bagaimana jika seorang CEO menikah kontrak dengan agen pembunuh bayaran
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
penyerangan pada viona
Entah mengapa sejak pagi Viona merasa gelisah. Langkahnya mondar-mandir di ruang kerja yang luas namun terasa sesak. Ia menatap keluar jendela, hujan rintik turun membasahi kaca, seolah langit pun ikut resah.
“Nyonya, sudah waktunya kita berangkat,” ucap Jaki, pengawal pribadi yang selalu setia di sisinya.
“Felix ikut?” tanya Viona cepat.
“Tidak, Nyonya. Beliau ada agenda lain,” jawab Jaki dengan nada hati-hati.
Viona mengangguk pelan, tapi sorot matanya menyiratkan keraguan yang belum tuntas.
“Ya sudah, ayo berangkat.”
“Nyonya... jika Anda ragu, biar saya saja yang pergi,” tawar Jaki sopan.
Viona menggeleng, tatapannya mengeras. “Tidak. Aku harus menyaksikan sendiri kematian Alesandro.”
Jaki diam sejenak, lalu bertanya dengan suara pelan, “Maaf, Nyonya... apakah Anda benar-benar yakin orang yang kita eksekusi adalah Alesandro?”
“Sudahlah,” sahut Viona, nada suaranya tinggi. “Apa yang perlu diragukan dari Felix? Selama ini, semua pekerjaannya selalu akurat. Tanpa dia, mungkin aku tak akan sanggup memimpin perusahaan peninggalan mendiang suamiku.”
Ia turun dari ruang kerjanya, langkahnya diiringi puluhan bodyguard. Sejak Wijaya meninggal, paranoia menjadi sahabat akrab Viona. Ia tak mempercayai siapa pun selain Felix dan Bagus. Renata dan Andika? Mereka hanya beban. Tak becus menyelesaikan masalah perusahaan, apalagi menghadapi tekanan sebesar ini.
Ponselnya bergetar beberapa kali. Nama andika tertera di layar.
Viona mendecak kesal. “Kenapa anak tak berguna ini menelepon terus?”
Ia menatap layar ponsel itu lama, sebelum akhirnya memencet tombol tolak panggilan. Ada misi yang lebih penting hari ini: memastikan sendiri bahwa Alesandro, musuh lamanya, telah tiada. Namun, hatinya tetap tak tenang—seperti ada yang akan lepas dari kendali.
Konvoi kendaraan mewah keluar dari gedung perkantoran Viona, menuju Pelabuhan Tua di sudut tersembunyi Singapura. Langit mendung menggantung rendah, menambah nuansa suram di dalam mobil utama yang ditumpangi Viona. Ia duduk tenang di luar, tapi tangannya menggenggam tas erat-erat.
“Jaki, apakah kamu sudah memastikan keamanan jalur ini?” bisiknya gelisah.
“tuan bagus dan felx sudah memastikan keamanan jalur ini nyonya, saya tidak diperkenankan memastikan nyonya” ucap jaki sedikit menyesal
“kalau bagus dan felix yang sudah memastikan berarti aman” ucap viona
Namun firasat Viona tak bisa dibungkam. Dadanya sesak, pandangannya gelisah ke luar jendela, ke jalanan yang semakin sepi.
Belum sempat ia berkata lagi, suara ledakan mengguncang jalanan. BOOM! Sebuah mobil pengawal di depan meledak, tubuhnya terangkat sesaat. Asap dan api membumbung, disusul rentetan tembakan dari gedung tua di kiri jalan.
“Serangaaaan!” Jaki berteriak, langsung menarik pistolnya.
Peluru beterbangan. Beberapa bodyguard roboh satu per satu, terjebak dalam hujan peluru. Mobil Viona melaju kencang, berusaha menembus kepungan. Di tengah kekacauan, Viona menunduk.
Viona melirik ke arah belakang “alesandro” gumamnya
“ini kenapa anak buah alesandro bisa mengikuti kita jaki” ucap viona
“saya kurang faham nyonya, terakhir tadi pagi kami melakukan cek ulang lokasi kondisi masih aman nyonya” ucap jaki sambil fokus melihat situasi
Viona merogoh ponsel, mencoba menghubungi satu-satunya orang yang ia percaya—Felix. Tapi layar hanya menampilkan satu kata: Tidak Aktif.
“Tidak mungkin… ke mana dia?!”
