NovelToon NovelToon
Kapten Merlin Sang Penakluk

Kapten Merlin Sang Penakluk

Status: sedang berlangsung
Genre:Action
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: aldi malin

seorang kapten polisi yang memberantas kejahatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aldi malin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

siapa dalang sebenarnya

Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.

Pesawat mendarat dengan tenang, namun suasana di dalam rombongan begitu berat. Petugas membawa peti jenazah Chen, diselimuti bendera sebagai penghormatan atas perannya dalam membongkar jaringan internasional itu—meski ia bukan aparat, namanya kini akan tercatat dalam sejarah kelam yang terungkap.

Di rumah orang tuanya, suasana duka menyelimuti. Aina berdiri paling depan saat upacara pemakaman berlangsung. Tatapannya tak pernah lepas dari liang lahat, dan saat peti diturunkan, ia bergumam pelan:

"Istirahatlah dengan tenang... kau sudah menebus semuanya."

---

Beberapa hari kemudian – Kantor Polisi Sektor Jakarta Timur.

Ruang rapat dipenuhi tumpukan berkas, peta, dan layar besar yang menampilkan bagan alur aliran dana. Aina—kembali sebagai Kapten Merlin—duduk di kursinya. Reno berdiri di sampingnya, matanya memandang tajam ke layar.

"Duka sudah kita lewati," kata Reno, "Sekarang waktunya kita menuntaskan ini."

Aina mengangguk. Wajahnya dingin dan fokus, penuh tekad.

"Chen sudah memberi kita peta terakhir," ucapnya sambil menunjukkan daftar nama dari flashdisk. "Mereka bukan cuma penyandang dana, mereka tokoh-tokoh besar. Ada pejabat, pengusaha, bahkan aparat bayangan."

"Jadi... kita hadapi yang di dalam negeri dulu?" tanya Reno.

"Tidak," jawab Aina. "Kita habisi dari akar—luar dan dalam. Kita bongkar semua. Dari Kamboja hingga Senayan."

Reno menatap Aina dengan kagum dan hormat.

Kapten Merlin telah kembali. Dan kali ini, tidak akan ada kompromi.

Kantor Polisi Jakarta Timur — Satu Minggu Setelah Pemakaman

Reno duduk sendirian di ruang data. Cahaya dari layar laptop menerangi wajahnya yang tegang. Ia membuka satu demi satu file dalam flashdisk peninggalan Chen. Semakin dibuka, semakin runyam benang merahnya.

“Ini... lebih dalam dari yang kita duga,” gumamnya.

Salah satu folder berisi daftar transfer dana mencurigakan dari rekening luar negeri ke sebuah yayasan fiktif. Dari yayasan itu, uang mengalir ke berbagai nama. Tapi satu nama mencolok—Dr. R. S., pejabat tinggi di kementerian yang selama ini dikenal bersih.

Reno segera mencetak dokumen itu dan membawanya ke ruangan Merlin.

“Kapten, kita punya masalah besar,” ucap Reno sambil meletakkan berkas di atas meja.

Aina membaca cepat. Matanya menyipit saat melihat nama-nama yang tercantum. Ada pejabat kementerian, direktur BUMN, dan bahkan mantan anggota dewan.

“Mereka bukan sekadar pelindung. Mereka operator,” kata Aina.

“Kalau benar... kita berhadapan dengan sindikat elit.”

“Dan satu hal lagi…” Reno mengambil map tambahan.

“Salah satu nama di daftar ini juga ada di daftar peserta rapat pengamanan misi Kamboja.”

Aina menatap Reno.

“Kau maksud... pengkhianat itu ada di antara orang-orang kita?”

Reno mengangguk. “Bisa jadi, Kapten. Ada yang membocorkan jadwal pengawalan Chen. Bisa jadi… itu penyebab ledakan.”

Aina berdiri dari kursinya. Tangannya mengepal, matanya menatap tajam ke arah jendela kantor yang menghadap ke hiruk-pikuk ibu kota.

