Gairah Berbahaya CEO

David menghentikan pekerjaannya, memperhatikan dalam diam ekspresi wajah Vivian yang terlihat lesu seakan tengah memikul beban berat.

"Nick, tutup pintu nya." perintah David seraya berdiri berjalan mendekati Vivian. mendengar hal itu Vivi semakin gugup begitu menyadari jika saat ini, dia hanya berdua saja dengan David dalam ruangan yang sama.

"Ada apa kamu menemui ku gadis kecil?" terdengar suara David yang berat, seolah tengah menahan gejolak gairah, aroma mint tercium dari hembusan nafasnya yang berat.

"Tu... Tuan, aku butuh pertolonganmu?" ucap Vivi berusaha mengeluarkan suara dengan susah payah, tenggorokannya tiba-tiba diserang rasa kering.

"Pertolongan apa cantik?"

David semakin mendekat sehingga hampir tidak ada jarak yang menghalangi mereka berdua, Vivian mundur beberapa langkah untuk menghindari desiran aneh dan rasa gugupnya, bayangan malam itu kembali melintas, sebisa mungkin Vivian berusaha untuk bersikap normal.

"Aku butuh uang." Vivian yang panik langsung berterus terang.

"Sudah aku duga!"

"Berapa?"

"Setengah miliar." Vivi mengucapkan nominal uang tersebut sambil menutup matanya. David tersenyum menatap kearah Vivian.

"Kamu tahu, jika tidak ada yang gratis di dunia ini!"

"Ya, dan aku akan membayar hutang-hutangku apapun caranya." jawab Vivian yakin dengan keputusannya. karena Dia telah putus asa sehingga rela menjatuhkan harga dirinya dihadapan ibu tiri bahkan David sekalipun, yang penting nyawa wanita yang telah melahirkan dirinya ke dunia ini bisa terselamatkan.

David tertegun, dia terlihat tengah berfikir dan penasaran apa yang membuat Vivian menjadi senekat ini, meskipun dia tidak ingin mencari tahu. Hatinya sudah cukup bahagia karena Vivian sudah datang dengan sendirinya, sehingga Dia bisa memiliki gadis itu kapanpun dia inginkan.

"Viv, jadilah wanita simpanan ku." bisik David.

"Apa simpanan?"

"Yah, karena aku butuh partner untuk bercinta dikala istriku tidak ada. Dan aku pikir kamu adalah perempuan yang cocok menggantikanya di ranjang. Deal sekarang kita sama-sama saling membutuhkan." David menyeringai sambil mengendus wangi tubuh Vivian yang segar.

"Apa tuan sudah menikah?"

"Kamu tidak perlu tahu tentang kehidupanku, begitu juga sebaliknya. Kamu paham?"

"Paham tuan."

"Meskipun begitu, ada beberapa syarat yang harus kamu patuhi."

"Apa saja syaratnya?"

"Pertama jangan pernah berharap lebih pada hubungan kita, apalagi sampai jatuh cinta padaku." David tersenyum sinis.

"Tentu tuan, aku sadar diri dan tentunya pasti akan membentengi hatiku." jawab Vivian percaya diri merasa itu syarat yang sangat mudah, yakin tidak akan jatuh cinta, begitu juga dengan David.

"Bagus, aku suka cara pikirmu. Syarat yang ke-dua. Kamu tidak boleh hamil anakku. karena cuma istriku Marina lah yang berhak melahirkan penerus keturunan David Wilson kedepannya."

"Aku tahu tuan, tapi bagaimana jika seandainya aku kebobolan?"

"Kamu harus pergi sejauh mungkin dari hidupku, tidak boleh menuntut apalagi kompensasi, anggap saja itu bagian dari resiko atas keteledoran mu."

"Oke, aku akan cari kontrasepsi yang tepat, masih ada syarat lagi?"

"Syarat ke-tiga, kamu tidak boleh berhubungan dengan pria lain, selama menjadi wanita simpananku."

"Berapa lama?"

"Tergantung, sampai aku bosan. tapi selama itu juga kamu akan hidup enak dengan berbagai fasilitas mewah dariku, termasuk apartemen dan Blac card." ucap David santai, sedangkan Vivian langsung ternganga mendengarnya.

"Syarat keempat."

"Masih ada syarat lagi?"

"Kamu tinggal di apartemen sendirian, agar kita bebas bercinta kapanpun aku inginkan."

"Lalu bagaimana dengan ibu dan adikku?" berat bagi Vivian jika harus tinggal seorang diri, selama ini mereka selalu bersama-sama melewati suka dan dukanya kehidupan.

