Warning! Area 21+ yang masih di bawah umur harap tidak membaca novel ini. 🙏😁
Seorang gadis bernama Elisa yang punya segalanya dalam hidup, ia cantik, populer dan kaya raya. Hidupnya begitu sempurna, namun tak banyak yang tahu jika ia mempunyai trauma masa kecil karena penghianatan sang ayah yang menyebabkan ibunya meninggal bunuh diri.
Lima belas tahun berlalu. Sebelum sang ayah meninggal, beliau menulis sebuah surat wasiat yang bertuliskan bahwa seluruh harta kekayaannya akan jatuh ke tangan sang putri tunggalnya. Dengan syarat Elisa harus menikah dan melahirkan keturunan penerus keluarga.
Elisa yang tak percaya dengan adanya cinta sejati mulai mencari cara agar ia mendapatkan warisan tersebut. Dan saat itulah seorang pria sederhana muncul di hadapannya karena meminta Elisa membatalkan penggusuran pemukiman tempat pria itu tinggal.
"Aku akan membatalkan penggusuran itu dengan satu syarat, menikahlah denganku, setelah aku hamil dan melahirkan kamu akan aku bebaskan." Elisa Eduardo.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alya aziz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.29 (Sadar diri)
Sriiiiittttt!!
Bunyi rem berdecit tajam saat mobil yang di kendarai Elisa hampir menabrak pembatas jalan. Perlahan mata Reynald terbuka, ia kira hidupnya akan segera berakhir namun ternyata ia masih selamat dan tidak terluka sedikitpun.
Reynald menatap tajam kearah Elisa yang hanya diam seraya menatap nanar ke arah depan. "Kamu sebenarnya kenapa hah? Kita hampir saja celaka." Reynald menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi mobil. "Kenapa tiba-tiba kamu marah sampai seperti ini, aku benar-benar tidak punya maksud apapun, percayalah."
Di tengah keheningan Elisa, tiba-tiba saja air matanya mengalir begitu saja. Ia tidak tahu kenapa sikapnya begitu emosional namun beberapa hari ini ia lebih sensitif. Kadang ia bisa merasa begitu senang karena tiba-tiba merasa sedih yang teramat dalam.
Reynald memperhatikan wajah Elisa yang berlinang air mata meski tanpa suara isak tangis sebagai saat orang lain bicara. "El, kamu menangis ... hey kamu kenapa?" Reynald merengkuh tubuh Elisa dan langsung ia bawa ke pelukannya. "Maafkan aku, aku benar-benar tidak punya maksud apapun, aku bertemu Sofia karena aku ingin menjelaskan kepadanya tentang hubungan kita."
Sisa-sisa rasa pengkhianatan sang Papa masih terbawa hingga kini, ia tahu Reynald tidak berbohong kepadanya tapi kenangan buruk di masalalu membuat ia takut merasakan penghianatan seperti yang di lakukan Papa kepada sang Mama. Apa lagi Sofia adalah anak dari selingkuhan Papa dulu.
Reynald melepaskan pelukannya dan menghapus air mata yang tersisa di wajah Elisa. "Sekarang kita pulang ke Mansion. Kali ini aku tidak akan membiarkan kamu menyetir, ayo bertukar tempat." Reynald keluar dari dalam mobil begitu juga dengan Elisa.
Saat mereka sudah bertukar tempat, Reynald segera menyalakan mesin mobil dan tancap gas untuk pulang menuju Mansion. Sepanjang perjalanan Elisa lebih banyak diam, namun pikirannya kembali ramai dengan berbagai pertanyaan.
Pantaskah aku bersikap seperti ini? Kenapa aku seakan-akan menginginkan dia berada di samping ku selamanya. Aku yakin dia pasti tertekan dengan sikap ku namun dia menahan semua karena perjanjian di antara kami. Ya, sejak awal dia menerima tawaran ku hanya karena uang, kenapa sekarang aku menjadi bodoh karena kehadirannya, toh suatu saat aku harus melepaskan dia kan, batin Elisa seraya menatap keluar jendela.
...**...
Tak butuh waktu lama untuk mereka sampai ke Mansion. Elisa turun dari dalam mobil mendahului Reynald. Bahkan saat Bi Nini menyapa Elisa hanya diam dan terus melangkah masuk kedalam.
Reynald yang akan segera menyusul Elisa menghentikan langkahnya saat Bi Nini mulai kelihatan bingung. "Tuan, Nona Elisa kenapa?"
"Sedang marah Bi, ini semua karena salah saya juga ... kalau begitu saya masuk dulu ya Bi," jawab Reynald.
"Oh iya silahkan Tuan," ucap Bi Nini.
Reynald segera masuk kedalam dan menyusul Elisa yang sudah menaiki tangga. Sesampainya di dalam kamar Reynald melihat Elisa sedang berganti pakaian dengan pakaian olahraga. "Kamu mau olahraga?"
"Iya, aku masih kesal jadi harus di lampiaskan," jawab Elisa datar.
