Semua wanita pasti menginginkan suami yang bisa menjadi imam dalam rumah tangganya, dan sebaik-baiknya imam, adalah lelaki yang sholeh dan bertanggung jawab, namun apa jadinya? Jika lelaki yang menjadi takdir kita bukanlah imam yang kita harapkan.
Seperti Syahla adzkia, yang terpaksa menikah dengan Aditya gala askara, karena sebuah kesalahpahaman yang terjadi di Mesjid.
Akankah syahla bisa menerima gala sebagai imamnya? ataukah ia memilih berpisah, setelah tahu siapa sebenarnya gala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syahga 29.
Akhirnya naura dan jendral pergi dari kamar inap putranya, saat dilorong yang tak jauh dari ruang tempat gala dirawat, ia bertemu lagi gadis berhijab navy yang cantik itu sambil membawa kantong kresek dan paperbag.
Banyak harapan agar anak sulungnya bisa mendapatkan gadis seperti itu, namun harapan hanyalah harapan itu rasanya tak mungkin bagi naura bisa menjodohkan putranya lagi.
Terbayang sudah berapa anak orang yang dilukai putranya akibat perjodohan paksa, hingga membuatnya pasrah dan berhenti melakukan hal itu.
Ia diam menghentikan langkahnya, mengawasi gadis itu hingga melewatinya. Mereka saling menyapa hanya dengan senyuman dan gadis itu pun pergi tanpa bicara tapi naura tidak, ia terus mengawasinya sampai gadis tersebut masuk kedalam ruangan yang dipakai untuk perawatan putranya.
Alis naura bertaut, gadis itu bukan perawat bukan pula pekerja rumah sakit itu, jika ia keluarga pasien kenapa masuk kedalam kamar inap putranya sedangkan kamar itu adalah kamar vip yang hanya untuk satu pasien.
Karena penasaran ia menyusulnya, betapa kagetnya wanita paruh baya itu saat mendengar suara gadis itu bertanya pada gala dengan panggilan mas yang lembut, mana pintunya tak tertutup rapat lagi jelas naura masuk sembari berkacak pinggang.
"Siapa dia, Ga?" tanya Naura dengan sinis.
Syahla menoleh kebelakang dimana pintu itu mengarah pada mereka yang tengah berbicara. Wanita paruh baya yang masih muda—yang ia temui tadi dilorong—tampak tajam menatap mereka seakan ia sangat mengenal suaminya.
"Mamah, belum pergi?" tanya Gala.
Syahla yang mendengar itu terkejut.
Mamah, suaminya memanggil wanita itu mamah artinya ia adalah mertuanya, sasa menundukkan kepalanya dan diam sembari memainkan ujung hijabnya, tentu ia merasa canggung saat pertama kali bertemu ibu mertuanya.
Terlihat sederhana tapi elegan, sudah jelas penampilan para istri orang kaya begitu tampak dari wanita tersebut, sedangkan ia hanyalah seorang gadis kampung, pikir syahla membandingkan dirinya dan mulai merendahkan diri.
"Jawab mamah, Ga! Siapa dia?" tanya Naura mengulang pertanyaannya.
Gala gelagapan tak berani menjawab takutnya ibunya mengalami shok terapi mendadak, ia hanya menelan ludahnya sendiri.
"Istrinya gala, yang," Jendral yang datang menjawabnya.
Naura terkejut, istri darimana? Kenapa tiba-tiba anaknya yang jomblo berkarat itu mendadak punya istri, dan kapan mereka menikah? Kenapa ia tak tahu?
Pertanyaan itu berputar didalam benak naura yang tadinya berkacak pinggang menjadi bersidekap, menatap gala dan gadis itu dari atas sampai bawah.
Sedangkan gala sama terkejutnya bahwa papanya sudah tahu tentang syahla, lalu istrinya gala hanya diam mematung, tak tahu apa yang harus ia katakan untuk sekedar menyapanya.
Rasa takut tak direstui atau disuruh berpisah tentu ada dalam benaknya sangat terlihat level mereka jauh berbeda.
"Sejak kapan kamu menikah?" keluar juga pertanyaan itu dari bibir Naura.
Gala menatap syahla sebelum akhirnya ia menjawab pertanyaan ibunya, "Sebulan lalu, kami menikah begitu mendadak," jawab Gala,
Gala menarik tangan syahla, "Karena kesalahpahaman di Mesjid," ungkapnya lagi.