"Presiden harus tahu masalah ini," ucapnya pelan tapi tegas.

"Kalau kita biarkan, negara ini bisa tumbang dari dalam."

Reno memandangnya, menyadari bahwa langkah mereka sekarang bukan lagi penyelidikan biasa—ini soal integritas negara.

"Kita perlu strategi. Ini bukan cuma soal hukum, ini soal politik," ujar Reno sambil menurunkan nada suaranya. "Kalau kita salah langkah, bisa-bisa kita yang disingkirkan duluan."

Merlin mengangguk.

"Aku akan minta pertemuan langsung dengan Presiden."

"Kita bawa semua bukti—daftar transfer dana, jaringan situs, pengakuan Chen, dan catatan dari Interpol."

---

Istana Negara — Dua Hari Kemudian

Aina datang mengenakan seragam lengkap, membawa satu map hitam berisi dokumen terpenting dalam kariernya. Di ruang tunggu Istana, ia duduk tegak. Sekretaris Kepresidenan menjemputnya.

"Kapten Merlin, Bapak Presiden siap menerima Anda sekarang."

Langkahnya mantap memasuki ruang rapat terbatas. Presiden berdiri menyambutnya, ekspresinya serius.

"Selamat pagi, Kapten. Saya dengar Anda membawa sesuatu yang penting?"

Aina meletakkan map di atas meja.

"Bukan hanya penting, Pak. Ini menyangkut nyawa rakyat… dan masa depan negeri ini."

Kantor Polisi Jakarta Timur — Malam Hari

Langkah kaki Aina terdengar cepat memasuki kantornya. Baru saja kembali dari Istana, harapannya membumbung tinggi. Tapi setibanya di ruangannya, sebuah amplop bersegel resmi sudah tergeletak di mejanya. Stempel Sekretariat Negara tercetak jelas.

Aina membuka amplop itu. Matanya menyapu cepat baris demi baris.

Wajahnya langsung tegang.

“Apa ini…?”

Reno yang masuk tak lama kemudian, melihat raut wajah Aina.

“Kenapa, Kapten?”

Aina menyerahkan surat itu tanpa berkata sepatah kata pun. Reno membaca keras:

"Sehubungan dengan penyelidikan kasus jaringan kriminal lintas negara, per 10 Mei, seluruh keterlibatan Tim Khusus Jakarta Timur dinyatakan nonaktif dari kasus. Kasus ini akan ditangani oleh Tim Gabungan Nasional yang dibentuk langsung oleh Presiden dan DPR."

"Dengan ini, segala akses dan dokumen kasus akan diambil alih oleh Tim Gabungan tersebut."

Reno mengangkat wajahnya, bingung.

"Apa maksudnya ini? Kita disingkirkan?"

Aina mendesah pelan, menatap layar komputer yang masih menyala. Data flashdisk itu kini menjadi milik "negara". Tapi siapa negara itu? Dan siapa yang ada di balik "Tim Gabungan"?

"Mereka ingin bungkam kita..." bisik Aina.

"Ini bukan soal keadilan. Ini soal kontrol."

Ruang Tamu Kantor Polisi Jakarta Timur — Tengah Malam

Reno duduk di depan Aina, gelas kopi di tangannya sudah dingin sejak sejam lalu. Tatapannya tajam, pikirannya penuh strategi.

Buk… kita gak bisa cuma nunggu. Kita tahu terlalu banyak. Dan mereka tahu kita tahu. Kalau kita pasif, kita bisa jadi target selanjutnya."

Aina tidak menjawab segera. Ia menatap ke luar jendela. Jakarta malam itu terlihat tenang, tapi pikirannya bergolak seperti badai.

"Aku tahu, Ren," ucapnya pelan. "Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk bergerak. Kita sudah serahkan semua data ke istana. Kalau sekarang kita buat gerakan diam-diam, mereka bisa tuduh kita sabotase."

