Xaviera marcella, Remaja usia 17 tahun harus menerima nasib yang buruk. di mana dia tinggal di panti asuhan, selalu dibully dan dijauhi. ia tumbuh menjadi gadis yang pendiam. suatu hari, ia bermimpi bertemu dengan gadis cantik yang meminta pertolongan padanya. itu berlangsung sampai beberapa hari. di saat ia sedang mencari tahu, tiba-tiba kalung permata biru peninggalan ibunya menyala dan membawanya masuk ke sebuah dimensi dan ia pun terhempas di jaman peradaban. hari demi hari ia lalui, hingga ia bertemu dengan gadis yang ada di mimpinya. ternyata gadis tersebut merupakan seorang putri dari negeri duyung. ia pun dijadikan pengawal utama untuk melindungi putri duyung itu.
gimana kisah selanjutnya? akankah Xaviera mampu menjaga putri duyung itu? ikuti kisah selanjutnya hanya di sini🥰
NO PLAGIAT!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bala bantuan balas dendam
Xaviera masih terfokus pada latihannya untuk bersemedi sembari berdiri satu kaki di bambu kecil. ia sudah mulai menyeimbangi badannya dan bisa berdiri di atas bambu yang berkuran 1 meter itu. Anvi ersenyum ketika Xaviera mulai bisa berdiri dengan satu kaki di bambu yang berukuran tinggi 1 meter. lalu ia menambah ukuran tinggi tersebut sehingga menambah kesulitan, ia kembali terjatuh saat bertambah tinggi bambu tersebut.
Brug...
"Aduuhhh.. Nona Anvi, kenapa seperti ini?"
"Semedi harus bisa berdiri satu kaki dengan bambu berukuran minimal 20 meter. dan ntuk melatih tersebut harus bertahap dari yang terkecil dahulu. lakukanlah, aku yakin kamu pasti bisa."
Nafas Xaviera tersengal akibat latihan tersebut. ia pun menelan salivanya lalu mengangguk dengan teguh. "Baiklah akanku coba-.."
Bhooomm....
Mereka berdua berhenti sejenak saat mendengar suara aneh yang lumyan besar. "Suara apa itu?" tanya Xaviera.
"Sepertinya itu berasal dari luar, sudah tidak apa.. kamu bisa lanjutkan latihan. aku akan kembali kemari ketika kamu sudah mampu berdiri di ketinggian 20 meter."
"Baik nona.. "
Anvi memutuskan pergi dari area itu untuk memeriksa Debbara yang seorang diri di dalam istana. sementara Xaviera tetap meneruskan latihan tersebut. ia berusaha kembali berdiri di atas bambu yang sudah di tambah ketinggiannya. bambu itu akan otomatis memanjang ketika ia sudah berhasil melakukannya.
***
Anvi segera mendekati kamar Debbara sebab ia ingin berenang jadi ia akan menemaninya. ia membuka pintunya dengan wajah ramah dan ia terkejut ketika putri sedang terduduk dan terlihat ada tanda merah di lehernya. dengan wajah khawatir ia menghampiri tuannya itu.
"Tuanku? apa yang terjadi? kenapa leher anda memerah? maafkan hamba tuanku, hamba tidak menjagamu dengan baik." ujarnya dengan penuh penyesalan.
Debbara yang sedang terdiam, melirik pada Anvi yang menunduk karena menyalahkan dirinya sendiri. ia pun kembali mengalihkan pandangannya pada yang lain. "Tadi John kembali datang menemuiku,"
Anvi membulatkan matanya saat mendengar penjahat itu kembali namun ia tidak mengetahuinya, "Apa? maafkan hamba tuanku, hamba-.."
"Tidak apa, kamu sudah izin untuk beristirahat sejenak dan aku keluar hanya karena ingin menikmati kesendirian. tapi entah darimana John datang. apa kamu sudah membenarkan perisai pertahanan? tapi, dengan perisai biru buatan gadis itu, aku bisa menyelamatkan diri dengan selamat."
