Mereka sama-sama pendosa, namun Tuhan tampaknya ingin mereka dipertemukan untuk menjalani cinta yang tulus.
Raka dan Kara dipertemukan dalam suatu transaksi intim yang ganjil. Sampai akhirnya keduanya menyadari kalau keduanya bekerja di tempat yang sama.
Kara yang supel, ceria, dan pekerja keras. Berwatak blak-blakan, menghadapi teror dari mantan suaminya yang posesif. Sementara Raka sang Presdir sebenarnya menaruh hati pada Kara namun rintangan yang akan dihadapinya adalah kehilangan orang terpenting di hidupnya. Ia harus memilih antara cintanya, atau keluarganya. Semua keluarganya trauma dengan mantan-mantan istri Raka, sehingga mereka tidak mau lagi ada calon istri yang lain.
Raka dan Kara sama-sama menjalani hidupnya dengan dinamika yang genting. Sampai akhirnya mereka berdua kebingungan. Mengutamakan diri sendiri atau orang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sixteen
Hari ini tampaknya Kara belum bisa terbebas dari kehebohan.
Siang itu Stephanie baru datang karena paginya ia ada periksa kandungan. Usianya sudah 46 tahun, dan dia masih bisa hamil. Jadi dokter extra concern untuk urusan ini. Stephanie cerita, ia pikir waktu itu tidak haid karena ia menopause. Ternyata malah hamil lagi.
Sampai di kantor dia langsung menanyakan mengenai kejadian di Kantin..
“Wah, kamu yang bikin presentasi legalisasi? Bagus loh. Rapi banget! Ih mau dong diajarin…” dengan antusias Stephanie menscroll hasil pekerjaan Kara pagi ini.
“Bu Steeeep.” Kara pun memeluk stephanie dari belakang dan bergelayut di punggungnya.
“Lah, kenapa? Kamu lagi galau?”
“Butuh kasih sayang seorang ibu.” gumamnya.
“Ya Ampun Karaaa, bukannya saya nggak ingin. Tapi anak saya udah 5, ini yang 6 bentar lagi muncul hahahaha!” Stephanie menepuk-nepuk bahu Kara.
Tapi ia peluk juga si Kara dengan keterbatasan yang ada.
“Hebat kamu sayang.” desis Stephanie sambil berbisik ke telinga Kara.
“Hehe.” Kara sejenak menikmati hangat dan wanginya sosok ibu. Perasaannya jauh lebih tenang. Dipuji Stephanie ternyata malah lebih membanggakan dibanding disenyumin Raka.
Tentu saja… ini semua gara-gara Raka.
Kara tidak bisa tidur semalaman.
Ia ingin sekali tidur di pelukan Raka seperti malam sebelumnya.
tidak tidur sendirian seperti itu.
Ia juga ingin saat pagi dibangunkan dengan kecupan di dahi.
bukannya bangun gara-gara alarm hape.
dan… ia ingin sebelum tidur berbincang mesra, ngobrol ini itu.
Bukannya malah scroll TikTok.
Kenapa ia jadi memikirkan Raka semalaman?
Padahal ia terbiasa sendirian.
Dulu saat menikah dengan Aldo, dia pun sendirian. Aldo kerap tidur memunggunginya.
Pulang kerja sudah capek. Pas weekend Aldo malah naik gunung sama teman-temannya. Kalau nggak naik gunung ya nongkrong di cafe. Kara tidak diajak.
Makanya, saat pagi tiba, Kara makin stress.
Jadi setelah manja-manjaan dengan Stephanie, Raka masih rapat dengan Elang dan Guntur. Alan dan Jason mondar-mandir ngurusin pekerjaan. Siti tampak menekuk wajahnya sepertinya sedang sudah tidak sekedar senggol bacok aja, ini sudah level senggol tembak.
“Yang mana orangnya!!”
mereka semua terkaget saat mendengar teriakan itu.
