Maxwell, Daniel, Edric dan Vernon adalah keempat CEO yang suka menghambur - hamburkan uang demi mendapatkan kesenangan duniawi.
Bagi mereka uang bisa membuat mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan bahkan seorang wanita sekalipun akan bertekuk lutut di hadapan mereka berempat demi mendapatkan beberapa lembar uang.
Sampai suatu hari Maxwell yang bertemu dengan mantan calon istrinya, Daniel yang bertemu dengan dokter hewan, Edric yang bertemu dengan dokter yang bekerja di salah satu rumah sakitnya, dan Vernon yang bertemu dengan adik Maxwell yang seorang pramugari.
Harga diri keempat CEO merasa di rendahkan saat keempat wanita tersebut menolak secara terang terangan perasaan mereka.
Mau tidak mau Maxwell, Daniel, Edric dan Vernon melakukan rencana licik agar wanita incaran mereka masuk ke dalam kehidupan mereka berempat.
Tanpa tahu jika keempat wanita tersebut memang sengaja mendekati dan menargetkan mereka sejak awal, dan membuat keempat CEO tersebut menjadi budak cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si_orion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 29
Anak? bahkan Daniel tak pernah terpikirkan soal itu. Selama ini pikiran kotornya hanya seputaran bercinta tanpa memikirkan bagaimana efeknya.
Daniel terperangah dengan jantung yang berdetak kencang saat melihat mata Veronica mulai terbuka. "V-Veronica."
Veronica dengan lemasnya menghela nafas, dia teringat saat Pricilla memberitahukan masalah kegugurannya. Dia sungguh tidak mengetahui tentang kehamilannya, selain karena kesibukannya melayani Daniel, Veronica bahkan tak pernah merasakan gejala kehamilan sedikitpun, hingga dia terlambat menyadari kehadiran janin itu didalam rahimnya.
Hati Veronica berdenyut sakit ketika tahu bahwa calon bayinya telah pergi sebelum Veronica tahu kehadirannya. Dia tak mampu menggerakkan tubuhnya akibat lemas dan shock dengan apa yang terjadi pada dirinya hari ini.
Dua kabar yang menerpa Veronica sekaligus. Senang karena dia hamil, tapi kesenangan itu dengan cepat berganti duka saat tahu bahwa janinnya telah meninggal bahkan saat tubuhnya belum terbentuk dengan sempurna.
"Are you okay?"tanya Daniel lembut.
Veronica tak menanggapinya, dia masih shock.
"Kenapa kau tak pernah memberitahuku kalau kau sedang hamil?"
Veronica tetap diam tak menanggapi.
"Kalau kau memberitahuku mungkin-”
"Apa yang akan terjadi memangnya kalau aku memberitahumu? Kau akan melepaskanku? Atau justru kau akan menyuruhku untuk menggugurkan kandunganku?" potong Veronica.
"Kenapa kau berpikiran seperti itu?!"
"Karena yang ada dalam otakmu hanyalah seks dan seks. Kau hanya membutuhkan tubuhku, jadi untuk apa janin dalam rahimku karena kau tak membutuhkannya." jawab Veronica tajam.
"Kau berpikiran negatif tentangku?"
"Karena memang kau tak pernah menunjukkan sisi positif dari dirimu." jawab Veronica.
"Sekarang apalagi yang kau inginkan dariku? Kau sudah memilikiku, mengekangku, menawanku, menjadikan aku budakmu, dan sekarang kau membuat aku kehilangan calon bayiku. Selanjutnya apalagi yang akan kau lakukan padaku?" lirih Veronica.
Daniel melemah, hatinya mencair sejak melihat janin itu. Dia ingin mengaku salah, ya memang salah dirinya yang membawa Veronica dalam kehidupannya dan mengekangnya. Tapi sayangnya, ego Daniel terlalu tinggi.
"Kau menyalahkan ku atas kematian calon bayimu? Seharusnya kau sadar diri, kau tak akan keguguran kalau kau tidak sok-sokan melarikan diri." jawab Daniel.
"Kau sendiri yang membuat calon bayimu itu mati." sambung Daniel tanpa hati nurani.