Anvi terdiam mendengarnya, perisai buatannya lagi-lagi tidak bisa melindungi putri dengan maksimal namun berkat perisai biru itu, tuan putri masih tetap hidup. ia akan memperbaiki perisai itu dan akan meningkatkannya dengan mode maksimal. tapi sebelum itu, ia akan merawat tuan putri terlebih dahulu. lagi-lagi ia akan mengabaikan latihan yang ia lakukan pada Xaviera. namun ia yakin gadis itu akan belajar dengan sendirinya.
***
Terlihat bambu menjulang tinggi setinggi 20 meter tidak terjatuh. di atasnya ada Xaviera yang sedang bersemedi dengan satu kaki menginjak bambu tersebut. ya, Xaviera berhasil dengan cepat berdiri di atas bambu ramping itu tanpa kesalahan sama sekali dan tidak terjatuh. ia menutup kedua matanya dan meresapi udara yang menghembus diantaranya. ini adalah latihan konsentrasi dan keseimbangan. ini melatih agar dirinya bisa tetap fokus dan teliti. ketenangan hati sudah ia dapatkan dari bersemedi tersebut. ia pun segera membuka matanya dan menjatuhkan dirinya dengan gaya.
Tahap pertama sudah ia lalui, namun ia belum tahu latihan selanjutnya. ia pun kembali mengambil pedangnya dan menyingkirkan bambu tersebut. saat melihat pedang yang ia pegang, lalu terbesit di dalam otaknya sebuah mantra yang ia baca dari buku tersebut. ia pun mencoba mengkolaborasikan dengan pedangnya. ia kembali berlatih pedang dengan serius, ia menambah pergerakan pedang yang sangat sulit dilakukan dan iapun mencoba melatihnya agar bisa menguasai teknik tersebut.
Tapi saat mengkolaborasikan mantra itu, ia merasakan ada sesuatu yang sangat berat lalu ia pun terpental kembali. bahkan pedang yang ia pegang sampai terlepas dan melukai lengannya hingga berdarah.
"Akhhh..."
Ia pun menghentikan pergerakannya karena tangannya terluka. ia pun meringis kesakitan sebab la sayatan pedang itu lumayan dalam. namun seketika permata birunya kembali menyala dan mulai menyembuhkan lukanya, permatanya sudah berfungsi dengan baik dan menyembuhkan lukanya dengan aksimal. ia membuka kain di lengannya dan terkejut lukanya sudah sembuh.
"Sepertinya sudah berfungsi lagi.. hufftt, lebih baik aku berhenti dulu latihan ini. oh iya, suara tadi aku yakin tadi berasal dari wilayah ini. aku harus cek keadaan tuan putri sekarang juga."
Ia pun menyimpan pedangnya di tas pedang yang berada dipunggungnya, seketika ia berlari menuju ke dalam istana dan menaiki tangga untuk sampai ke lantai atas. ia menemukan sebuah pintu yang terbuka dan itu adalah kamar milik tuan putri Debbara.
"Tuan putri?"
Ia masuk perlahan ke dalam ruangan tersebut, lalu ia melihat Debbara sedang terbarng dan di temani oleh Anvi. ia pun terkejut melihat kondisi Debbara tersebut. dengan cepat ia masuk ke dalam kamar itu dan menemui tuan putri.
"Tuan putri? apa yang terjadi?"
Anvi dan Debbara seketika melihat ke arahnya yang baru saja tiba. "Xaviera?"
"Bukannya kamu sedang latihan? bagaimana dengan latihanmu?" tanya Anvi.
"Aku sudah melewati latihan itu nona Anvi, oh iya tuan putri.. apa terjadi sesuatu?"
"John datang kembali Xaviera, saat kita berdua sedang latihan dia menemui tuan putri secara diam-diam?"