Wanita cantik berambut dicat merah, gaya dandanan ala maleficent. Tinggi langsing, ah! Pokoknya seksi banget deh. Berdiri di tengah ruangan sambil kacak pinggang dan menatap semua di sana dengan wajah penuh amarah.
“Caitlyn, jangan bikin keributan! Datang-datang marah-marah. Yang sopan dong!” seru Stephanie.
Kara melongo.
Inikah si Mantan Istri Ketiga.
Gila! Gempar banget dandanannya kayak artis!
“Mbak diam saja, bukan urusan Mbak Step!” seru yang namanya Caitlyn. “Mana pacar baru Raka?!”
Semua serentak menatap Kara.
“Fak.” gumam Kara langsung tegang. Kenapa gue lagi gue lagi?! umpat Kara dalam hati. Kara balas melotot ke Siti. Siti langsung nutupin mukanya pakai laptop. Kara menoleh ke Alan, eh dia sembunyi di balik pintu. Sementara Jason menghilang entah kemana. Yang lain hanya bisa berkumpul di sudut sana sambil standby kamera hape.
“Kamu ya! Brengsek!!”
PLAKK!!
tamparan keras di pipi Kara, sampai wanita muda itu jatuh ke lantai.
Kerasnya sudah seperti menghantam tembok beton.
“Anjaaaay!” seru Alan spontan
Kara memekik kaget sekaligus kesakitan. Karena nyerinya sampai ke kepala.
“Apa sih Caitlyn?! Dia bukan pacar Raka! Lagipula kalau Iya, bukan urusan kamu lagi!” teriak Stephanie panik. Ia akan mendekati Kara, tapi Caitlyn langsung menunjuknya mencegah, dengan mimik muka mengancam.
“Daripada Mbak Step sibuk membela ini pelacur, sebaiknya Mbak Step kembalian semua hak ku yang diambil Raka! Mau bantu nggak? Kalau tidak ya udah nggak usah-”
“Caitlyn apa-apan kamu!!” suara teriakan seorang wanita.
Wanita tua dengan rambut keperakan masuk ke area direksi dan menatap Kara dengan ngeri. “Astaga, Caitlyn…” ia memekik kaget.
Darah kini mulai timbul di pinggir bibir Kara.
Kara bahkan belum bisa berdiri karena sangat pusing.
“Berani-beraninya kamu datang lagi ngacak-acak kantor orang? Urusan kamu dengan Raka sudah selesai!” seru wanita tua itu.
“Belum! Belum selesai, Bu! Sepanjang akuisisi masih diproses, saya masih bisa menuntut hak saya! Ibu kan tahu saya juga ikut andil membesarkan Topaz Delice?! Kalau bukan karena saya tergabung di tim marketing, mereka tidak akan viral di media sosial! Delice itu brandingnya ya saya! Setidaknya keponakan ibu bisa bayar hak cipta sudah menggunakan ide saya untuk beberapa produk!!”
“Tidak bisa begitu Caitlyyyynnn.” Bu Annisa, si wanita tua itu, tampak sangat geram dan ingin mencakar wajah Caitlyn saat itu juga. “Semua ada aturannya!”
“Masalah belum selesai, Raka sudah pacaran dengan si sundal ini?!” seru Caitlyn
“Heh Sumala!!” seru Kara yang tiba-tiba sudah ada di depan Caitlyn.
“Hah?”
PLAKK!!
Kara ganti menampar Caitlyn.
Caitlyn terhuyung-huyung ke belakang dengan wajah kaget sambil terbelalak menatap Kara. Si Wajah Cinderella tapi kelakuan Moana.
“Kamuuu berani ya!!” jerit Caitlyn sambil berdiri dan maju menyergap Kara.
Kara berkelit sedikit dan menyengkat kaki wanita itu.
GUBRAGG!!
Caitlyn pun tak berdaya dengan hidung oplasnya menghantam lantai.
“Arrrggggg!!” seru Caitlyn saat menyadari darah menetes dari hidungnya. Tentu saja bukan karena ia kesakitan, tapi karena ia kesal dan panik.