Reno mendekat sedikit.

"Lalu kita biarkan mereka mainkan semuanya? Bagaimana kalau Tim Gabungan itu hanya boneka dari dalang yang sebenarnya?"

Aina menatap Reno. Tatapannya dalam dan tegas.

"Justru karena itu. Kita amati mereka dari luar. Kita lihat siapa yang pertama kali mereka tangkap. Kita lihat siapa yang mereka lindungi. Dan dari situ, kita bisa tahu siapa musuh sebenarnya."

Reno terdiam. Perlahan, ia mengangguk.

"Kita tunggu... tapi jangan terlalu lama, Kapten. Dunia gelap ini gak sabar menelan yang diam."

Aina tersenyum tipis.

"Dan dunia juga tak siap kalau api ini kembali menyala."

Kantor Kepolisian Jakarta Timur — Ruang Briefing

Semua petugas berhenti sejenak dari aktivitas mereka. Tatapan terpaku ke layar televisi yang menggantung di sudut ruangan. Di sana, breaking news terpampang besar: "PEJABAT TINGKAT MENTERI DAN JENDERAL POLISI DITANGKAP DALAM KASUS MEGA SIBER KRIMINAL."

Wajah para tersangka ditampilkan satu per satu. Beberapa nama dan wajah yang selama ini disegani, kini menjadi pesakitan.

Kemudian, siaran langsung pidato presiden muncul. Suaranya menggelegar memenuhi ruangan:

"Saya tidak peduli siapa mereka. Saudara, kerabat, atau jenderal sekali pun. Jika berani bermain-main dengan kedaulatan negara ini—akan saya habisi. Indonesia bukan tempat untuk para pengkhianat!"

Tepuk tangan dan sorak sorai menggema. Para petugas berdiri, beberapa bahkan meninju udara dengan semangat. Reno ikut bertepuk tangan pelan, lalu melirik Buk Merlin yang hanya tersenyum tipis.

"Buk," kata Reno dengan nada bangga, "akhirnya."

Merlin mengangguk.

"Ini baru awal, Ren. Tapi setidaknya, hari ini... kita menang."

Tatapan keduanya bertemu. Dalam diam mereka tahu, perjuangan ini belum berakhir. Tapi untuk saat ini, mereka boleh menikmati rasa puas dari sebuah kebenaran yang akhirnya ditegakkan.

Kantor Kepolisian Jakarta Timur — Setelah Siaran Langsung Presiden

Tepuk tangan perlahan mereda. Para petugas mulai kembali ke tugas masing-masing, tapi atmosfer kemenangan masih menggantung di udara.

Buk Merlin berdiri mematung di tengah ruangan. Senyumnya perlahan menghilang, tergantikan oleh sorot mata tajam. Di tangannya, sebuah flashdisk kecil masih tergenggam erat—flashdisk yang dulu diselipkan Chen sebelum kematiannya.

Ia tahu... ini belum selesai.

Merlin berjalan pelan menuju ruang kerjanya. Reno menyusul dari belakang, memperhatikan ekspresi atasannya yang kembali serius.

"Masih ada yang mengganjal ya, Buk?" tanya Reno pelan.

Merlin tidak menjawab langsung. Ia hanya menatap flashdisk itu sejenak, lalu berkata lirih, "Chen tidak menyerahkan nyawanya untuk hanya menangkap separuh pelaku."

Ia menatap Reno dengan sorot dingin namun penuh tekad.

"Pengkhianat itu belum semua tertangkap, Ren. Aku bisa merasakannya. Dan kita akan cari mereka... satu per satu."

1
aldi malin
terima kasih semoga ikutin episode berikutnya
Lalula09
Dahsyat, author kita hebat banget bikin cerita yang fresh!
うacacia╰︶
Aku sangat penasaran! Kapan Thor akan update lagi?
aldi malin: oke ...dintunggu ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!