudi. Sungguh Theo tidak habis pikir se keras ini kah hati wanita yang dicintainya ini? Banyak hal gila yang ia lakukan, mencari perhatian dengan cara tidak penting sudah ia lakukan untuk meraih atensi wanita di depannya ini, tapi selalu berakhir ditolak keras seperti ini.
Apakah ia sudah harus menyerah? Tapi bagaimana dengan hatinya yang tidak mau berhenti?
Drrtt... Drrtt.. Drrtt.. Helena menyodorkan tangannya ke belakang.
"Coba cek ini apa, aku lagi nyetir, pass wordnya ayangnyayogie ngga pake spasi, small letter semua."
Bahkan pass wordnya semakin menyakiti saja.
"Apa ngga ada pass word yang lebih lebay dari itu?", balas Theo.
"Itu kak Yogie yang buat."
Ia kemudian membuka handphone Helena, matanya membola sempurna.
.
.
"Ada apa?", tanya Helena dan kini mereka berpandangan dari center mirror. "Kenapa Theo?Jangan bikin takut deh." serunya dan menepi ke pinggir jalan lalu mengambil ponselnya di tangan Theo yang mematung.
"Ah... Jilid dua ternyata, astaga... ", kekehnya lirih.
"Kamu ketawa Helena? Bisa-bisanya kamu ketawa?".
"Jadi kamu mau aku nangis gitu? Buat apa? Masa nangis ku udah lewat Theo, dan lega aja itu bukan aku. Kamu juga ngga belajar dari kesalahan kan? Udah tahu diem dan napas aja jadi sorotan masih aja nekad aneh-aneh. Kasian amat mas Juna."
Theo hanya diam mematung, mereka masih menepi, hening, karena Helena sibuk dengan ponselnya karena sedang mengobrol di room chat Nemesis.
.
.
.
Sekali lagi ia melihat Theodore benar-benar diam di belakang sana, ia menyodorkan susu kotak stroberi.
"Ini."
"Kamu masih punya itu? Kamu kan ngga suka stroberi?". tanya Theo, merasa ada secercah harapan dari sekotak kecil susu stroberi itu. Helena tidak menjawab, ia hanya kembali menghidupkan mobil dan melaku pergi.
🌵
Sesampainya mereka di rumah Yogie, beberapa mobil sudah terparkir rapi. Helena turun lebih dulu, dan langsung melangkah. Ketika ia menoleh ke belakang, Theo masih mematung. Ia menghela napasnya dan mendekati mobil lagi.
Klek, Helena membuka pintu mobil itu. Theo segera menoleh.
"Kamu yang berbuat, kamu yang selesaikan Theo. Ayo masuk, mungkin aku juga bisa bantu nanti."
Theo merasa menenggak air dingin mendengar pernyataan itu. Entah Helena serius atau tidak, tapi kalimat itu serasa menenangkan sekali. Tatapan tajam langsung berlomba menusuk Theo yang masuk ke ruang tamu yang luas itu, terutama dari Juna. Helena langsung menghambur mendekati ayangnya yang kelihatan lebih pucat dari biasanya itu, seperti biasanya, ia menempelkan punggung tangannya ke kening Yogie.
"Anjirlah, langsung di sambut beginian." batin Theo.
"Ayo, kamu didalem aja. Kamu ngga ada hubungannya sama skandal jilid dua ini, biarin mas Juna dan artisnya yang berkreasi." ledek Helena pada Juna, sementara manajer Theo itu hanya mencebikkan bibirnya.
Sudah 30 menit rapat itu berlangsung, bukan rapat, lebih condong kepada mengomeli Theo. Juna mode manajer tantrum memang tidak diragukan lagi kemampuan nge rap nya, Yogie saja kalah. Tapi dari sekian banyak kata yang di ucap kannya tak satu pun masuk ke otak Theo.
Ia sibuk menunggu kapan Helena datang untuk mencampuri masalahnya ini. Ia melirik Helena yang sibuk sekali di pantry, membuatkan susu hangat, memanaskan bubur dan lain sebagainya lalu mengantarnya ke kamar Yogie dan tidak kembali lagi.