“Aduh, aduh Tanteee…” sahut Kara. “Datang kemari cuma untuk minta duit. Kenapaaa? Apa lagi yang harus dioperasi Tanteee? Dirimu udah cakep dari sananya, nggak usahlah-”
“Diam kamu!!” seru Caitlyn sambil menuding Kara.
Tapi dia lalu terdiam sambil mengaduh karena rasa nyeri mulai timbul di wajahnya.
Dari mengaduh kesakitan, eeeh, tiba -tiba terdengar isakan dari arah Caitlyn.
Apakah wanita ini Drama Queen?
Tapi dia sempoyongan berusaha berdiri, dan Kara tahu cara jatuhnya tadi memang keras sih. Mendingan Kara yang ditampar doang nggak harus ciuman sama marmer.
Melihat Caitlyn yang langsung shock menyadari dirinya tidak sekuat perkiraannya, Timbul rasa iba di diri Kara.
Kara pun menarik nafas panjang dan menghampiri Caitlyn.
“Tante Caitlyn. Saya belum jadi pacar Pak Raka.” kata Kara dengan lembut, berusaha bersabar.
“Jangan bohong, teman saya melihat kamu bersama Raka di Upper Clift Resort kemarin!” Seru Caitlyn.
Alan langsung ternganga, “Lah katanya hari Minggu Raka lagi-”
“Ssh!” desis Stephanie membungkam protes Alan.
Alan berdecak kesal.
“Kalian nggak denger apa-apa…” ancam Alan langsung ke arah para staffnya yang berkumpul di sudut ruangan.
Para staff hanya mengangguk takut-takut.
“Apa salahnya? Kami sama-sama single. Kalau anda kan punya banyak pacar, lah kalau kami kan kesepian. Apa salahnya kami saling mengisi kekosongan?” Kara membela diri.
“Saya yakin sekali kamu mau ngeruk hartanya kan?!” tuding Caitlyn
“Harta apa sih? Gorengan aja saya yang bayarin.” cibir Kara
“Kamu tiba-tiba ada di hidupnya entah dari mana!” seru Caitlyn.
Kara memberikan Caitlyn sekotak tissue untuk menyeka darah di wajahnya. “Kalau memang niat saya mengeruk harta Pak Raka, dari dulu aja saya ngotot mendekati Pak Raka. Toh saya lebih cantik dari kamu, Tante. Hidung saya mancung alami nggak pakai operasi loh.”
“Dengar ya,” Caitlyn sangat geram pada Kara. “Saya akan-”
“Saya yatim piatu, janda pula, Tidak usah mengancam bawa-bawa keluarga karena nggak punya.” potong Kara. “Tapi seharusnya, Tantelah yang hati-hati. Saya mengerti Tante khawatir kehilangan mata pencaharian karena Pak Raka akan mengakuisisi dua perusahaan. Karena hanya dengan cara itu susunan perusahaan bisa diubah dan investor akan memulai dari awal lagi. Semua perjanjian akan diperbarui. Tapi perjanjian dengan Tante… sudah pasti akan batal otomatis. Betul?”
“Anak kecil nggak usah sok tahu!” geram Caitlyn.
“Tante baru saja dikhianati.” sahut Kara cepat.
Caitlyn terdiam.
Stephanie mengangkat alisnya.
Dan Bu Annisa ternganga.
“Saya kenal wajah itu. Wajah putus asa karena pengkhianatan. Tampaknya Tante kena Karma ya?”
Bu Annisa sampai terpekik dan menahan nafasnya.
Bagaimana Kara bisa tahu kalau Caitlyn baru saja diceraikan lagi oleh suami keduanya? Pria yang tadinya adalah selingkuhannya?
“Saya tahu wajah seperti itu. Karena saya juga pernah berada di posisi Tante.” kata Kara.
Caitlyn langsung menarik nafas panjang.
“Sakit kan rasanya Tante? Apalagi kita mengorbankan segalanya demi dia? Tapi hasilnya sia-sia. Mau kembali ke masa lalu sudah tak mungkin. Benar?!” tanya Kara.