Veronica memejamkan matanya, menahan gejolak dalam dirinya yang terasa ingin meledak, tapi dia tahan karena tubuhnya terlalu lemas sekarang.
Veronica adalah korban disini, tapi kenapa Daniel malah memojokkan dirinya seolah Veronica yang salah.
"Bisakah kau melepaskanku sekarang? Tubuhku sungguh sudah tak sanggup lagi. Kau sudah merasakan semuanya, kau sudah mendapatkan semua yang ada dari tubuhku. Apakah kau belum merasa bosan? Tolong lepaskan aku." lirih Veronica.
Bukan hanya tubuh Veronica yang Daniel inginkan. Tapi dia menginginkan semuanya dari Veronica. Tapi bodohnya Daniel tak bisa mengatakannya dengan baik.
"Karena aku sudah memilikimu, itu artinya kau tak akan bisa lepas dariku."
"Apa lagi yang kau inginkan dariku?! Tak cukup kah kau menjadikan aku bonekamu selama berbulan-bulan?" Veronica ingin membentak tapi tenaganya tak cukup untuk itu.
"Aku tak akan pernah merasa puas untuk menyentuh tubuhmu." desis Daniel.
Pria itu meraih pipi Veronica lalu mencengkramnya mengarahkan wajah pucat Veronica padanya. "Kau sudah masuk ke dalam hidupku, itu artinya tak ada jalan keluar untukmu. Sekali lagi kau mencoba untuk kabur, maka aku tak segan untuk berbuat nekat."
"Jika kau berani lari dariku, bukan hanya video kita yang akan aku sebarkan. Tapi Ayah dan Ibumu juga berada dalam bahaya ditanganku. Nyawa mereka tergantung padamu." bisik Daniel tajam tepat ditelinga Veronica.
Veronica meremas selimutnya erat menahan semua gejolak kemarahan dan kebencian dalam dirinya. Bagaimana caranya supaya dia bisa lepas dari Daniel? Kenapa pria itu suka sekali mengancam?
Veronica tak tahu dia harus bagaimana sekarang. Sudah terjebak, dia terjebak dalam kehidupan Daniel.
***
Edric mendengus saat dia masuk kedalam Penthousenya. Biasanya akan ada Chelsea yang menyambut kepulangannya, tapi kini terasa kosong. Chelsea masih marah padanya bahkan telepon Edric pun tak dia angkat tadi.
Edric ingin menggugu egonya dan membiarkan Chelsea yang nanti meminta maaf padanya karena telah menuduh dia. Namun dia tak bisa berlama-lama marah pada Chelsea. Dia tak kuat jika harus seperti ini terus dengan Chelsea, apalagi diacuhkan seperti ini oleh istrinya.
Chelsea sempat memberi kabar tadi, kalau dia akan pulang terlambat karena ada operasi pasien VIP Edric tahu itu hanyalah alibi Chelsea supaya tidak bertemu Edric. Dia ingin sekali mengubah jadwal sang istri supaya Chelsea cepat pulang tapi Edric tak ingin membuat istrinya semakin marah, Chelsea tak suka dengan perbuatan nepotisme seperti itu.
Dengan wajah kusut Edric keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan 'urusannya', sudah satu minggu Chelsea mengacuhkannya. Dan sudah satu minggu juga dia tak mendapat jatah dari istrinya.
Rasanya Edric ditimpa kesialan seminggu ini.
Dia mencoba mendominasi dan mengintimidasi Chelsea untuk menghentikan perang dingin ini, tapi justru malah Chelsea semakin marah padanya.
Edric harus bersabar, ketika Chelsea selalu menghindar saat dia memeluknya bahkan acap tidur dikamar lain. Edric jadi selemah ini, padahal dulu dia memiliki ego yang tinggi, tapi begitu berhadapan dengan Chelsea, Edric langsung luluh dan lebih banyak mengalah.
"Sampai kapan kau akan mendiamkan aku terus? Ini sudah satu minggu kau mengacuhkan aku." ucap Edric menatap punggung Chelsea yang tidur membelakanginya.