"Kamu bisa mencarikan mereka tempat yang lebih layak, tanpa harus tinggal bersama bukan."

"Oke, aku setuju tuan." ucap Vivian tanpa pikir panjang lagi.

"Blac card dan apartemen mewah, selama menjadi wanita simpanannya aku tidak perlu susah-susah lagi bekerja, cukup menabung yang banyak. Sehingga aku bisa memiliki modal setelah ini." bathin Vivian tersenyum culas, dia sudah terlanjur jatuh, Cemplung sekalian pun sudah tidak masalah lagi baginya.

"Sudah kepalang basah, mandi saja sekalian. Meskipun pada akhirnya aku dicap sebagai wanita kotor." bathin Vivian membenarkan tindakannya.

Tidak pernah terpikir oleh David sebelumnya, jika dia akan memiliki seorang wanita simpanan yang usianya masih sangat belia. Meskipun ini sama cari mati jika Mariana tahu, pernikahan mereka akan terancam, tapi David seakan tidak peduli lagi. Vivian sudah mengambil alih perhatiannya semenjak malam itu. Meskipun David selalu menyangkal perasaanya.

"Aku hanya ingin bermain-main saja dengan tubuh polos gadis ini, menjadikan dirinya sebagai seekor kupu-kupu yang indah untuk membuat hari-hariku lebih menyenangkan. sedangkan cintaku tidak akan pernah berpaling dari darimu, Mariana." bathin David.

Sebuah tanda tangan tergores indah di kertas putih tersebut, keduanya sama-sama tersenyum dengan pikiran masing-masing.

"Mulai sekarang rahasiakan hubungan kita dari siapapun."

"Tentu, jangan khawatir tuan."

"Ibumu sudah dipindahkan keruangan VVIP, dia juga sudah mendapatkan pengobatan terbaik dari dokter ahli. Yang khusus langsung didatangkan dari luar negeri." ucap David.

"Tuan, apa Anda sudah mengetahui tentang ibuku?" tanya Vivi lega, harapan untuk kesembuhan sang ibu sudah didepan mata. Ada rasa bahagia yang tidak mampu diungkapkan dengan kata-kata.

"Barusan Nick menghubungi, dan memberitahukan kondisi ibumu."

"Terimakasih."

Tanpa sadar Vivian langsung menghambur memeluk David dengan penuh haru, ada perasaan aneh yang mengalir dihati David, sesuatu yang belum pernah dia rasakan selama ini. Perlahan tangannya terangkat mengelus rambut panjang Vivian.

Vivian memejamkan matanya, saat desiran aneh mulai menjalar begitu David mulai menyentuhnya. Tangan David yang semula mengelus lembut mulai agresif bermain di bagian area sensitifnya. Vivian berusaha menahan desahan yang keluar dari mulutnya dengan telapak tangan.

"Jangan ditahan, aku suka mendengar desahan manjamu." bisik David dengan hasrat dan deru nafas yang memburu menerpa wajah cantik Vivian.

"Sss sial!"

David mengusap wajahnya kesal, begitu deringan ponsel terus-menerus menganggu aktivitas bercintanya yang baru saja akan dimulai. Gegas dia menyambar benda tipis itu untuk melihat si penelpon.

"Marina, untuk apa dia menghubungiku. Bukankah siang ini dia mengatakan akan pergi keluar kota lagi." gumam David menggeser tombol hijau di layar ponselnya, sebelum mengangkat panggilan, tak lupa dia memberi isyarat tangan pada Vivi agar diam.

"Hello ada apa sayang?"

"Dav, sepertinya aku harus menginap diluar kota lagi, karena berbarengan dengan acara peluncuran produk baru kecantikanku. kamu ngga papa ya, aku tinggal lagi."

"Ya, terserah kamu. mau berapa lama disana." jawab David dingin.

"Sayangku Dav, kamu ngak marah kan?"

"Tidak, aku sudah terbiasa kamu tingal-tinggal seperti ini."

"Setelah pekerjaanku selesai, aku akan segera kembali untukmu honey...aku janji."

"Mmmmhhh."

David melempar ponselnya begitu saja, rasa marah dan kesal menjadi satu, Marina seolah-olah memanfaatkan rasa cintanya yang besar untuk bersikap sesuka hatinya.

"Ingat Marina, akan aku buat kamu menyesal karena telah mengabaikanku."

David tersenyum tipis, hasratnya kembali membara begitu bola matanya bertemu dengan bola mata hazel milik Vivian.