Mobil menukik tajam, dikejar dua kendaraan tak dikenal dari belakang. Tembakan menghantam sisi mobil, membuat kaca pecah.
“Cepat! Kita harus ke jalan alternatif!” teriak Jaki.
Namun satu per satu pengawal Viona tumbang. Mobil mereka dihantam peluru dan ranjau. Kini hanya tersisa satu mobil: mobil Viona.
Mobil Viona meluncur ke lorong sempit di antara kontainer-kontainer tua. Asap tipis mengepul dari kejauhan. Jalan di depan mereka tiba-tiba buntu. Jaki menginjak rem mendadak.
“Tidak ada jalan!” serunya panik.
Dari balik bayangan kontainer, puluhan pria bertopeng bermunculan, senjata teracung ke arah mereka.
“Keluar atau kami tembak!” suara berat menggema, mengguncang keberanian siapa pun.
Viona ketakutan. Tangan gemetarnya mencengkeram pundak kursi depan.
Namun, suara klakson keras memecah ketegangan.
Sebuah truk hitam menerobos dari arah belakang, disusul tiga mobil SUV. Pintu-pintu terbuka cepat. Orang-orang bersenjata keluar, dipimpin oleh Andika, Robert, dan Budi.
“Lindungi Oma!” teriak Andika, langsung menembak ke arah penyerang.
Baku tembak sengit pecah di lorong sempit itu. Para penyerang terdesak mundur. Salah satu dari mereka berteriak,
“Ledakkan sekarang!”
BOOM!
Mobil yang ditumpangi Viona meledak keras. Api menjulang, membakar udara malam.
Andika menjerit, “OMA!”
Wajahnya pucat. “Sial, aku terlambat!” gerutunya, berlari mendekat.
Namun, dari balik asap tebal, sosok Viona muncul, batuk-batuk sambil dituntun Jaki.
“Oma!” Andika menghampiri, langsung memeluknya erat. “Syukurlah...”
“Cucuku... kamu datang tepat waktu,” lirih Viona.
“Maaf, Oma. Hampir saja aku terlambat.”
Budi membisikkan sesuatu di telinga Viona. Andika menimpali, “Oma harus segera ganti pakaian. Sekarang.”
Viona sempat ragu, lalu menatap mata Andika. Tatapan itu... begitu mirip dengan mendiang suaminya, Wijaya.
“Baiklah... antar aku ke tempat aman dulu.”
Di sebuah ruangan belakang, Rahayu membantu Viona berganti pakaian.
“Siapa kamu?” tanya Viona curiga.
“Saya ibunya Amira, Nyonya,” jawab Rahayu tenang.
Viona menyerahkan baju lusuhnya. “Ini…”
“Sekalian ponsel dan tasnya, Nyonya,” kata Rahayu.
“Kamu mau merampok aku?”
“Hehe... tasnya sudah gosong, bajunya robek. Nanti saja saya rampok kalau Nyonya pakai yang bagus,” canda Rahayu.
Viona menatapnya tajam. “Kamu benar-benar... mirip Amira.”
Rahayu tersenyum, menyerahkan tas dan ponsel Viona kembali.
Budi mengambil sapu tangan dari saku jasnya, lalu dengan hati-hati membungkus baju bekas Viona yang telah robek dan beraroma asap. Ia menambahkan tas tangan serta ponsel Viona, lalu menaruh semuanya dekat reruntuhan mobil yang masih mengepulkan asap di pelabuhan tua. Dari kejauhan, api masih menyala, menciptakan ilusi bahwa Viona telah tewas dalam ledakan.
Sementara itu, Viona masuk ke dalam mobil SUV yang dikendarai Andika. Ia duduk di kursi belakang bersama cucunya, sementara Budi mengambil posisi di kursi depan sebagai navigator.
“Kita harus ke pelabuhan,” ucap Viona tiba-tiba, nada suaranya tegas.
“Mau ngapain, Oma?” tanya Andika sambil menyalakan mesin.
“Aku mau eksekusi Alesandro sekarang juga,” jawab Viona dingin.
Andika tertawa kecil, sinis. “Hehe… Oma sudah dibohongi oleh Felix. Alesandro nggak ada di pelabuhan tua.”
Viona menoleh cepat. “Tidak mungkin! Dia… dia tidak mungkin berkhianat!”
“Oke, kita buktikan saja,” kata Andika tenang. “Budi, arahkan ke pelabuhan.”
