Dirga. Dia adalah pemuda lupa ingatan yang tak pernah bermimpi menjadi pendekar. Tapi ternyata Dewata berpikiran lain, Dirga ditakdirkan menjadi penyelamat Bumi dari upaya bangsa Iblis yang menjadikan Bumi sebagai pusat kekuasaannya. Berbekal pusaka Naga Api yang turun dari dunia Naga, dia berkelana bersama Ratnasari memberantas aliran hitam sebelum melawan Raja Iblis.
Lalu bagaimana akhir kisah cintanya dengan Ratnasari? Apakah Dirga akan setia pada satu hati, ataukah ada hati lain yang akan dia singgahi? Baca kisah selengkapnya dalam cerita silat Nusantara, Pusaka Naga Api. ikuti kisah Dirga hanya ada di disni wkwk. kalau ada kesamaan atau tempat author minta maaf mungkin hanya sekedar sama aja cerita nya mungki tidak, ikuti kisahnya dirga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
"Kami berani bersumpah tidak berkata bohong, Pendekar. Silahkan bunuh kami jika memang kami berbohong." Teman Rengga ikut menimpali pembicaraan.
"Baiklah. Kalau begitu kita berangkat sekarang. Di mana kuda kalian?" tanya Dirga.
Rengga menunjuk tempat di mana dia dan kedua temannya mengikat kuda mereka.
"Ayo kita ke sana. Nanti kalian berkuda saja. Aku dan Sarwana akan mengikuti dari belakang." Pungkas Dirga sambil menepuk pelan bahu kera besar di sampingnya.
Rengga tidak hendak bertanya lebih jauh dengan apa mereka menyusul dari belakang. Setahunya, pendekar yang mempunyai kemampuan tinggi memiliki kemampuan ilmu meringankan tubuh yang mumpuni.
Detik demi detik berjalan dengan begitu cepat. Saat malam sudah menggantikan siang untuk merajai bumi, rombongan Ronggo akhirnya tiba di depan pintu gerbang perguruan Rajawali Iblis.
Mendapati kedatangan Pendekar dari aliran putih, beberapa anggota yang berjaga di pintu gerbang segera memasang sikap siaga. Mereka mencabut pedang dan mengarahkannya kepada Ronggo dan rombongannya.
"Berhenti kalian!" bentak seorang penjaga pintu gerbang.
Ronggo segera memasang sikap ramah dan bersahabat kepada para penjaga tersebut.
"Tolong sampaikan kepada Tetua Reksapati, aku datang tidak untuk bermusuhan. Tapi memberikan penawaran yang baik kepadanya."
Melihat tidak ada sikap permusuhan ditunjukkan Ronggo, beberapa orang anggota yang bertugas menjaga pintu gerbang, akhirnya menyuruh rombongan kecil dari perguruan Pedang Cahaya itu tetap di situ.
Satu orang anggota memasuki komplek perguruan untuk memberitahu kedatangan ketua perguruan Pedang Cahaya kepada Reksapati.
Mendapati sikap Ronggo yang begitu hangat kepada mereka, para murid anggota yang diberi tugas menjaga pintu gerbang akhirnya bisa sedikit percaya kalau Ronggo memang tidak mempunyai niat buruk dengan kedatangannya.
"Tetua dan rombongan tolong tunggu di sini sebentar! Aku akan melaporkannya kepada ketua," kata seorang dari mereka.
Lelaki tua itu tersenyum meski hatinya begitu geram. Baru kali ini dia harus beramah-tamah dengan seseorang yang secara kedudukan jauh di bawah dirinya. Tapi itu harus dia lakukan, sebab selain dia kini berada di kompleks perguruan aliran hitam terbesar bagian selatan, dan dia juga harus bisa menahan driri sampai tujuannya tercapai.
Seorang murid anggota membuka pintu gerbang dan bergegas masuk ke dalam.
Di sebuah ruangan yang lumayan luas, seorang lelaki muda sekira berusia 30 tahun duduk di sebuah kursi yang cukup mewah untuk ukuran sebuah perguruan. Di depannya, dua orang lelaki yang secara umur bisa dibilang jauh lebih tua, tertunduk penuh hormat ketika lelaki muda itu sedang berbicara.
"Sekarang katakan padaku, Sunarya ... Bagaimana bisa anggota kita tidak kembali sampai detik ini? Kau sebagai penanggung jawab dalam tugas yang kuberikan tempo hari, bukan?"
"Mohon maaf, Ketua. Hamba sebenarnya sudah memberi perintah kepada dua orang teliksandi terbaik kita untuk mencari keberadaan mereka,dan keduanya juga baru kembali sekitar satu jam yang lalu," jawab lelaki tua berjenggot panjang bernama Sunarya.
"Lalu apa hasilnya?"
"Mereka bilang jika begitu banyak jasad pendekar yang terbunuh di dalam hutan, Ketua. Karena ketakutan, mereka berdua pun akhirnya kembali utnuk mengabarkannya kepadaku," balas Sunarya, dengan wajah tertunduk.