"Bantu apanya... ", lirih Theo.
"Apa?! Lu ngomong apa? ", sergah Juna.
"Ngg- ngga ngga ngomong apa-apa."
Didalam kamar Yogie kini duduk di sofa sambil makan bubur buatan Helena, sementara si pembuat bubur itu melototinya, sebagai ancaman bubur itu harus habis, minimal setengahnya. Sudah jadi kebiasaan Helena seperti itu, karena mulut yang tidak enak, pahit dan sebagainya proses memakan bubur itu jadi lama sekali, makanya Helena tidak kelihatan lagi barang hidungnya.
"Yang... Tangan kamu kenapa?", tanya Yogie akhirnya.
"Ini ya? Alergi kak, aku kemarin pakai lotion baru, ternyata ngga cocok, bikin gatel, jadi aku garuk-garuk, malah jadi kayak gini."
"Lotion apa?".
"Hah? Ngga tahu lupa mereknya, langsung aku buang. Kemakan iklan aku tuh."
"Serius kan?".
"Iya ayang, serius. Kamu tidur gih, aku keluar sebentar, mas Juna udah kayak ngusut kasus pembunuhan berantai itu, stres bener dia."
"Aku cinta kamu."
"Aku sayang kamu."
Yogie tersenyum dan menarik selimutnya, dua kata berbeda yang mereka ucapkan. Sampai hari ini Yogie masih menaruh perasaannya pada Helena, belum siap ia legowo. Sedangkan Helena terus memvalidasi bahwa rasa yang ia punya pada Yogie lebih luas dari sekedar rasa pasangan kekasih yang sewaktu-waktu bisa putus begitu saja, Aku sayang kamu. Ia tidak ingin kehilangan Yogie seperti ia kehilangan Theo.
🌵
Theo segera memperbaiki posisi duduknya ketika melihat Helena menuju ke arah mereka, bahkan ia menyisakan sedikit space agar Helena langsung menuju ke arahnya. Tidak sesuai ekspektasinya, Helena malah duduk di samping Clara.
"Gimana Yogie?". tanya Juna.
"Udah tidur kayaknya." balas Helena.
"Jelasin Theo, itu cewe semuanya siapa? Selain yang lu gandeng itu. Gua dapet kabar baru hari ini dari anak-anak, gua ngga tahu sama sekali kalo elu bawa cewe gonta ganti ke studio lu. Biar apa lu begitu? Mau ganti image jadi playboy apa gimana?".
Ia melirik sekeliling, semua orang terlihat antusias menunggu jawabannya, hanya Helena yang kelihatan tidak perduli sama sekali. Ia sibuk dengan ponselnya.
"Helena, aku mau ngomong?". seru Theo tiba-tiba.
"Hah?!", Helena tersentak, bingung dan berhenti menatap ponselnya. Sekarang semua mata tertuju pada Helena. "Y-ya ngomong aja, emang aku ngalangin kamu ngomong."
Juna dan yang lainnya saling lirik, mereka juga bingung kenapa malah Helena yang disinggung, padahal wanita itu anteng-anteng saja sejak tadi.
"Aku ngga mau putus, Helena."
"Aohhh...", Helena menjambak surainya. "Ada yang mau mie instan ngga? Gua tiba-tiba laper astaga."
"AKU NGGA MAU PUTUS POKOKNYA... ", bentak Theo, semua orang kini menatap Theo bingung.
"Ngga nyambung banget perasaan, yang dibahas apa, yang lu bahas apa. Sampingin prahara rumah tangga lu sebentar bisa ngga? Villain mulai gila lagi di luar sana Theo... ". Juna sudah muak sekali.
"Gua ngga pacaran sama siapapun di luar sana, mereka cuma rookienya Huge Ent yang gua sewa buat masuk ke studio doang, supaya Helena liat, supaya dia tantrum, dia cemburu, gua bayar mereka buat lewat didepan Helena doang, itu doang... ".
"Ppfffttt... ", Yogie muncul dari belakang mereka.
Sekarang semua orang menertawai Theo. Padahal pria itu sudah berkaca-kaca dan sendu sekali wajahnya.