"Kau tak merindukan aku? Aku merindukanmu sungguh." Edric terus mencoba mengajak Chelsea berbicara tapi wanita itu terus mengacuhkannya.
"My Chelsea, bisakah kita selesaikan masalah itu segera? Kita bicarakan baik-baik." bujuk Edric tapi Chelsea tetap diam.
"Ayolah, sampai kapan kau akan mengacuhkanku terus?" tanya Edric kesal.
"My kitten, my love, my honey, my sweetheart." Edric sedikit mengintip Chelsea, rupanya wanita itu sudah terlelap, atau pura-pura tidur?
"Kitten, aku sungguh lelah dengan sikap kekanakanmu sekarang. Bisakah kau berhenti? Ayo bicarakan baik-baik." ujar Edric mulai kehilangan kesabaran.
Dia mengusak rambutnya gemas, bagaimana caranya supaya Chelsea mau berbicara padanya? Edric sungguh merindukan suara merdu istrinya itu.
"Nice dream, kitten. "Edric akhirnya menyerah untuk malam ini.
Dengan desahan kecewa, Edric mulai terlelap sambil memandangi punggung sempit sang istri. Edric sungguh merindukan Chelseanya. Dia ingin memeluknya, mendengar suaranya, melihat ekspresi malu-malunya, tingkah polosnya, dan semua hal tentang Chelsea.
Sampai kapan Chelsea akan mendiamkannya? Harus dengan cara apa Edric memberikan pengertian pada Chelsea?
Di pagi hari Edric kembali mendesah kecewa saat terbangun dari tidurnya, Chelsea sudah tak ada disampingnya. Tapi tunggu, kenapa pagi ini Edric merasa tak enak badan? Perutnya terasa mual, apa asam lambungnya naik lagi?
Edric segera berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Tubuhnya melemas. kesialan Edric bertambah lagi.
Pagi itu Edric terus merasakan mual dan muntah. Yang paling membuat Edric menderita adalah Chelsea sudah menghilang pagi ini, hingga dia merasakan mual itu sendirian tanpa bantuan sang istri.
.
.
.
Dengan tubuh lemas, Edric pergi menuju meja makan. Disana sudah siap beragam sarapan western yang sering Chelsea hidangkan untuknya. Perut Edric terasa lapar, apalagi semalam dia melewatkan makan malam. Tapi sayangnya, Jangankan memakan sarapan itu, baru dia membuka tudung saji dan melihat telur setengah matang diatas roti panggang saja dia sudah diserang oleh rasa mual lagi.
Edric terus mencoba memuntahkan isi perutnya, tapi sayang tak ada yang keluar selain cairan bening itu. Edric sungguh merasa lemas pagi ını akibat serangan mual dan muntah itu.
Ada apa dengannya? Padahal dia tak memakan sesuatu yang aneh kemarin.
"Honey, I'm sick. Perutku rasanya mual dan terus muntah sejak bangun tidur tadi, tubuhku sangat lemas sekarang, bisakah kau pulang, hemm? Please. "Edric memelas pada Chelsea melalui sambungan telepon. Beruntung Chelsea mau mengangkat telepon darinya.
"Aku bahkan belum sampai ke rumah sakit." jawab Chelsea diseberang sana.
"Aku serius sayang, tubuhku sungguh sangat lemas sekarang. Tolong pulanglah dulu." pinta Edric tak berbohong, dia memang merasakan tubuhnya sangat lemas sekarang, bahkan dia tak sanggup untuk bangkit dari duduknya. Akibatnya Edric tanpa sadar tertidur dimeja makan, hingga sentuhan tangan lembut dikeningnya menyadarkannya.
"Kau pulang?" gumam Edric tersenyum senang melihat sang istri tengah memandangnya khawatir.
"Kau kenapa? Kenapa kau bisa sakit seperti ini?" tanya Chelsea khawatir, dia segera mengeluarkan thermometer dan segera memeriksa Edric.
"Apa asam lambungmu kambuh?" Chelsea meraih lengan Edric dan mengalungkannya dileher, membantu sang suami berjalan menuju kamar mereka.