Naura belum mencerna apa yang dimaksud dari kesalahpahaman itu, tetapi yang ia tahu pasti terjadi sesuatu mengingat ia dan jendral pernah kejadian.
"Kamu sentuh dia, Gala? Kamu sudah menghamili dia, hah?" tuduh Naura menyentak.
Dadanya kembang kempis, hidungnya melebar menatap mereka bergantian.
"Yang, enggak gitu," sela Jendral menarik tangan istrinya.
"Lalu bagaimana?" tanya Naura sedikit menaikan nadanya, menghempaskan tangan suaminya dan menatapnya tajam.
Yang naura cemaskan adalah gadis itu, entah berapa kali ia mungkin mendapatkan KDRT dari putranya. ia juga seorang wanita dan paham bagaimana rasanya kekerasan itu.
"Kamu juga, jen. Bisa-bisanya merahasiakan ini dari aku," ujar Naura lalu mendekati brangkar dan mengambil ponsel yang ia selipkan untuk menyelidiki kecurigaannya.
Naura pergi begitu saja tanpa melirik pada mereka lagi, ia kesal—sangat marah malah.
"Pah," panggil Gala saat Jendral hendak menyusul istrinya.
Jendral berhenti lalu menoleh pada pasutri muda itu, "Biar papa yang bicara sama mamah, dia pasti shok kamu istirahatkan saja badan kamu," ujar Jendral yang langsung gala angguki.
Selepas kedua orang tua itu pergi, kini hanya ada pasutri tersebut diruangan itu. suasana hening, mereka diam dan fokus pada pikiran masing-masing.
Gala melirik syahla yang sedari tadi hanya diam merundukkan wajahnya, ia melihat wanitanya sangat kecewa padanya karena mereka bertemu disaat yang tidak tepat.
"Sorry, gue gak tahu mereka akan datang kemari. Elo gak apa-apa, kan?" tanya Gala.
"Gak apa-apa, aku cuma merasa gak pantes aja," jawab Syahla merendah.
"Mamah, itu baik ko. Dia cuma shok aja, gak usah dipikirin, ok," ujar Gala memegang tangan Syahla dan mengusapnya sementara gadis itu hanya mengangguk paham.
keduanya kembali diam, memikirkan diri sendiri yang pada akhirnya perlahan terungkap tentang pernikahan mereka, dan entah bagaimana kelanjutan rumah tangga yang sudah mereka jalani itu. Tak bisa dipungkiri jika nanti mereka harus dipisahkan lantaran tak ada restu, tapi gala akan berusaha meyakinkan ibunya tentang syahla.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jika gala dan syahla tengah berfikir untuk mengutuhkan ikatan mereka, lain halnya dengan pasutri satu ini. Ilham memuntahkan isi mulutnya yang terasa pahit dilidahnya, sudah lama ia memakan makanan tak enak itu dirumahnya semenjak syahla pergi.
Tak jauh dari itu, bu luna pun sama karena apa yang mereka makan itu terlalu asin. Alesia memasak makanan yang menurut mereka aneh, entah bagaimana ia memasaknya semua makanan yang dimasak tak enak dilidah suami dan ibunya.
Pare dibikin bakwan, kangkung disayur santan dengan rasa kolak, juga ikan asin yang digoreng gosong juga makanan lainnya yang terlihat aneh. Hanya satu yang masuk akal jengkol sambal rujak yang rasanya manis asam asin, mungkin itu masakan rekomen dari chef terkenal dengan citarasa yang unik.
"Kamu itu, kenapa gak becus-becus masaknya sih, le. Percuma kamu anak cewek kalo gak bisa masak mah," komen bu luna yang semakin pedas, ia menyudahi makannya yang tak lagi bisa dimakan.
Begitu pun ilham, ia menyudahi aktivitas mengisi perutnya karena sudah tak berselera untuk memakannya. Entah bagaimana alesia memasaknya? Makanan hari ini begitu membuat lidahnya kesemutan.
Ilham bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja meninggalkan dapur tanpa sepatah katapun.
"Mas, mau kemana?" tanya Alesia tapi sayangnya ilham acuh tak acuh menyikapinya.
"Jangan-jangan ia mau selingkuh," seloroh bu luna dengan sinis.