"Boxing lagi? ... El, kalau kamu marah, kesal sama aku lampiasin langsung saja tidak apa-apa kok," ujar Reynald.
Elisa yang sudah selesai berpakaian melangkah mendekati Reynald. "Aku bukan kesal sama kamu, Rey. Aku kesal sama diri ku sendiri, seharusnya aku tidak bersikap seperti ini."
"Maaf, aku sudah keluar batas perjanjian kita, tapi akan aku pastikan itu tidak akan terulang, kalau kamu mau dekat dengan wanita manapun silahkan aku tidak perduli lagi," lanjut Elisa.
Elisa yang hendak melangkah keluar kembali di cegah oleh Reynald. "Kamu kenapa jadi gini sih, El ... apa kamu cemburu?"
"Memangnya aku punya hak buat cemburu? ... secara realistis hubungan kita tidak sampai ke tahap itu, minggir." Ia kembali melanjutkan langkahnya keluar dari dalam kamar. Sementara Reynald duduk di tepi ranjang seraya mengusap wajahnya dengan kasar.
Ada kalanya seorang wanita ingin di mengerti tanpa harus menjelaskan. Karena saat ia merasa kecewa ia tidak akan meluapkan amarahnya dengan ucapan dan teriakan, namun ia hanya akan diam seribu bahasa atau bicara seperlunya.
...**...
Di tempat lain, Tasya dan Melvin yang mulai semakin akrab terlihat sedang duduk di taman kampus seraya mengerjakan tugas bersama. Melvin mulai merasa ia punya kesempatan untuk membuat Tasya menjadi pacarnya.
"Tasya, malam ini nonton film yuk, waktu itu kamu pernah bilang suka film action," ujar Melvin yang terlihat sangat bersemangat. Saking semangatnya ia bahkan sudah membeli tiket sebelumnya.
"Oh malam ini ya ... sorry Vin aku udah ada janji sama kak Alex mau nonton bareng," ujar Tasya lalu kembali fokus ke bukunya.
Melvin terkejut saat mendengar nama Alex terucap dari mulut Tasya. Ya, memang saat malam perta ulang tahun Tasya, Alex datang dengan sebuket besar mawar merah, ia pikir hanya karena hadiah ulang tahun. Ia tidak menyangka ternyata Tasya dan Alex benar-benar sedang dekat.
"Oh gitu ya, ternyata kalian sudah kenal dekat," ujar Melvin dengan lemas.
Tasya kembali menatap Melvin.
"Mau aku kasih tau satu rahasianya nggak," ucap Tasya berbisik.
"Hah, rahasia apa?" tanya Melvin.
"Sebenernya aku sama kak Alex itu udah pacaran tiga bulan ini tapi kami sepakat buat backstreet secara dia kan ketua tim basket kampus kita aku nggak mau di ganggu sama kakak senior yang memuja dia, kamu diam aja ya aku bilang ini karena sudah nganggep kamu keluarga," tutur Tasya lalu kembali fokus ke bukunya.
Tiba-tiba saja sekujur tubuh Melvin melemas. Ia pikir selama ini Tasya baik karena menyukainya tapi ternyata dia hanya di anggap keluarga karena sang kakak menikah dengan Elisa sepupu Tasya.
"Jadi kamu nganggep aku keluarga ya, ternyata selama ini aku terlalu berharap," gumam Melvin.
"Kamu ngomong tadi?" tanya Tasya saat merasa mendengar Melvin bicara.
"Ah nggak ada," jawabannya sambil menggeleng perlahan.
"Eh atau kita double date aja, kamu sama syena mau nggak," ujar Tasya tiba-tiba.
"A-apa double date?" tanyanya balik.
"Iya double date, pokoknya kamu tenang aja aku yang atur semuanya," ucap Tasya.
"Tapi, Tasya aku--"
"Wah udah waktunya masuk kelas." Tasya berdiri dari posisinya. "Aku ke kelas dulu ya Vin, sampai jumpa nanti."
Melvin belum sempat menolak tapi Tasya sudah beranjak pergi. Untuk apa juga pakai acara double date segala sudah jelas ia menyukai Tasya. Tapi jika ia menolak Tasya pasti akan bertanya apa alasannya.
...**...
Menjelang malam, seorang pelayan menggedor pintu kamar Elisa hingga berkali-kali. Setelah beberapa saat menunggu akhirnya Reynald muncul karena baru saja selesai berganti pakaian. "Kenapa Bi?"
"Maaf mengganggu Tuan, Nona Elisa pingsan di ruang gym," ujar pelayan itu.
"Apa! Pi-pungsan?"
"Iya Tuan sekarang Nona ada di sofa ruang tengah bersama Bi Nini," ujar pelayan itu lagi.
Tanpa menanggapi ucapan sang pelayan, Reynald segera berlari menuruni tangga untuk melihat keadaan Elisa.
Bersambung 💕
Jangan lupa dukungannya ya reader terimakasih.