"Sialnya ayang gua ngga peduli gitu kan? Astaga Theodore, udah berkali-kali gua bilang, Helena lu ajak main api, elu yang kebakar. Masih aja ngeyel, dua kali elu masuk ke kesalahan yang sama, elu emang beneran bego apa gimana Theo. " seperti biasa kalimat Yogie selalu mak jleb.
"Lu ngga paham gimana perasaan gua Yogie, lu ngga paham gimana rasanya nyesal sampai ngga berani ngangkat kepala lagi. Elu ngga paham itu."
"Hmmm gua ngga paham, dan untuk apa juga gua paham, gua bukan elu. Gua selalu berusaha pertimbangin semua se rumit apapun keadaannya gua ngga akan se impulsif elu."
Theo mati akal sudah, Yogie benar, kalimatnya selalu tenang tapi pedas sekali. Helena pun terdiam melihat kekacauan ini. Sekali lagi hatinya dilema, melihat bagaimana gilanya Theo setiap saat, impulsif menangani masalahnya sendiri, entah yang ke berapa kalinya sejak ia berhenti menjadi manajer Theo, pria ini rasanya kehilangan arah.
"Apa aku se berarti itu Theo?", batin Helena menatap Theo yang diam menundukkan kepalanya.
"Jadi gimana Theo?".
"Bantah, kan gua emang ngga ada apa-apa. Itu rookie juga udah gua buatin surat perjanjian dari awal, udah lengkap bukti hukumnya, mereka ngga akan berani ngapa-ngapain. Semua buktinya ada di studio gua."
"Tumben lu pinter. Aohhh... Tahu gitu gua ngga stres duluan, Theo. Ternyata ngga se rumit yang gua kira. Aohhh... Lega... Len, gua laper, mau mie instannya." seru Juna tiba-tiba.
"Iya, bentar."
Helena langsung pergi ke dapur mencari stok mie instan persediaan Yogie. Ia sibuk dibantu Jay, pria tinggi besar itu penurut sekali hanya pada Helena.
"Potongan gawangnya, Jay."
"Iya mba."
"Jay ambilin piring di lemari paling atas dong, aku ngga sampe."
"Iya mba. Kak Yogie apaaan sih bikinin rak se tinggi ini. Jadi kalo ngga ada yang ambilin selama ini mba gimana?".
"Ya manjat kursi dong."
"Pfft... "
"Ketawa kamu."
"Mba, aku pengen lemon tea, yang lain mau ngga ya?".
"Bikin aja Jay, kalo udah di tengah pasti habis kok."
"Ok mba."
Begitulah mereka berdua sibuk di dapur, dan beberapa saat kemudian keduanya bergantian membawa mangkuk-mangkuk berisi mie instan yang sudah jadi untuk mereka santap bersama. Juna, Yogie, Jay, Clara, Kris, Jimmy dan Joseph manajernya, juga Helena sudah kebagian mie instan didepan mereka. Theo hanya diam, padahal ia juga membatin, apa ia tidak diberi makan? Ia mulai sedih, tapi tidak lama kemudian Helena muncul dari dapur dengan semangkuk mie instan lagi di tangannya dan meletakkannya didepan Theo tanpa berkata apapun. Semuanya makan dengan tenang, sambil berbincang ringan, Theo sumringah sendirian sambil menundukkan kepalanya sambil terus menyantap mie instannya.
Ia bahagia hanya karena semangkuk mie instan dari Helena, dimana hanya Helena yang paham itu. Ketika ia mengaduk mangkuknya ada satu telur lagi yang Helena sembunyikan didalamnya, ia paham kenapa miliknya yang paling lama, karena Helena menambahkan satu telur lagi didalamnya, KARENA HELENA TAHU IA SUKA MIE INSTAN DENGAN BANYAK TELUR.
Helena tidak melupakannya. Apalagi di hari sedih seperti ini, itu kode kan? Ia boleh senyum sedikit sekarang kan? Ia tidak ditinggalkan Helena sepenuhnya kan?
.
Kira-kira kek gitu gess 😁
.
.
.
TBC ... 🌵