"Mamah! Jangan bilang begitu lagi, suami aku gak mungkin selingkuh," ujar Alesia membela ilham.
"Gak ada yang tahu, kan. Dia sering makan diluar, karena kamu gak bisa masak. Inget ale, pria itu suka yang baru-baru," kembali bu luna mengkompori anaknya tentang suaminya.
Alesia mengepalkan tangannya mendengarnya saja ia sudah panas bagaimana jika benar terjadi, sudah lama ilham tak menyentuhnya—satu bulan lamanya—mereka tak melakukan hubungan suami istri.
Hal itu membuat alesia keheranan tak seperti saat ada syahla ia begitu rajin menyentuhnya, memanjakannya bahkan selalu dibelanya tapi sekarang ...
Komunikasi saja jarang apalagi bersentuhan.
Alesia memangku tangannya, ia tak akan membiarkan semua terjadi begitu saja, ia akan melakukan apapun untuk menghindari kejadian suami direbut pelakor.
Saat ilham pergi keluar, alesia mengikutinya dari belakang, dalam perjalanan terasa begitu lama dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat hati wanita itu tersulut emosi.
Ia lihat suaminya makan di warteg, dimana penjualnya adalah seorang janda beranak satu. Dari kejauhan ia melihat mereka akrab dan berbincang dengan canda tawa yang renyah, alesia sangat iri, hatinya merasakan gejolak api yang membakar dadanya.
Ia mendekati warung makan itu, duduk disamping ilham yang makan dengan tenang dan lahap.
"Enak makannya?" tanya Alesia dengan lembut tapi penuh ancaman didalamnya.
"Iya," jawab Ilham mengangguk.
Lelaki itu merasa kenal dengan suara pelanggan disampingnya, pikirannya mengatakan baha itu suara istrinya. Ia menoleh pada pelanggan disisinya dan seketika itu matanya membulat dan ia tersedak oleh makanannya sendiri, terbatuk-batuk bahkan sampai muncrat kemana-mana makanan yang ada dalam mulutnya.
Alesia mengambil gelas yang berisi teh dan memberikannya pada ilham, "Minumlah mas, yang banyak," ujarnya.
Ilham menelan makanannya yang mulai terasa pahit dilidahnya, ia meraih gelas itu dan meneguknya hingga tandas.
Setelah itu ilham pergi dari warteg tanpa menghabiskan makanannya juga tanpa bicara apapun pada istrinya. Alesia semakin kesal melihat suaminya yang kabur begitu saja tanpa menganggapnya istri atau mengajaknya bicara.
"Mas mau kemana?" teriak Ale yang melihat suaminya sudah naik motornya dan kabur.
Ia melirik pedagang warteg tersebut dengan tajam, berdiri lalu menggebrak mejanya dengan kasar.
"Eh mba, jangan gangguin suami orang dong. Sok cakep aja," ujar Ale melabrak pedagang tersebut.
"Siapa suruh gak bisa masak? Kan, suaminya jadi makan disini," sahut si mba pedagang itu dengan tenang tanpa rasa takut sedikitpun.
Alesia semakin terbakar amarah, ia tak menyangka dengan sahutan janda tersebut.
"Eh neng ale, jangan sok hebat. Aku tahu loh kamu juga merebut calon suami kakak tirimu, pelakor harus dibalas pelakor dong," lagi janda itu meledeknya.
"Gue gak rebut dia, dia sendiri yang mau menikahi gue. Paham lo!" ujar Ale semakin berang, ia memutar badannya hendak pergi namun kakinya ternyata terantuk kursi yang panjang.
"Aduh, sialan!" ringis Alesia memegang kakinya.
Sedangkan si janda menertawakannya, sayangnya lagi sepi kalo rame pasti pada ngetawain neng ale-ale. Pasalnya udah pada nge-ghibahnya karena tak bisa masak, ilham blak-blakan alasan makan di warteg yang bukan kebiasaannya sama sekali.
Alesia pergi dengan perasaan dongkol, bibirnya dipenuhi sumpah serapah akibat kejadian hari ini yang sangat menguras tenaga, apalagi cuaca yang tengah panas-panasnya menambahkan gerah kepanasan dalam diri alesia yang membuncah.
