Hayi, seorang remaja yang akrabnya di panggil Ay, terpaksa menuruti kemauan ayahnya untuk di kirim ke salah satu pesantren agar dirinya sedikit berubah dari kebiasaan buruknya. dari sanalah sebuah kejadian yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya terjadi, ketika tiba-tiba saja ia di ajak ta'aruf oleh seorang anak pemilik pesantren bernama Altair, yang kerap di panggil Gus Al.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
"Jadi, kamu terima?" tanya Gus Altair dengan semangatnya sembari berdiri.
"Assalamualaikum, Gus. Boleh saya masuk." kata ustadz Ali membuat Gus Altair dan Hayi langsung panik seketika apalagi ketika ustadz Ali langsung menyelonong begitu saja tanpa menunggu Gus Altair mempersilahkan.
"Ehh a ada a apa ustadz Ali?" tanya Gus Altair dengan gugupnya sembari melirik ke bawah kolong mejanya dimana Hayi tengah bersembunyi di sana.
"Tumben nggak jawab salam?" kata ustadz Ali heran.
"Astaghfirullah, walaikumsalam. Ada apa? Kenapa kesini?" tanya Gus Altair to the point
"Memangnya kenapa, Gus?" tanya ustadz Ali bingung.
"Saya sedang banyak kerjaan, jadi lebih baik ustadz Ali keluar saja." kata Gus Altair
Bukannya pergi, justru ustadz Ali langsung duduk tanpa di persilahkan. Sesekali Gus Altair melirik ke arah Hayi yang masih bersembunyi di bawah kolong mejanya. Ustadz Ali pun malah berbasa basi bercerita tentang kisah asmaranya yang abu-abu. pria itu juga menatap Gus Altair dengan herannya karena bukannya duduk, tapi Gus Altair malah tetap berdiri dengan raut wajah tegangnya.
"Ayolahh, lo nggak mau duduk, Gus? Wajah Lo dari tadi gue masuk kok tegang banget sih? Kenapa?" tanya ustadz Ali
"Bisa tidak jangan pake Lo gue. Ini masih di sekolah." kata Gus Altair pada sahabat karibnya itu.
"Nggak ada orang, Gus. Cuman kita berdua. Lo tau nggak gue suka sama santriwati yang tinggal di asrama Fatimah." kata Ustadz Ali
Mendengar nama asramanya di sebut ustadz Ali, membuat Hayi langsung mendongak. Ia menarik kecil celana Gus Altair agar duduk, sehingga membuat pria itu menatapnya dengan kesal. Terpaksa ia pun duduk dengan Hayi yang masih mendongak untuk mendengarkan kelanjutan cerita ustadz Ali.
Dagu dan Jakun di atasnya itu benar-benar membuat Hayi diam tak bergeming. Wajah Gus Altair jika di lihat dari bawah benar-benar sangat sempurna dengan rahang tegasnya. bulu mata lentik nya pun nampak jelas di mata Hayi, apalagi bibir....
Hayi menggelengkan kepalanya tak kala pikirannya melayang ke arah yang jauh. hal itu di sadari oleh Gus Altair yang tengah meliriknya dari atas. Sepertinya ia juga heran dan bingung dengan tingkah Hayi yang seperti cacing kepanasan. Ia pun menendang pelan kaki Hayi sebagai isyarat agar gadis itu diam dan jangan banyak bergerak.
"Siapa?" tanya Gus Altair.
"Yang sering Lo hukum, siapa ya namanya...Hayi kan bener? Gue mau ajak di ta'aruf setelah lulus sekolah nanti. Gimana menurut lo?" kata Ustadz Ali sontak membuat Hayi terkejut bukan main dan langsung menatap Gus Altair, dimana wajah pria itu sudah merah padam.
"Dia udah punya tunangan." kata Gus Altair membuat ustadz Ali menatapnya dengan bingung, sementara Hayi kembali terkejut.
"Hah?? Dari mana Lo tau?" tanya ustadz Ali.
"Lebih baik Lo cari cewe lain lah. Dia nggak pantes buat Lo. Lo nggak liat tingkahnya bagaimana. Bandel, susah di nasehatin, keras kepala dan mau menang sendiri, satu lagi...kaya preman. Akhhhhh!!!" teriak Gus Altair tak kala Hayi mencubit kakinya dengan begitu keras.
"Kenapa Lo?" tanya ustadz Ali ikut terkejut dengan teriakan Gus Altair.
"Hahaha kepentok meja, aman aman." jawab Gus Altair dengan menatap tajam ke arah Hayi, begitupun dengan Hayi.
"Bantuin gue lah buat ngomong sama dia. Gue nggak tau cara deketin cewe yang bener. Kalau Lo kan udah pernah sama Zahra...."
"Udah bicaranya....gue nggak bisa bantu, dan nggak akan pernah. Udah, lebih baik Lo pergi dari sini, kerjaan gue masih banyak." ucap Gus Altair dengan memotong pembicaraan Ustadz Ali.
