kisah seorang gadis cupu yng dijadikan bahan taruhan oleh kakak kelasnya namun ketika taruhannya selesai akankah hubungan mereka berlanjut atau kandas yuk,,dibaca guys,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon scorpio_girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 29
Flora menarik tangan Reva dengan penuh semangat, menyeretnya keluar kelas sebelum Reva sempat protes.
“Flo, pelan-pelan dong! Kita mau ke mana, sih?”
Flora menoleh dengan seringai jahil. “Rahasia. Pokoknya percaya aja sama aku.”
Reva mendesah. “Aku nggak suka kejutan, tahu.”
Flora tertawa kecil. “Tapi aku suka lihat ekspresi kamu kalau dikasih kejutan.”
Reva mendengus, tapi pipinya sedikit memerah. Ia membiarkan Flora terus menariknya hingga mereka tiba di parkiran sekolah.
Flora akhirnya berhenti di depan sebuah motor yang terparkir rapi. Ia melepaskan helm dari jok dan menyerahkannya pada Reva.
“Pakai ini.”
Reva menatap helm itu dengan curiga. “Serius, Flo? Kita naik motor ke tempat yang entah di mana?”
Flora mengangguk antusias. “Iya! Santai aja, aku udah jago bawa motor. Kamu percaya sama aku, kan?”
Reva menghela napas panjang sebelum akhirnya mengambil helm itu dan memakainya. “Oke, tapi kalau aku jatuh dan kepalaku benjol, kamu yang tanggung jawab.”
Flora tertawa sambil naik ke motor. “Iya, iya. Aku bakal tanggung jawab sepenuhnya.”
Reva naik ke belakang dengan sedikit ragu, lalu akhirnya melingkarkan tangannya ke pinggang Flora.
Flora tersenyum kecil. “Pegangan yang erat ya, pacarku tersayang.”
Reva memutar mata. “Udah jalan aja, gombal.”
Flora tertawa sebelum akhirnya menyalakan mesin dan mulai melaju.
Perjalanan mereka cukup lancar, angin sore berhembus lembut, membuat Reva merasa lebih nyaman. Namun, ia masih penasaran ke mana Flora akan membawanya.
“Flo, kita beneran mau ke mana?”
Flora hanya tersenyum tanpa menjawab.
Setelah beberapa menit, motor mereka berhenti di depan sebuah taman yang cukup sepi. Reva mengernyit bingung.
“Taman? Kamu bawa aku ke sini buat apa?”
Flora turun dari motor dan melepas helmnya, lalu menatap Reva dengan senyum lembut.
“Re, aku mau ngobrol serius.”
Reva ikut turun, matanya sedikit menyipit curiga. “Ngobrol serius? Tentang apa?”
Flora menarik napas dalam, lalu menggenggam tangan Reva dengan erat.
“Aku cuma mau bilang… aku beneran sayang sama kamu.”
Reva terdiam, jantungnya berdebar. “Flo… kok tiba-tiba?”
Flora mengusap punggung tangan Reva pelan. “Karena aku sadar, aku nggak pernah bilang ini dengan serius. Aku suka bercanda, suka godain kamu, tapi kali ini… aku mau kamu tahu kalau aku benar-benar mencintai kamu, Re.”
Reva menatap Flora dengan mata membesar. Hatinya terasa hangat, tapi juga sedikit gugup.
“Flo…”
Flora tersenyum kecil, lalu mendekat. “Dan aku janji, aku bakal selalu ada buat kamu. Jadi, mau nggak kamu percaya sama aku sepenuhnya?”
Reva terdiam sejenak, sebelum akhirnya tersenyum kecil dan menggenggam tangan Flora lebih erat.
“Aku udah percaya sama kamu dari dulu, bodoh.”
Flora terkekeh, lalu tanpa ragu menarik Reva ke dalam pelukan.
“Bagus. Sekarang, boleh aku minta bonusnya?”
Reva mengerutkan kening. “Bonus apaan?”
Flora menyengir. “Ciuman dong.”
Reva langsung memukul lengan Flora dengan wajah merona. “Mimpi aja!”
Flora tertawa puas. “Yah, kan nggak ada salahnya mencoba.”
Flora masih tertawa, sementara Reva mendengus dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Flora.
“Udah ah, lepasin! Malu kalau ada yang lihat.”
Flora menghela napas dramatis, tapi tetap melepaskan pelukannya. “Baiklah, baiklah. Tapi suatu hari nanti, aku pasti bakal dapet ciuman itu.”
Reva melipat tangan di dada, menatap Flora dengan alis terangkat. “Percaya diri banget, ya?”
Flora menyeringai. “Jelas dong. Aku kan pacar kamu.”
Reva mendecak pelan. “Pacar atau tukang gombal, sih?”
Flora tertawa lagi, lalu menarik tangan Reva menuju bangku taman. Mereka duduk berdampingan, menikmati suasana sore yang mulai berangsur teduh.