"Apa?! lalu? apa tuan putri baik-baik saja."
"Karena perisai buatanmu, tuan putrii berhasil selamat. aku terima kasih sekali lagi padamu Xaviera."
Xaviera tersenyum ketika mendapatkan pujian, ia kembali tersadar lalu berdiri di samping kasur tuan putri. "Tuanku, sepertinya anda sedang gundah.. Apa anda ingin mendengarkan ceritaku? untuk menghiburmu saja. bagaimana apa anda ingin mendengarnya?"
Debbara pun terdiam, memang benar ia sedang gundah dan ingin menerima hiburan. biasanya hiburannya adalah berenang, tapi ia tidak bisa berenang sekarang. ia pun mengangguk menyetujuinya. Xaviera duduk di kursi kayu lalu mulai bercerita kisah dari masa depan, keseriusan Xaviera bercerita membuat Debbara dan Anvi pun terdiam mendengarkan ceritanya.
"Apa kalian tahu apa yang terjadi..."
"ha.. ha.. lanjutkan." Mereka bertiga kembali berkumpul bersama dalam satu ruangan dan tidak ada jarak diantara mereka. keduanya masih memantau cerita yang sedang dilanjutkan oleh Xaviera.
***
Sementara John yang kembali ke goa pergi menemui gurunya, ia menceritakan soal perisai biru yang membentang memenuhi istana tersebut. kali ini ia tidak bisa melakukannya sendirian, ia harus membawa seseorang untuk membantunya menghancurkan perisai itu lalu membunuh Debbara.
"Bagaimana guru, aku ingin mendapatkan Debbara. perisai itu tidak akan membiarkanku masuk. pasti dia tidak akan keluar dari istana lagi.
"Maka dari itu, susunlah rencana yang matang John.. baiklah aku akan membantumu. aku akan meminta para muridku untuk membantumu. bawalah nanti untuk menjadi bawahanmu untuk menghabisi wanita itu."
John terkejut sebab gurunya ingin menolongnya, lalu gurunya itu mulai memanggil murid-muridnya yang lain. seketika ada 7 pria berbadan besar mulai keluar satu persatu dan memberikan hormat pada gurunya.
"Hormat kami untukmu guru, apa yang anda inginkan dari kami?"
Dari duduknya, guru itu mulai berdiri di hadapan murid-muridnya itu. "Kalian semua, bantulah dia. setelah kalian selesai membantunya, akan kuberi kalian ilmu sihir yang hebat."
"Benarkah guru?" lalu pandangan mereka jatuh pada John, dan mereka kembali mengalihkan pandangannya pada guru itu. "Baiklah guru, kami akan membantunya.. tolong berkahi kami."
Guru itu memasang tangan di depannya seakan memberkan berkat, John tersenyum menyeringai ketika 7 pria itu membantunya. pasti ia akan berhasil dengan membawa mereka bersamanya untuk menghabisi Debbara termasuk gadis itu.
***
Hari sudah malam, Xaviera dengan gontai menuju ke kamarnya. sedari tadi ia memegangi mulutnya karena kelelahan bercerita. tak dipercaya putri Debbara malah menyukai ceritanya dan meminta bercerita sampai malam. ia pun sudah mulai memasuki kamarnya dan tak lupa menutup pintu kamarnya. ia mengambil segelas air karena tenggorokannya kering, lalu menggoyangkan mulutnya agar tidak kaku. setelah tidak sakit kembali, ia pun menghela nafas lelahnya.
"Aduh tuan putri, kalau ingin dengar ceritapun janganlah begini.. hah untungnya mulutku baik-baik saja, eh-.."
Matanya memandangi buku yang misterius itu. tangannya kembali memegangi buku tersebut. sebab ia sudah di jam istirahat. ia pun berniat untuk meneliti buku tersebut semalaman. ia mulai membuka halaman pertama dari buku tersebut, lalu mempelajarinya dengan baik.