Mereka meluncur ke lokasi dengan kecepatan tinggi. Sesampainya di sana, tempat itu kosong. Tak ada siapa pun.
“Gila… jadi ini semua ulah Felix?” gumam Viona, suaranya pecah—antara kecewa dan hancur.
“Kita harus kembali ke kantor, Dika,” ucap Viona tegas.
“Jangan dulu, Nyonya,” sela Budi dari kursi depan.
Viona menoleh tajam. “Siapa kamu? Kenapa ikut berkomentar?”
“Dia… bapak mertuaku, Oma. Semua ini dia yang atur,” jawab Dika tenang.
“Aku ingin menghancurkan Felix sekarang juga! Berani-beraninya dia berkhianat padaku!” Viona hampir berteriak, amarahnya meluap.
“Biarkan mereka merasa menang dulu, Nyonya,” ujar Budi, tenang namun tajam. “Saat ini Nyonya belum tahu siapa lawan dan siapa kawan yang sebenarnya. Percayalah, sebentar lagi, musuh-musuh Nyonya yang tersembunyi akan muncul satu per satu.”
Hening. Suasana di dalam mobil berubah sunyi. Hanya suara napas yang terdengar.
Viona menatap ke luar jendela, pikirannya berputar cepat.
“Baiklah… aku ikut pengaturanmu, Dika,” ucap Viona akhirnya, dengan suara berat.
...
Kita ke alecia
Alecia merasa begitu dekat dengan amira, beberapa kali aston mengingatkan kalau amira adalah orang berbahaya tapi alecia tidak bisa membohongi batinya, dia merasa ada hubungan spesial antara dirinya dan amira, maka secara diam-diam dia melakukan tes dna dengan amira.
,,,,
Amira kini berada dalam mobil hitam bersama Alesandro dan beberapa pengawalnya. Suasana di dalam mobil sunyi, hanya deru mesin yang terdengar.
“Mau dibawa ke mana aku?” tanya Amira curiga, menatap tajam ke arah pria di sampingnya.
“Aku ingin mengajakmu ke sebuah tempat,” jawab Alesandro datar, tanpa menoleh.
Amira mendengus pelan. Andai dia benar ayahku, akan aku pukuli dulu sampai babak belur baru kuakui dia sebagai ayah, batinnya geram.
Setibanya di sebuah gedung tua di pinggiran kota, Amira dipaksa turun. Ada puluhan bodyguard bersenjata berdiri berjaga, suasana terasa mencekam. Amira didorong masuk ke dalam sebuah ruangan besar, dan kini ia berdiri di tengah, dikelilingi banyak pria bertubuh kekar.
Alesandro berjalan pelan ke depan Amira. Tatapannya tajam.
“Aku tahu kamu bagian dari jaringan mafia perdagangan anak. Aku membenci mereka. Sekarang kamu muncul di keluargaku—aku yakin kamu punya niat jahat,” ucap Alesandro dingin.
Amira tersenyum tipis. “Wow, Anda tahu setengah tentang saya. Tapi kalau Anda membunuh saya sekarang… nyawa istri Anda yang akan melayang.”
“Berani kamu mengancamku?” teriak Alesandro, lalu mengacungkan pistol ke arah kepala Amira.
kena jebakan sendiri nih...
felix ini yang jadi tangan kanan oma viona yang berusaha menyingkirkan keluarga wijaya dan bagus akan dijadikan pewaris....
wah, keren nih ceritanya 👍 makin seru
lanjut dong thor...
dipihak allesandro ada si rio....
jadi ini semua adalah jebakan mereka yang pasti ada dalang utama nya... membuat dua kubu saling berselisih paham, semoga cepat terbongkar...
kira2 siapa ya ? apa jangan2 yang disebut ayah oleh si bagus .....
lanjut dong thor❤️
allesandro tidak tahu kalau amira anaknya, tanpa disadari hasil TEs DNA sudah di sabotase....
alecia selidiki lebih lanjut tentang amira,,,
coba tes Dna ulang kembali pasti 99,9%.
siapa yang disebut bagus adalah ayah???
setiap kesalahan yang mengenai oma viona pasti dicuragai allesandro....
benarkan sudah disabotase hasil Tes DNA milik amira....
semoga secepatnya terbongkar kebusukan mereka....
tapi kenapa yah oma viona selalu menuduh allesandro setiap ada masalah perusahaan? dan bagaimana nasib andika selanjutnya