Nona kedua Li Yue An dari keluarga pejabat merusak nama baiknya, Kehormatannya membuat semua orang membenci bahkan mengucilkannya. Namun siapa Sangka siasat jahatnya membuat dirinya menjadi seorang Permaisuri. Setiap langkah yang ia ambil akan membuatnya mengorbankan semua orang yang peduli dengannya.
Di tahun ke sepuluh setelah Li Yue An menjadi seorang Permaisuri. Dia di jatuhi hukuman mati oleh Kaisar yang merupakan suaminya karena berkolusi dengan pemberontak.
Semua kebetulan seperti sebuah mimpi semata. Dia justru terbangun kembali saat usianya tujuh belas tahun. Dimana dirinya masih di perlakukan tidak adil oleh keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tatapan lembut di bawah rembulan
Di halaman selatan tempat tinggal kedua orang tua angkat Tuan muda Li Xiao An. Tepat di depan pintu masuk ruangan kamar, gadis itu diam merapikan bajunya juga menata rambutnya. Dia takut baju yang ia kenakan tidak terlalu rapi. "Cui, bagaimana penampilan ku?"
"Nona kedua cantik seperti biasanya," saut pelayan Cui tersenyum bahagia.
"Bukan itu. Bagiamana baju ku? riasan ku? Apa semua sudah rapi juga pas?" Li Yue An cukup gugup dia berulangkali menahan nafas lalu menghembuskannya untuk mengurangi ketegangan.
Belum sempat pelayan Cui berbicara dari arah kamar seseorang keluar. Wanita tua dengan wajah pucat berjalan di bantu tongkat kayu lapuk. Pria tua menggandengnya pelan. Kedua pupil matanya tersamarkan warna putih. Dengan bantuan istrinya sang suami baru dapat berjalan tanpa tersandung atau menendang barang di sekitarnya. "Nona silakan masuk," suara wanita tua itu terdengar serak.
Li Yue An memberikan salamnya. Dia berjalan masuk dengan hati yang tidak menentu. Ada perasaan tidak tega menekan dirinya. Dia duduk di kuris menatap dengan rasa segan. "Bibi."
"Aku sudah mendengar dari putra ku jika kamu adalah kakak perempuannya," wanita tua itu tersenyum hangat menetap wanita cantik penuh ketegasan juga keanggunan di depannya. "Kami berdua tentu selalu menghadapkan keluarga kandungnya dapat menemukannya. Tidak pernah berusaha menutupi asal usul dari Boqin. Dia anak yang baik, menurut, juga selalu mengerti keadaan keluarga."
Li Yue An menetap tenang, dia bangkit dari tempat duduknya. Berlutut di hadapan kedua orangtua angkat adiknya.
"Nona, jangan seperti ini."
Wanita tua itu berusaha untuk membantu Li Yue An agar bangkit.
Li Yue An menolaknya. "Bibi, paman. Terima kasih telah menyelamatkan adik ku. Merawatnya, menjaganya dengan sangat baik. Dia bahkan tubuh menjadi pemuda yang tampan juga pengertian. Jika kalian bersedia izinkan saya juga menjadi putri angkat anda," menunduk penuh keteguhan hati.
Wanita tua itu menatap bingung, dia mengalihkan pandangannya kearah suaminya. Tangan penuh keriput itu di genggam erat suaminya. Satu anggukan suaminya membaut wanita tua itu mengerti. "Sebuah anugerah yang besar dari sang dewa memberikan aku putri cantik seperti mu," dia bangkit membantu putri angkatnya untuk bangun dari lantai yang dingin.
Pelayan Cui yang ada di depan pintu meneteskan air matanya. Dia juga merasa bahagia melihat Nona keduanya bahagia.
Tanpa ada yang menyadari Boqin diam di halaman depan bersama Jenderal Lie Mingyu. Mereka mendengar semua ucapan yang di katakan Li Yue An dari dalam kamar. Boqin berlari masuk ke arah kamar. Sedangkan Jenderal Lie Mingyu tersenyum hangat menatap langit penuh bintang.
Di dalam kamar, saat Boqin masuk Li Yue An baru saja bangkit dari lantai yang dingin.
"Boqin, beri salam kepada kakak perempuan mu."
Wanita tau itu menatap hangat kearah putranya.
"Kakak perempuan," Boqin menundukkan kepalanya menahan air matanya.
Li Yue An berjalan mendekat memeluk adiknya. "Adik ku. Sekarang kakak sudah ada bersama mu," mengelus lembut kepala adiknya. Air mata Li Yue An menetes perlahan. Pemuda di dalam pelukannya juga tidak bisa menahan kesedihan yang bercampur kebahagiaan. Li Yue An melepaskan pelukannya, dia menghapus lembut air mata adiknya. "Seorang pria harus lebih kuat."
"Em. Aku mengerti," Boqin mengangguk lembut dengan senyuman di wajahnya.
Tawa terdengar lebih menghangatkan ruangan kamar.
Tidak selang lama Li Yue An keluar bersama pelayannya Cui. Gadis itu terkejut melihat Jenderal Lie Mingyu sudah ada di halaman depan. Wajah di bawah rembulan pria muda tampan itu membuatnya terdiam untuk beberapa saat.