Caitlyn hanya bisa bungkam.
“Dan hari ini, Tante Caitlyn kemari karena ingin bicara dengan Bu Annisa kan? Memohon agar Tante tetap mendapatkan keuntungan saham karena sudah menyumbangkan ide untuk beberapa produk. Tapi sayang sekali Tante, produk itu tidak Tante patenkan. Karena status Tante saat itu adalah karyawan. Segala hal yang berhubungan dengan perusahaan adalah milik perusahaan. Makanya Tante langsung kalah di pengadilan.”
“Dia pintar.” gumam Bu Annisa. Ia menatap Kara sambil mengangguk.
“Kalau kamu mau tahu…” geram Caitlyn sambil mencengkeram kedua bahu Kara. “Saya mencurahkan siang dan malam saya untuk produk itu, segala tenaga saya, bahkan saya jual kehormatan saya untuk mendapatkan formula yang tepat. Dengan tujuan untuk dipromosikan dan hidup lebih baik.”
Wanita itu mengguncang-guncang tubuh Kara dengan kalut.
Kara bisa melihat… Caitlyn begitu putus asa dan sakit hati.
“Salah saya menerima perjodohan itu! Saya sebenarnya tidak mencintainya. Saya memiliki kekasih saat saya menerima pinangannya. Saya pikir saya bisa melupakan kekasih saya dan hidup dengan cinta baru. Tapi cinta itu tak kunjung datang!” seru Caitlyn.
Dan wanita itu menangis meraung sambil berlutut di lantai. “Karena… ingin status saya naik. Saya malah tidak bisa meraih bahagia… Kini, sebelum dilakukan akuisisi ini, saya ingin memperjuangkan hak saya, karena kini ada bayi yang harus saya nafkahi. Saya tidak bisa melamar pekerjaan di tempat lain karena pengaruh Raka sangat besar! Dan dia sudah sakit hati.”
Kara menarik nafas panjang.
Menikah adalah ibadah seumur hidup. Ujiannya termasuk salah satu yang terberat. Dan iblis yang berhasil membuat dua insan bercerai dengan cara berseteru, akan mendapatkan reward tertinggi. Ia bisa pensiun lebih cepat dan menikmati hidupnya ongkang-ongkang kaki.
karena dari kejadian itu akan muncul dua insan penzalim, atau bahkan lebih.
Tapi dari sana muncul juga si terdzolimi yang doanya lebih mudah diijabah Tuhan.
Bisakah Tobat para penzalim diterima apabila belum dimaafkan oleh yang terdzolimi?
Karena itu… carilah pasangan yang tepat.
Proses lama tidak apa, asal tepat.
Ikuti hati nurani. Kedua insan harus saling mencintai.
Karena itu, pernikahan secara kontrak dianggap tidak sah.
Karena dikhawatirkan akan muncul penzalim baru.
Yang mempermainkan pernikahan sakral demi bisnis… Demi kekayaan duniawi.
Karena itu, pernikahan paksaan dianggap tidak sah,
Karena dikhawatirkan akan muncul ‘terdzolimi’ yang baru.
Yang memperlakukan pernikahan demi kepuasan pihak lain… Bagai semua ini bercanda semata.
Wajar kalau Raka sakit hati. Dia sayang kepada Caitlyn. Kara percaya, sekalinya sayang, Raka akan mencurahkan semuanya ke kekasihnya.
Tapi sayang sekali, sang kekasih bukanlah yang terkasih. Terjadi ketimpangan cinta di sini.
Raka bagai bertepuk sebelah tangan.
Kalau memang tidak cinta, kenapa harus menikah? Itu salahnya Caitlyn.
Seandainya mereka membuat kesepakatan secara profesional dan bukannya menjalin ikatan keluarga, mungkin hidup Caitlyn sudah enak sekarang.