"Cih, sok sibuk banget lah. Oke deh nanti gue main ke rumah Lo. Assalamualaikum." kata ustadz Ali dengah beranjak pergi.
"Akhhhhhhh!!!!"
"Kenapa lagi, Lo? Ngagetin aja?" tanya ustadz Ali yang kembali lagi setelah mendengar teriakkan Gus Altair.
"Kepentok meja yang keras banget. Aman." kata Gus Altair
"Aneh. Dah ah gue pergi. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Hayi pun keluar dari kolong meja dan memukul keras bahu Gus Altair dengan kesalnya. Bagaimana bisa ia di katai di depan mukanya langsung. Sementara Gus Altair hanya bisa beristighfar saja dan sedikit menjauh dari Hayi.
"Yang saya bicarakan itu kenyataan." kata Gus Altair
"Mana ada gue udah tunangan, ngarang banget!" kata Hayi kesal.
"Yasudah, besok saya silaturahmi ke rumah kamu saja biar tunangan langsung dan biar saya tidak di katakan ngarang." kata Gus Altair datar.
"Asal Lo tau ya, gue nggak punya rumah, gue nggak punya keluarga dan gue nggak punya orang tua." kata Hayi membuat Gus Altair terdiam sambil mencerna maksud dari perkataan Hayi.
"Saya tidak mempermasalahkan itu, bukankah saya sudah bilang apapun keadaannya, saya akan melindungi kamu." kata Gus Altair.
"Yaudah nunggu saya lulus dulu kalau gitu." kata Hayi asal.
"Kenapa?" tanya Gus Altair
"Saya masih sekolah Gus. "
"Tidak mau! apa kamu tidak dengar tadi, ustadz Ali bicara apa?"
"Tapi kalau di pikir-pikir ustadz Ali juga lumayan."
Sontak saja hal itu membuat Gus Altair langsung berwajah dingin membuat Hayi menahan tawanya. Apakah arti dari wajah dingin itu adalah sebuah rasa cemburu??
"Jangan berani dekat-dekat dengan laki-laki lain. Saya tidak mau kamu terkena fitnah nantinya. Saya akan bawa kamu ke ndalem nanti malam." kata Gus Altair membuat Hayi terkejut.
"Apa?? Nggak mau Gus. Saya kan nggak bilang mau nikah sama Gus. Saya masih kecil dan saya masih sekolah." kata Hayi
"Itu semua ada jalan keluarnya. Asal kamu mau. Tapi sepertinya kamu mau, hanya saja kamu gengsi buat bilang." kata Gus Altair.
"Dih, ngarang banget. mendingan sama ustadz Ali atau nggak sama Sean." kata Hayi yang langsung merasakan atmosfer di sekitarnya panas dan dingin. ia menatap Gus Altair yang saat ini tengah menatapnya juga dengan tatapan tak bersahabat sama sekali.
Bertepatan dengan itu juga bel masuk berbunyi. Hayi bernafas lega karena ia ada alasan untuk langsung pergi dari sana sebelum ia mendapatkan murka dari Gus Altair. Sementara Gus Altair diam-diam malah mengumpati ustadz Ali karena sudah berani ingin menikungnya.
Ia pun menatap ke sebelahnya dimana roti sisir dan susu stroberi masih tertata rapi. Ia tersenyum kecil mengingat jika itu pemberian dari Hayi. Ia mengambilnya dan menatapnya dengan lama seolah tidak rela jika roti itu dimakan.
"Assalamualaikum, Gus." kata ustadz Ali yang kembali lagi membuat Gus Altair menatap tidak suka.
"Walaikumsalam." jawab Gus Altair datar.
"Ehhh roti, kebetulan gue lagi laper nih. Buat gue aja ya." kata ustadz Ali dengan mengambil roti sisir itu dan langsung memakannya membuat Gus Altair marah dan langsung memukul pria itu.
"Astaghfirullah Gus. gue minta dikit doang ini loh."
"Berdosa jika itu bukan punya kamu. itu sama saja dengan mencuri!!" seru Gus Altair dengan merebut balik rotinya dan menatapnya dengan sedih
Bagaimana bisa justru roti pemberian dari Hayi untuk pertama kalinya di makan oleh saingannya sendiri. Tentu saja ia tidak terima, tapi mau bagaimana lagi, tidak mungkin ia makan sisa dari gigitan ustadz Ali.
"Oke, Gus. Ini jangan lupa di tandatangani ya. Assalamualaikum. " kata ustadz Ali dengan tangan yang bermaksud ingin mengambil susu stroberi yang masih belum terbuka.
"Jangan memancing amarah saya ustadz Ali!!!" kata Gus Altair dengan menekankan kata-katanya sehingga membuat ustadz Ali langsung melenggang pergi.
🌙