NovelToon NovelToon
Andai

Andai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mamah Mput

Andai .... kata yang sering kali diucapkan di saat semua sudah berlalu. Di saat hal yang kita ingin gapain tersandung kenyataan dan takdir yang tidak bisa terelakan. Kadang aku berpikir andai saja waktu itu ibuku tidak meninggal, apakah aku masih bisa bersamanya? ataukah justru jika ibuku hidup kala itu aku bahkan tidak akan pernah dekat dengannya.

Ahhh ... mau bagaimana lagi, aku hanyalah sebuah wayang dari sang dalang maha kuasa. Mengikuti alur cerita tanpa tau akhirnya akan seperti apa.

Kini, aku hanya harus menikmati apa yang tertinggal dari masa-masa yang indah itu. Bukan berarti hari ini tidak indah, hanya saja hari akan terasa lebih cerah jika awan mendung itu sedikit saja pergi dari langitku yang tidak luas ini. Tapi setidaknya awan itu kadang melindungiku dari teriknya matahari yang mungkin saja membuatku terbakar. Hahaha lucu sekali. Aku bahkan kadang mencaci tapi selalu bersyukur atas apa yang aku caci dan aku sesali.

Hai, aku Ara. Mau tau kisahku seperti apa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamah Mput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cemas

"Kantor Abang aja tuh ya, Sabtu itu libur. Kamu ngapain sekolah di negeri? Sabtu pake acara masuk sekolah segala."

"Terus Ara harus sekolah di mana? Di sekolah bekas Abang sama kakak dulu?"

"Ya nggak di sana pun kan banyak sekolah lain yang bagus."

"Ara gak cocok sama mereka yang hidupnya mewah, anak-anak orang kaya."

"Memangnya kamu enggak?"

"Iya, sih. Cuma Ara gak nyaman aja. Lebih seru sekolah yang sekarang kok. Anaknya gokil-gokil."

"Eaaaa, bilang aja karena ada Rahes kan?"

"Hah? Ng-nggak, kok. Rahes apanya sih?"

Bryan benar-benar membuat aku gelagapan karena dia membahas Rahes di depan mama, papa, juga Alan.

"Siapa Rahes?" tanya mama. "Boy friend kamu?"

"Bu-bukan, Ma. Ara gak punya pacar kok. Eh, itu maksudnya dia bukan siapa-siapa."

Dengan takut-takut aku melirik sekilas pada Alan yang hanya diam seolah tidak peduli. tapi rahangnya terlihat sangat tegas, artinya dia kesal.

"Ternyata anak papa sudah ABG ya, Ma. Sayang, udah punya crush kok gak cerita sama papa."

"Kalau misalnya Ara cerita ke papa siapa crush Ara, papa gak akan marah?" tanyaku.

"Nggak lah, cerita aja sayang. Apa salahnya punya pacar? Kamu udah remaja. Asal pria itu baik dan sayang sama kamu, bisa menjaga kamu, papa sih its oke."

Aku mencoba mancing reaksi Alan, tapi tetap saja sama. Datar. Dia berbanding terbalik jika sedang berdua dan jika sedang berkumpul seperti sekarang.

"Rahes itu ganteng, Ma. Kayaknya dia bukan orang biasa juga. keluarganya punya beberapa ruko di kota ini. Cuma ya namanya anak sekolah, dia iseng sama Ara. Ya 'kan, Ara?"

"Ih, kok Abang lebih tau banyak tentang Ara daripada mama?"

"Kan mama sibuk," ujar Bryan.

"Benar juga, sih. Maafin mama ya Ara, mama sibuk sampai tidak bisa mendampingi kamu kelewat masa remaja ini. untung ada Bryan."

"Iya, Ma. Ara aman kok selama ada Abang dan kakak."

"Hari ini papa yang antar kamu sekolah, ya."

"Serius, Pa?"

"Mama juga ikut ah."