Karena Kara merasa, Raka akan bersikap lebih fair di bisnis. Tapi belum tentu dia akan adil di perasaan, di ego. Karena dia akan lebih waspada agar hatinya tidak luka lagi.
“Tante Caitlyn…” Kara mengusap lengan wanita itu. “Kemarahan malah akan menimbulkan masalah baru, dan akan menghentikan harapan Tante.”
“Lalu apa yang harus saya lakukan? Raka tidak mau bertemu saya!” seru Caitlyn.
“Memangnya hanya itu saja yang bisa Tante Perjuangkan? Marketing sebaik Tante sampai bisa menciptakan lini produk sendiri, pasti memiliki banyak ide brilian lain. Saya yakin itu.”
“Itu juga perkiraan saya,” Kata Bu Annisa. “Makanya saya memfasilitasinya dan berusaha memancing Raka agar mau mempekerjakannya lagi. Caitlyn bisa berguna bagi perusahaan, karena saya kenal Caitlyn sejak sebelum Raka terjun ke bisnis. Saya tahu bagaimana kerjanya.”
Kara melirik Stephanie.
Stephanie menggelengkan kepalanya.
Mereka sedang bicara tanpa suara, bagaikan telepati. Kara bertanya apakah Gara-gara Caitlyn terjadi ketimpangan di finansial perusahaan ini? Sementara Stephanie menjawab secara tatapan, bahwa perusahaan sudah goyang jauh sebelum Caitlyn menciptakan produk itu.
“Dengar, kamu…” desis Caitlyn sambil menatap Kara. Lalu wanita itu mengernyit, “Kamu… siapa nama kamu?”
“Kara. Nama saya Kara.”
“Astaga bahkan nama kamu mirip dengannya.” gerutu Caitlyn. “Cuma dibolak-balik doang.”
Kara tertegun.
Ah iya juga. Dia baru sadar sekarang.
“Kara,” desis Caitlyn. Tapi wanita itu tidak langsung bicara. Antara sedang berpikir mengenai langkah selanjutnya atau dia sudah lelah dengan semua ini. “Saya tidak pernah mencurangi perusahaan. Tapi yang saya curangi adalah perasaan Raka. Dan saya kini… sadar kalau kamu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan semua ini.”
Kara pun tersenyum lembut sambil menggenggam tangan wanita itu.
ia mengangguk-angguk membenarnya.
ia adalah korban salah sasaran.
“Tante harus percaya, pun saya ada hubungan cinta dengan Pak Raka, perusahaan ini tidak akan jatuh ke tangan saya. Ini milik public, ini milik Bu Annisa, ini milik keluarga besar Yudhistira Raka. Dari dulu saya menikah karena cinta, dan saya akan berusaha untuk seterusnya akan menikah karena cinta apabila ada lagi orang yang tepat untuk saya.”
Mendengar hal itu Caitlyn pun memicingkan mata ke arahnya.
“Kamu benar-benar bukan pacar Raka? Teman saya melihat kamu berpelukan mesra sekali loh di Upper Clift Resort, kemarin.”
“Ohokk ohokk!” Stephanie terbatuk keras di belakang. Untuk mengalihkan perhatian orang-orang di ruangan itu.
Bu Annisa melotot ke Stephanie sambil menepuk bahunya kencang.
“Nanti saya jelaskan, Tante…” bisik Stephanie.
Dan Kara pun mencondongkan tubuhnya ke arah Caitlyn dan berbisik, “Kita ngopi yuk, di bawah? Kebetulan saya dapat kupon gratis 5 kali beli paket.”
Kara memang begitu… suka sekali menambah teman baru.
ketahuan
udahhhh
gas.. dapat restu dr sahabat dan seng mantan gebetan
jutek, g senyum, ngomong asal2an. dari novel ini saya belajar cara bersikap, belajar bahasa2 gaul, singkatan gaul yg saya juga g paham bahasa anak muda sekarang.
keren bagus novelnya
buaaagusssss
Beraninya sm perempuan? di depan umum lagi? Waahhh kasus inih! 😠🤨🧐