Setelah beberapa saat diam, Reva melirik Flora yang tampak sibuk menatap langit.
“Flo, sebenarnya ada apa? Kenapa tiba-tiba jadi serius banget?”
Flora menghela napas, lalu menoleh menatap Reva dengan lembut. “Aku cuma kepikiran sesuatu.”
Reva mengernyit. “Apa?”
Flora ragu sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis. “Aku cuma pengen kita tetap kayak gini. Nyaman, bahagia, dan selalu bareng.”
Reva menatap Flora lama sebelum akhirnya tersenyum kecil. “Ya, kita bakal tetap kayak gini kok. Kecuali kamu tiba-tiba jadi aneh dan mutusin aku tanpa alasan.”
Flora tertawa pelan. “Aku? Mutusin kamu? Jangan mimpi. Aku malah bakal nempel terus kayak perangko.”
Reva mendesah, tapi pipinya kembali memanas. “Jangan lebay.”
Flora terkekeh, lalu menggenggam tangan Reva dengan erat.
“Re, apapun yang terjadi, aku mau kamu selalu percaya sama aku.”
Reva menatap Flora dalam diam sebelum akhirnya tersenyum. Ia mengeratkan genggaman mereka.
“Aku percaya kok, bodoh.”
Flora tersenyum puas. “Bagus. Sekarang, ayo kita beli es krim buat ngerayain ini!”
Reva tertawa kecil. “Rayain apa?”
Flora menyeringai. “Rayain keberhasilanku bikin kamu blushing berkali-kali hari ini.”
Reva mendengus, tapi tidak menolak saat Flora kembali menarik tangannya, menyeretnya keluar taman menuju penjual es krim di seberang jalan.
Saat mereka tiba di depan penjual es krim, Flora langsung mendekati etalase dengan mata berbinar.
“Re, kamu mau rasa apa?” tanyanya sambil menunjuk deretan es krim warna-warni.
Reva melipat tangan di dada, pura-pura berpikir lama. “Hmm… gimana kalau aku nggak mau es krim?”
Flora menoleh dengan ekspresi keterkejutan yang berlebihan. “Hah?! Kamu serius? Reva yang aku kenal nggak mungkin nolak es krim!”
Reva terkekeh. “Ya, makanya bercanda.”
Flora mendecak. “Kamu suka bikin aku panik, tahu.”
Reva hanya tersenyum jahil. “Aku mau cokelat.”
Flora segera memesan dua es krim—satu cokelat untuk Reva dan satu stroberi untuk dirinya sendiri. Setelah membayar, ia menyerahkan es krim ke Reva dengan senyum lebar.
“Nih, buat pacarku tersayang.”
Reva mengambilnya dengan mata menyipit curiga. “Kenapa aku merasa ada sesuatu di balik senyum itu?”
Flora pura-pura memasang wajah polos. “Nggak ada apa-apa kok. Aku cuma menikmati momen romantis ini.”
Reva mendengus. “Makan aja es krimnya, tukang gombal.”
Flora tertawa sambil menjilat es krimnya. Mereka berjalan pelan menyusuri trotoar taman, menikmati sore yang mulai temaram.
Beberapa saat kemudian, Flora berhenti mendadak dan menatap Reva dengan ekspresi serius.
“Re, ada sesuatu di wajah kamu.”
Reva langsung mengernyit. “Hah? Apaan?”
Flora menyeringai, lalu dengan cepat mengoleskan es krim stroberinya ke ujung hidung Reva.
Reva terdiam sejenak, lalu melotot. “FLO—!!”
Flora sudah tertawa keras sebelum Reva sempat membalas. “Astaga, ekspresi kamu priceless banget!”
Reva buru-buru menghapus es krim dari hidungnya dengan wajah merona. “Kamu nyebelin banget sih?!”
Flora mengangkat bahu sambil nyengir. “Kebahagiaan pacarku adalah prioritas utamaku.”
Reva mendecak, lalu dengan cepat mengoleskan es krim cokelatnya ke pipi Flora.
Flora membelalak. “HEY! Itu nggak adil!”
Reva tersenyum puas. “Nah, sekarang kita impas.”
Flora mendengus sambil menyeka pipinya. “Baiklah, baiklah. Aku akui kamu cukup licik.”
Reva tersenyum menang. “Akhirnya sadar.”
Flora menatap Reva sebentar, lalu tersenyum lembut. “Tapi tetap aja, aku sayang kamu.”
Reva menghela napas, lalu mengalihkan pandangannya. “Kamu tuh bisa nggak sih sehari aja nggak gombal?”
Flora tertawa. “Nggak bisa. Itu bagian dari paket pacaranku.”
Reva pura-pura kesal, tapi senyum kecil tetap tersungging di bibirnya. Mereka kembali berjalan berdampingan, menikmati sore yang terasa lebih indah daripada biasanya.