Sudah dua bulan sejak pernikahan kami. Dan selama itu, dia—lelaki itu—tak pernah sekalipun menyentuhku. Seolah aku tak pernah benar-benar ada di rumah ini. Aku tak tahu apa yang salah. Dia tak menjawab saat kutanya, tak menyentuh sarapan yang kubuat. Yang kutahu hanya satu—dia kosong dan Kesepian. Seperti gelas yang pecah dan tak pernah bisa utuh lagi. Nadira dijodohkan dengan Dewa Dirgantara, pria tiga puluh tahun, anak tunggal dari keluarga Dirgantara. Pernikahan mereka tak pernah dipaksakan. Tak ada penolakan. Namun diam-diam, Nadira menyadari ada sesuatu yang hilang dari dalam diri Dewa—sesuatu yang tak bisa ia lawan, dan tak bisa Nadira tembus. Sesuatu yang membuatnya tak pernah benar-benar hadir, bahkan ketika berdiri di hadapannya. Dan mungkin… itulah alasan mengapa Dewa tak pernah menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon heyyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Kalian Benar.
Di malam selanjutnya, Dewa masih sama. Dingin dan tak mau diganggu, aku tidak lagi mencoba mengobrol dengannya, aku tidak lagi menunggu dia untuk makan malam bersama. Aku juga enggan berbicara dengannya sebelum dia mengajakku berbicara.
Lalu saat hendak naik ke atas aku terhenti oleh suara dua orang lelaki, masuk kedalam rumah dan bergumam, ternyata Kai dan Saka. Tiba tiba mereka berhenti saat menyadari keberadaanku.
"Dewa, dimana?" Tanya Kai, ragu ragu.
"Mungkin di ruang kerjanya, di sebelah kamar tamu." Jawabku.
Mereka menyapaku sebentar lalu saling dorong untuk segera masuk menemui Dewa. Aku bisa langsung menebak bahwa setelah kedatangan temannya Dewa akan jauh lebih bersemangat, berubah menjadi orang lain dihadapan mereka.
Kenapa kau bersikap seperti ini kepadaku Dewa? Tidakkah dia sadar di pernikahan ini bukan hanya dia yang tersiksa karena kehadiranku, tetapi aku juga ikut tersiksa karena sikapnya kepadaku.
Setibanya di kamar aku mengambil ponselku dan memghidupkannya, membuka room chat, terlihat disana seseorang sedang mengetik.
Hans ( Psikologi : Konseling)
[hai...kau masih bangun? bagaimana harimu]
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dewa duduk di dikursi kerjanya, dihadapannya ada dua orang lelaki yang duduk di sofa, selonjoran.
"Cepat, cerita" Ucap Dewa menyadarkan Kai dan Saka bahwa tujuan mereka datang ke rumah ini bukan untuk memandangi dirinya tanpa alasan.
Kai melirik Saka, begitupun Saka melirik Kai.
"ehem" batuk formalita pembuka pembicaraan keluar dari mulut Saka. "Menurut pendapatku pribadi, ruangannya bersih, rapi, oh ya, aroma terapi lavender yang mereka pilih juga membuat nuansa tenang, Resepsionis nya rama, tapi terlalu curigaan..."
Tiba tiba Kai menyikut.
"Fokus ke Hans saja, Dasar dugu."
"Oh iya, Aku kira Dewa ingin mendengar keseluruhan dari ceritanya." Saka memperbaiki posisi duduknya."Yahh...Sesuai dengan namanya, Hans...Kalem, Suaranya tenang, dan cerita ke dia itu seperti sangat didengarkan, seoalah Hans memeluk batinku, aku merasa sangat disayang saat dia menatap mataku...Kalaupun dia ngajak selingkuh sih kita percaya."
"Saka!" Suara Dewa meninggi dan akhirnya dia mengangkat kepalanya.
"Maksudnya, Hans itu orang yang sangat tenang, Jika mengobrol dengannya kita seperti didengarkan, tidak dihakimi...Setelah mendengar kami sedang berada di konflik pernikahan, Hans meminta kami untuk tenang, lalu take a deep breath dulu, dan memberikan kami teh chamomile." Sambung Kai berusaha menengahi.
Dewa tidak menjawab. Ia hanya mengangkat sebelah alisnya, Tanda bahwa rasa sabarnya sudah setipis tisu.
"Kalian mendapatkan apa saja selain teh dan bimbingan rumah tangga palsu?" Suaranya dingin.
Kai cepat cepat mengeluarkan handphone dan melihat catatan.
" Namanya Hans Renaldi, yah seperti yang kita tau dia seorang psikolog. Pernah jadi konselor di LSM untuk trauma relationship, usianya 29 tahun, sekarang buka praktik pribadi dan belum menikah."
"Mantannya, ada?" Tanya Dewa, datar.
"Tidak terlihat seperti seorang playboy...Tapi yah, dia cukup tampan" Ucap Kai semakin membuat Dewa kesal.
"Aku tidak suka Hans...wajahnya terlalu simetris," Saka menambahi.
Dewa berdiri dari duduknya, berjalan ke arah jendela, menatap keluar, sunyi seketika. Hanya ada suara detik jam di dinding.
Kai memecah keheningan dengan serius. "Kenapa kau sangat peduli dengan Hans? Kau bahkan tidak memiliki waktu untuk memperdulikan istrimu"
"Aku tidak peduli dia berbiacara dengan siapa...tapi aku tidak suka, Saat orang lain tau apa yang dia rasakan. Saat aku bahkan tidak tau apa apa."
Kai membuka mulutnya untuk menyela, namun dia berubah pikiran dan kembali menutupnya lagi.
"Kalau begitu...kenapa tidak kau saja menjadi tempat untuk Nadira?" Saka menatap punggung Dewa yang membelakangi mereka.
"Karena aku takut." Perlahan Dewa membalikkan badannya dan menatap Saka dan Kai, tatapan mata itu, Dewa tidak sedang berbohong.
"Takut kenapa?..." Tanya saka.
"Takut dia datang lebih dekat....dan melihat semua yang aku sembunyikan."
Ruangan menjadi hening, baik Saka dan Kai tidak memiliki apapun lagi untuk di ucapkan, mendengar perkataan Dewa membuat mereka menaruh sedikit rasa iba.
"Kau butuh pelukan?" Perkataan Saka benar benar merusak suasana.
"Tidak, Bod@h" Ketus Dewa langsung memijit kepala nya, menarik nafas panjang. -Mereka benar benar menguji kesabaranku.-
.hans bayar laki2 tmn SMA itu