"Mama juga? Asiiikkkkk."

Pagi ini adalah pagi yang indah untukku. Untuk pertama kalinya mama dan papa mengantar aku ke sekolah.

Mama dan papa duduk di depan, dan aku di belakang. Kami saling bercerita, bagaimana pertama aku dibawa ke rumah mereka. Bagaimana mama merasa kembali hidup saat pertama mendengar aku menangis. Dan bagaimana reaksi Bryan dan Alan saat aku tiba.

"Alan sangat bahagia saat itu, pun dengan Bryan. Entah kenapa sejak kamu berusia tiga tahun, sikap Alan berubah."

"Papa sih yakin dia sebenernya sayang sama kamu, cuma dia memang orangnya cuek dan dingin, tidak bisa mengekspresikan perasaan."

Bukan karena itu, Ma, Pa. Tapi karena Alan memandangku berbeda dengan kalian. Ah, andai mama dan papa tahu, apa kalian akan marah padaku?

"Kebetulan papa tidak sibuk, gimana kalau sepulang sekolah kita pergi makan malam? Nanti mama bawakan baju ganti buat kamu."

"Kenapa bawa baju ganti? Kan bisa pulang ke rumah dulu."

"Langsung saja setelah jemput kamu. Soalnya ke luar kota." ujar papa Adnan

"Ya udah kalau gitu."

"Mau dibawain baju yang mana, sayang?"

"Terserah mama aja."

"Baiklah, nanti mama minta Alan atau Bryan yang pilihin. Sekalian mama mau test mereka, sejauh mana mereka tahu tentang dirimu. warna kesukaan, baju favorit dan yang lainnya."

Kali ini aku turun di depan sekolah. Aku tidak punya keberanian untuk melarang mereka mengantarku sampai depan gerbang. Tak apa jika akhirnya yang lain tahu siapa aku sebenarnya.

"Dah mamah, dah papa." Aku melambaikan tangan pada mereka.

Benar saja. Beberapa mata menatapku dengan berbagai sorot. Ada yang sinis, ada yang terkejut, ada juga yang datar.

"Heh, Ara!"

"Hes, Lo udah sehat?"

"Itu ortu Lo? Seriusan? Berarti Lo anak orang kaya dong. Ra, itu kan mobil mahal. Busetttt, gue kira Lo kaya tapi gak sekaya itu."

"Biasa aja sih. Yang kaya juga ortu gue, bukan gue. apa yang mesti dibanggakan."

"Ya harus lah. Terlahir di keluarga kaya adalah anugerah. Lo harus bersyukur. Banyak di antara kita yang mungkin buat keperluan sekolah aja susah."

"Iya, gue bersyukur jadi anak mereka tapi bukan untuk dibanggakan dan pamerkan ke semua orang. ngapain juga?"

"Iya, sih. Wah, Ra. Gue masih gak nyangka."

"Sstttt, jangan berisik. Ayo masuk."

Ponselku bergetar saat melewati pintu gerbang. Alan menelpon.

"Hes, duluan aja. Gue terima telpon dulu bentar."

"Ya angkat aja, kenapa gue harus pergi."

"Ini kakak gue. Ketahuan gue lagi sama cowok, Lo bisa celaka."

"Dasar tuan putri," ucap Rahes sambil mengacak-acak rambutku.

"Rahes!"

Dia melambaikan tangan setelah menarik tasku untuk dia bawa ke dalam kelas.

📞

"Hallo, Kak."

"CK!"

"Ih, kenapa? Kok kesel?"

"Sudah aku bilang, selain aku hanya papa dan Bryan yang boleh menyentuh kamu."

"Kan emang iya. Memangnya aku di--"

Astaga, barusan Rahes. tunggu, apa kak Alan melihat? Di mana?

Aku celingukan ke sana ke mari untuk mencari keberadaan Alan. Dan ternyata di ada sebrang jalan.