"Nona kedua," pelayan Cui membuyarkan lamunan Li Yue An.
Li Yue An berjalan mendekat sedangkan pelayannya pergi terlebih dulu. "Jenderal," memberikan salam.
"Tuan putri, silakan."
Mereka berdua berjalan berdampingan dengan langkah pelan.
"Jenderal juga ada perlu dengan adik ku?"
"Kami hanya tidak sengaja bertemu di halaman depan. Mengobrol santai tanpa sadar datang ke tempat ini," jelas Jenderal Lie Mingyu. "Kasus yang sedang di periksa adik mu melibatkan putra Walikota. Apa yang akan kamu lakukan jika bukti kuat masih tidak bisa di temukan?"
"Mereka sudah tidak bisa bergerak lagi," ujar gadis itu dengan senyuman.
Pria muda itu menatap gadis muda yang tengah berjalan beriringan dengannya. Kedua mata aprikot itu sangat indah di bawah cahaya rembulan. Senyuman manisnya membuatnya ikut menggerakkan bibirnya membentuk senyuman terhangat. Hatinya perlahan menjadi tenang.
Angin malam ini lebih tenang dari biasanya. Bahkan hampir tidak ada hembusan angin yang terasa.
Jenderal Lie Mingyu melepaskan jubah tebal yang ada di tubuhnya memberikannya kepada Li Yue An. "Angin bertiup terlalu kuat. Tubuh Tuan Putri baru saja sembuh," kedua lengan kekarnya seperti tengah merangkul gadis kecil sebatas bahu. Tali di depan di ikat tidak terlalu kuat. Kedua matanya bertemu dengan tatapan jernih gadis cantik di depannya.
Li Yue An justru terdiam tidak berani bergerak sembarangan.
"Tuan Putri, kamu lupa bernafas."
Perkataan itu membuat Li Yue An tersedak ludahnya sendiri. Dia kembali bernafas namun seperti seseorang yang baru saja tenggelam. Gadis itu gelagapan mendapati jantungnya berdetak sangat kencang. 'Aura pria dewasa memang lebih menggoda,' gerutunya dalam hati. Jika di bandingkan dengan dirinya saat ini yang masih berusia delapan belas tahun. Jenderal Lie Mingyu bisa di anggap sebagai pamannya. Pria muda itu sudah berusia hampir tiga puluh tahun. Jika bukan karena selalu pergi ke medan perang dia pasti sudah menikah dan memiliki keturunan. "Jenderal, malam ini kota sangat ramai. Apa kamu ingin pergi melihatnya dengan ku?"
"Baik."
Jawaban singkat itu membuat Li Yue An tersenyum tipis penuh niat jahat. 'Haruskah aku mengatur siasat seperti dulu? Menjatuhkannya dalam sekali tatapan mata,' gadis itu tertawa dengan sendirinya setelah pemikiran aneh terlintas di benaknya. Saat dia tersadar dan melihat kearah Jenderal Lie Mingyu. Tatapan kebingungan terarah kepada dirinya. Li Yue An menggelengkan kepalanya lalu berjalan lebih cepat.
Keramaian kota terlihat di malam itu. Banyak pasangan berdatangan ke arah jembatan yang menghubungkan sungai di tengah kota. Setiap pasangan yang melewati jembatan akan melemparkan koin kecil. Satu permintaan untuk satu lemparan.
Lentera berbagai bentuk menerangi malam di tengah kota. Banyak sekali penjual bunga dadakan di pinggiran jalur utama.
"Tuan, bunga abadi untuk kekasih anda."
Seorang gadis kecil menawarkan ikatan bunga mawar kepada Jenderal Lie Mingyu.
Li Yue An tidak tega melihat gadis kecil penjual bunga di depannya. Dia ingin membelinya namun Jenderal Lie Mingyu sudah lebih dulu memborong semuanya. Bahkan ada lima anak usia tujuh tahun yang ikut menawarkan bunga. Pria muda itu mengambil semua bunga di tangan setiap anak dan memberi mereka sepuluh tahil melebihi harga bunga. Anak-anak itu terus berterima kasih lalu pergi dengan bahagia. Mereka melanjutkan langkah menuju jembatan yang masih penuh dengan orang-orang.
Hampir semua wanita melihat kearah pria muda dengan postur tubuh tegap, gagah, dan rupawan. Puluhan tangkai bunga ada di pelukannya. Saat para wanita itu melihat gadis cantik di sampingnya tatapan mereka seketika berubah penuh rasa iri dan benci.
Li Yue An tentu menyadari semua tatapan itu. "Aaa..." semua bunga di berikan kepadanya. "Ini?" dia cukup kualahan menahan semua bunga dalam pelukannya. Tangan Jenderal Lie Mingyu menggenggam sedikit bagian jubah miliknya yang tengah di pakai Li Yue An. Gadis itu menatap binggung.
"Jangan sampai tertinggal," suara lembut Jenderal Lie Mingyu membuat pandangan mata Li Yue An jatuh dengan malu.
Wajah gadis itu memerah. "Baik," sautnya pelan.
Jika tidak ada kendala cerita akan selalu di update setiap hari dengan jam yang tidak menentu. Di pastikan tamat sampai akhir dalam jangka waktu kurang dari satu bulan☺️