"Goblok! Sejak kapan aku pernah mengajari anggotaku menjadi seorang pengecut. Mereka berdua harus diberi hukuman. Panggil mereka berdua!" bentak lelaki yang merupakan ketua perguruan Rajawali Iblis. Dialah Reksapati, seorang pendekar yang berjuluk Rajawali Hitam.
Julukannya itu merujuk pada pedangnya yang bergagang kepala burung Rajawali berwarna hitam.
Di antara 8 pendekar aliran hitam terkuat yang masuk dalam catatan, Reksapati berada di posisi buncit. Meskipun berada di posisi buncit, bukan berarti Reksapati bisa dianggap lemah. Dia adalah pemimpin aliran hitam di wilayah bagian selatan.
Apalagi dia memiliki ajian yang bisa membuatnya awet muda meski umurnya sudah memasuki 1 abad.
Sunarya menelan ludahnya. Sebelum berjalan keluar dari ruangan, lelaki tua itu menundukkan kepalanya memberi hormat. Dia tidak bisa berpikir apalah hukuman yang akan diberikan pemimpinnya itu kepada dua teliksandi yang merupakan anak didiknya.
Belum juga Sunarya memegang gagang pintu, terdengar ketukan pelan dari luar.
Suara berderit pelan terdengar ketika lelaki tua yang berjenggot panjang itu membukanya.
Terlihat salah satu murid anggota yang berjaga di pintu gerbang sedang berdiri di depan pintu.
"Ada apa?"
"Mohon maaf, Tetua. Ada ketua perguruan Pedang Cahaya berkunjung kemari. Dia sedang menunggu di depan pintu gerbang."
Sunarya mengernyitkan dahinya. Pikirannya dihinggapi sebuah pertanyaan, kenapa ketua perguruan aliran putih mendatangi sebuah perguruan aliran hitam yang sudah jelas berseberangan.
"Apa dia memberi alasannya?"
"Katanya dia meminta bekerjasama dan memberi penawaran, Tetua?"
"Penawaran apa?" sahut Sunarya cepat.
"Mohon maaf, Tetua. Bukan kapasitasku untuk bertanya tentang hal itu. Aku takut dikira melangkahi wewenang yang seharusnya."
Sunarya tersenyum lebar. "Bagus ... bagus...!"Lelaki tua berjenggot panjang itu kemudian membalikkan badannya dan berjalan menuju Reksapati yang sedang memandangnya penuh pertanyaan.
"Ada laporan apa?"
"Maaf, Ketua. Ada Ki Ronggo ketua perguruan Pedang Cahaya ingin bertemu ketua," jawab Sunarya. Dia benar-benar tidak berani sedikitpun mengangkat wajahnya saat berhadapan dengan ketuanya tersebut.
"Ronggo?" Reksapati menyatukan kedua alisnya. "Apa dia tidak sedang salah tujuan?"
"Sepertinya tidak, Ketua. Laporan yang aku tetima mengatakan jika Ki Ronggo ingin menawarkan kerjasama dengan kita."
"Aku penasaran dengan kerjasama yang hendak dia tawarkan kepadaku." Reksapati menggaruk kepalanya pelan. "Ajak dia masuk! Tapi pastikan juga jika ini bukan jebakan. Jangan lupa periksa di luar perguruan, apakah ada anggotanya atau para pendekar aliran putih yang mungkin saja hendak menyerang kita."
"Baik, Ketua." Sunarya memberi hormat sebelum berjalan keluar.
Reksapati tentu tidak akan asal-asalan menerima kedatangan Ronggo. Baginya, adalah hal yang aneh jika ada perguruan aliran putih yang berniat bekerja sama dengan perguruan aliran hitam.
Sesampainya di depan pintu gerbang, Sunarya melihat sekeliling bagian luar perguruan untuk memastikan, apakah kedatangan Ronggo dan 4 muridnya itu apakah sebuah jebakan atau tidak.
Tapi karena keadaan begitu gelap dan tidak ada yang bisa dilihat selain warna hitam, Sunarya memutuskan untuk mengajak Ronggo masuk ke dalam.
"Silahkan masuk, Tetua Ronggo!"
"Terima kasih, Tetua Sunarya." Ronggo memaksa senyum terkembang di bibirnya. Jika tidak karena ingin mempermulus ambisinya, dia tentu tidak sudi memberikan senyumnya kepada pendekar aliran hitam.
Mereka berdua kemudian berjalan memasuki komplek perguruan Rajawali Iblis yang begitu luas.
Ronggo tercenung melihat betapa besar dan luasnya perguruan aliran hitam yang kini sedang dimasukinya. Bahkan luas perguruannya saja luasnya tidak sampai separuh dari luas perguruan yang kini sedang dimasukinya itu.
Selain itu dia juga melihat begitu banyak aktifitas anggota perguruan yang jumlahnya jauh lebih banyak dari anggotanya.
Sesampainya di depan ruangan khusus pertemuan perguruan Rajawali Iblis, Sunarya mengetuk pintu dengan pelan sebelum membukanya.