"Aku hanya merindukanmu. Akhirnya kau mau berbicara denganku lagi." jawab Edric melantur memperhatikan wajah cantik istrinya.
"Ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan itu." sahut Chelsea menidurkan Edric diranjang dan mengurai kancing kemejanya mulai memeriksa bagian dada dan perut Edric.
Edric rela mual dan muntah setiap hari jika itu bisa menjadikan Chelsea perhatian dan mau berbicara lagi dengannya. Tangan besar Edric naik menggenggam tangan Chelsea yang sedang menyusuri dadanya dengan stetoskop.
"Edric." tegur Chelsea karena Edric mengganggu proses pemeriksaan.
Edric terkekeh meskipun dengan wajah yang pucat. Dia merentangkan kedua tangannya. "Peluk aku. Aku sakit mungkin karena merindukanmu, kau mengabaikanku seminggu ini."
"Peluk saja sekretarismu itu." sinis Chelsea merapikan peralatan medisnya, dia hendak beranjak tapi tangan besar Edric menahan tubuhnya. Dengan cepat pria itu membalikan posisi dengan Chelsea berada dibawahnya.
Wajah Edric menyusup ke celah leher Chelsea, membuat wanita itu bisa merasakan suhu panas dari kening sang suami. Chelsea ingin bersikap lembut pada Edric yang sedang sakit, tapi dia masih terlalu kesal dan marah yang entah disebabkan oleh apa.
Edric menatap dalam mata kucing Chelsea, sudah lama dia tak berada diposisi seperti ini.
Sakitnya sungguh membawa keberuntungan untuk dirinya.
"I miss you so much, kitten."
"Hueekk.."
Baru saja Edric ingin menempelkan bibirnya dibibir tipis Chelsea, tapi rasa mual kembali menyerangnya memaksa Edric untuk berlari ke kamar mandi dengan tubuh yang masih terasa lemas.
"astaga kau kenapa? Asam lambungmu normal, tapi kenapa kau muntah-muntah seperti ini?" Chelsea khawatir dan mengikuti Edric ke kamar mandi. Dia memijat tengkuk Edric dan mengelus pungungnya.
Edric menyenderkan kepalanya dipundak Chelsea. "Aku tak tahu." jawabnya lemas.
"Kita ke rumah sakit sekarang." putus Chelsea langsung menelepon anak buah kepercayaan Edric.
Selama perjalanan menuju rumah sakit, Edric memanfaatkan itu untuk menempel manja pada Chelsea, melepas rindunya selama seminggu ini diacuhkan.
Edric sudah diperiksa, tapi tak ada gejala penyakit apapun selain faktor kelelahan saja. Hal itu membuat Chelsea penasaran sekaligus khawatir, dia takut dokter itu tak melakukan diagnosis dengan benar, sebab dokter itu malah curi-curi kesempatan menyentuh tubuh suaminya, membuat Chelsea berdesis tak suka. Padahal Chelsea juga dokter, kenapa dia menyuruh dokter lain untuk memeriksa suaminya. Akibat panik dia jadi lupa diri.
"Tapi sepertinya yang harus diperiksa itu kau, Chel." Chelsea mengeryitkan keningnya dengan ucapan Pricilla.
Setelah membiarkan Edric istirahat diruang VVIP khusus keluarga Dexter, Chelsea pergi menemui Pricilla diruangannya. Untuk apalagi kalau bukan untuk berbincang ria. Chelsea menyelesaikan curhatannya pada Pricilla yang sempat terpotong kemarin. Tapi begitu Chelsea menceritakan kondisi Edric pagi ini, Pricilla langsung mengatakan itu, Chelsea tak mengerti.
"Kenapa aku? Yang sakit kan Edric, aku baik-baik saja." ujar Chelsea heran.
"Kau akan mengerti kalau kau sudah memeriksakan dirimu." ucap Pricilla misterius seraya pergi meninggalkan Chelsea.
Wanita itu berdecih. "Sok misterius."
Tapi Chelsea jadi penasaran dan pada akhirnya mengikuti saran Pricilla.