"Dia temen aku, kok. Anaknya memang iseng banget."

Tut tut Tut

"Kak, kakak."

Sambungan telpon terputus sementara dia masih di tempat yang sama. Aku segera melangkah hendak menghampirinya namun dihalang oleh pak satpam karena bel akan segera berbunyi.

"Pak, ijin sebentar. Itu kakak saya, saya mau ambil buku PR yang tertinggal."

"Jangan lama-lama."

"Iya, Pak. Makasih ya."

Aku segera berlari dan menghampirinya setelah memastikan tidak ada kendaraan yang melintas.

"Marah ya?" tanyaku. Dia masih bergeming dan tidak merespon sama sekali.

"Kakak ...." aku merengek. Hingga akhirnya dia membuka kaca helm nya. Dari sorot matanya terlihat jelas jika dia sangat marah.

"Jangan marah, dia beneran cuma temen kok. Bukan siapa-siapa. Ya, ya, jangan marah ok."

Terdengar bel sekolah berbunyi.

"Udah sih marahnya, bel nya udah bunyi Ara harus masuk kelas."

"Peluk dulu sini."

"Gak mau. Ini kan Deket sekolah, kalau ada yang liat gimana?"

"Gak ada," ucapnya sambil menarik tubuhku ke dalam dekapannya.

"Hati-hati nyeberang nya."

"Iya, dah kakak."

Aku kembali ke sekolah setelah tau jika Alan tidak lagi marah.

"Neng, arkab banget ya sama kakak nya. kayaknya dia sayang banget sama neng."

"Hehe, iya Pak." aku merasa canggung dengan ucapan pak satpam meski mungkin ucapan nya memang tulus tidak ada maksud apapun.

Baru saja aku duduk di kelas, ponselku kembali bergetar.

[Tadi Alan ke sekolah?]

Hah? Abang kok tahu kak Alan ke sekolah. Jangan-jangan dia liat tadi aku pelukan sama kak Alan.

[Iya, kenapa gitu kak?]

[Nggak, tadi dia pergi katanya mau nganterin buku kamu yang tertinggal.]

Ahhhh, syukurlah. ternyata Abang tidak melihat kami tadi.

[Tumben kamu gak minta tolong Abang. rupanya seminggu tinggal bersama membuat kalian semakin dekat. Abang seneng.]

[Gak terlalu Deket juga sih. Kebetulan aja kak Alan bisa pakai motor jadi Ara pikir akan cepet nyampe ketimbang Abang yang ke sini bawa mobil.]

[Iya, sih. Belajar yang bener ya Ara. Jangan pacaran aja sama Rahes.]

[Ih, aku gak pacaran sama dia ya. 😡]

[🥴🥴]

[Udah ya, Bang. Ara mau belajar, gurunya sudah datang.]

Benar-benar merepotkan. Aku bahkan sangat tegang hanya dengan satu chat dari Bryan. Takut jika dia melihat apa yang aku dan Alan lakukan.

1
Sahriani Nasution
wuih cool
Mamah Mput: iya dia cool banget, suami aku sebenarnya dia tuh 🤧😂😂
total 1 replies
mly
plot twist nya alan Sma ara suami istri wokwok
Mamah Mput: mau kondangan gak? hahaha
total 1 replies
nowitsrain
Ini visualnya Alan?
Mamah Mput: iya kak itu Alan.
total 1 replies
nowitsrain
Ayuhhh, yang dikerjain guru baru 🤣
nowitsrain
Yah, usil banget bocah
Timio
belum apa apa udah nyakitin aja kalimatnya tor 😭
Mary_maki
Bagus banget ceritanya, aku udah nggak sabar nunggu bab selanjutnya!
Mamah Mput: terimakasih kak. tiap hari aku up ya 💜💜
total 1 replies
y0urdr3amb0y
Suka banget sama ceritanya, harap cepat update <3
Mamah Mput: terimakasih 😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!