Sialnya, pulang tak ada satupun ojek yang lewat membuatnya harus berjalan pulang dibawah teriknya matahari.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam harinya, Gala mulai aktif kembali bekerja walau sebentar saja karena jika dibiarkan lama akan menumpuk dimejanya, dengan wajah serius ia memeriksa berkas yang dibawakan arhan kerumah sakit.
Lalu syahla, gadis itu sibuk mencari tahu tentang keluarga Askara, ia baru tahu jika ternyata suaminya penerus perusahaan besar yang sudah masuk kedalam pengusaha muda terbaik.
Dalam internet foto gala begitu gagah dan tampan membuat syahla tersenyum sendiri, jempolnya menyentuh gambar tersebut yang ia save sendiri di galeri.
"Apa senyum-senyum sendiri?" tanya Gala yang melihat istrinya semakin aneh saja.
"Gak apa-apak, aku cuma lihat video lucu," sahut Syahla tanpa menoleh.
"Jangan lihat wajah pria idol, gue gak suka," komen Gala dengan cemberut.
"Dih, dibilangin lihat video lucu," ujar Syahla lagi masih tanpa menoleh pada gala.
Gala merasa diabaikan, ia pun mencari ide agar syahla memperhatikannya bukan memainkan hp-nya terus.
"Sya, ambilkan gue minum. Haus ini," pinta gala lalu berdehem pura-pura kehausan.
"Di nakas samping kamu, mas," jawab Syahla tanpa mencemaskan suaminya.
Mata Gala melebar, ia ingin diperhatikan malah tak dianggap sama sekali. Ia mengambil gelas yang ada air putihnya lalu meneguknya, ia pun kembali menaruh gelasnya ke tempat tadi dengan sedikit kasar, hampir saja benda bening itu terjatuh kebawah.
"Sya, gue mau tidur udah ngantuk," pinta Gala lagi.
"Iya, silahkan," sahut Syahla masih dalam posisinya.
Gala semakin kesal dibuatnya, "Gue lagi sakit, sasa. elo gak mau ngurus gue," sentak Gala keluarkan kekesalannya.
Syahla menoleh, mendengar nadanya saja ia paham gala sedang kesal. Syahla menyudahi kegiatannya, menaruh ponselnya dan mendekati suaminya.
"Mas, mau apa?" tanya Syahla.
"Tidur," jawab Gala masih cemberut.
Syahla membereskan brangkarnya, menaruh beberapa berkas ke meja yang dekat sofa lalu merebahkan suaminya dengan pelan. Setelahnya ia hendak kembali ke sofa.
"Sasa," panggil Gala lagi.
Syahla yang mau melangkah pergi-pun mengurungkannya.
"Elo mau kemana?" tanya Gala.
"Gak kemana-mana, aku cuma mau duduk disana," jawabnya sembari menunjuk ke arah sofa.
"Tidur disini."Gala menepuk-nepuk kasur sebelahnya.
Syahla tertegun, "Eh, mas jang—" penolakannya menggantung saat gala menyelanya dengan penuh ceramah.
"Istri tak boleh menolak ajakan suami, kan. Ingat, malaikat juga ikut melaknatnya. Ayo tidur!" ujar Gala penuh penekanan.
Dengan ragu syahla menuruti keinginan suaminya, ia merebahkan badannya disamping gala yang tidur miring. Kini dua tubuh itu berada dalam satu selimut yang hangat, lebih hangat lagi jika dapat pelukan ditambah wajah mereka saling bertemu.
Gala memeluk syahla hingga tubuh mereka berhimpitan.
"Mas, ini rumah sakit," protes Syahla.
"Tak ada kebijakan, rumah sakit melarang pasutri tidur diranjang yang sama," sahut Gala lebih menjelaskan.
Cup
Gala menyentuh kening syahla dengan bibirnya lalu tersenyum.
Syahla hanya diam saja tak menolak ataupun mendorongnya, takut suaminya jatuh semakin memburuk keadaannya dan lama untuk tinggal di rumah sakit, sedang ia sendiri capek kudu bulak balik mengambil baju ganti dan menyerahkan baju kotornya ke laundry.
Namun tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, memunculkan sosok wanita yang menjadi pengasuh gala dan beberapa orang yang datang untuk menjenguk.
"Wei, ini rumah sakit. Dilarang bikin anak!" ujar Gandi dengan tidak sopannya.