Novel ini adalah Sequel dari Novel ANTARA LETNAN TAMVAN DAN CEO GANTENG, cinta segitiga yang tiada akhir antara Cindra, Hafiz dan Marcelino.
Cinta Marcel pada Cindra boleh dikatakan cinta mati, namum cintanya harus terhempas karena kekuatan Cinta Cindra dan Hafiz. Akhirnya Marcel mengaku kalah dan mundur dalam permainan cinta segitiga tersebut.
Karena memenuhi keinginan anak-anaknya, Marcel dijodohkan dengan Namira (Mira) yang berprofesi sebagai Ballerina dan pengajar bahasa Francis.
Kehidupan Namira penuh misteri, dia yang berprofesi sebagai Ballerina namun hidup serba kekurangan dan tinggal di sebuah pemukiman kumuh dan di kolong jembatan, rumahnya pun terbuat dari triplek dan asbes bekas. Namira yang berusia 28 tahun sudah memiliki dua orang anak.
Apakah akan ada cinta yang tumbuh di hati Marcel untuk Namira, atau Namira hanya dijadikan pelampias gairahnya saja?
Yuk, ikuti kisah Cinta Marcel dan Namira.
Jangan lupa untuk Like, share, komen dan subscribe ya..Happy Reading🩷🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Kedatangan Papa Romeo
Ruangan Presdir BXT Group
"Apa kamu yakin dia adik Namira?" Tanya Bram pada Tomo
"Sangat yakin Tuan, Rudy sendiri yang bercerita kalau dia adik angkat Namira dan saya beberapa kali melihatnya menjemput anak-anak sekolah"
"Hmmm..semakin menarik, Namira punya adik angkat? Lantas bagaimana keluarga Namira, apa dia dari kalangan atas atau kalangan biasa?" tanyanya lagi
"Mm..soal itu Rudy tidak mengatakan apapun, dia seperti menutup jatidirinya"
"Oke, bawa dia ke ruang interview. Aku sendiri yang akan mewawancarainya" tegas Bram
Bram berdiri dengan sempurna, merapihkan jas mahalnya yang berwarna abu-abu, melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu memberikan perintah lagi pada Tomo
"Atur jadwal meeting di sore hari. Setelah bertemu dengan Rudy aku ingin mengetahui di mana rumah Namira" Ucap Tomo
"T-tapi tuan, mereka tidak bisa mundur lagi karena jadwal sore mereka akan meeting dengan perusahaan Tuan Marcel"
Bram menaikan sebelah alisnya, "Bagus, itu justru bagus. Kita buat jeda jadwal meeting dengan Marcel dua jam dan ajak mereka meeting di lokasi yang sama" bibir kiri Bram terangkat sebelah menciptakan senyuman asimetris
Dengan derap langkah pasti, kaki jenjang Bram mengayun seirama dengan derit sol sepatu mewahnya di lantai marmer perusahaannya, setiap langkahnya melewati ruangan yang dilalui menjadi perhatian para karyawannya terutama karyawan wanita yang menggilai ketampanan atasannya yang sangat irit senyum.
"Apa dia sudah datang?" tanya Bram pada kepala HRD
"Akan kami panggilkan, pak"
"Hmm.." Bram menyilangkan kakinya dan bersandar di kursi sang pimpinan.
Ceklek!
"Selamat pagi, saya ijin masuk bapak/ibu" Ucap Rudy dengan sopan
"Silahkan duduk pak Rudy" Nisa staff di bagian HRD mempersilahkan Rudy untuk duduk di depan sepuluh orang pewawancara
Dengan percaya diri Rudy duduk di sebuah kursi yang di lengkapi meja untuk menulis, di depannya sudah disiapkan beberapa lembar pertanyaan dan kertas kosong.
"Silahkan dibaca lembar test yang ada di depan anda" kembali staff HRD memberi instruksi
Bram menaikan tangannya dan melambaikan tangan agar proses tersebut di lalui. Para team recruitment saling adu pandang, belum mencerna apa yang dimaksud atasannya. Tomo langsung bergegas membisikan kepala HRD agar meminta beberapa staff nya keluar dari ruangan. Beberapa staff keluar ruangan tersisa di ruangan itu hanya tiga orang pewawancara; Bram, Kepala HRD dan Tomo.
"Apa kamu mengenal saya?" tanya Bram
"Sangat mengenal pak" Jawab Rudy
"Siapa saya?"
"Anda pimpinan perusahaan BXT Group" Jawab Rudy
"Selain itu kamu mengenal saya siapa? Darimana kamu mengenal saya"
"Anda adalah seorang atlet balap NASCAR, Rally dan Drifting" Jawab Rudy
"Itu bisa kamu ketahui dari berita online, majalah otomotif, medsos, maybe. Saya ingin yang lebih spesifik"
"Anda ayah dari Romeo"
Bibir Bram membentuk garis lurus, kepalanya mengangguk, "Dari mana kamu mengenal putraku?"
"Kedua ponakan saya adalah teman baik Romeo"
"Kedua keponakan? Siapa?" Tanya Bram pura-pura tidak tahu
"Wulan dan Ilyas, Pak" Jawab Rudy dengan wajah tegang
"Jangan tegang begitu, Rudy. Artinya kamu adik Namira?"
"Betul, Pak"
"Bagaimana kabar Namira dan anak-anaknya?" tanya Bram.
"Kabarnya baik, Pak" Jawab Boa dengan wajah sedikit menunduk
Kepala HRD hanya mengernyitkan wajahnya karena sang Presdir tidak biasanya seperti ini. Jika sedang interview calon karyawan dia sangat kejam dan seringkali membuat para pelamar keluar pintu dengan menangis bahkan pernah ada yang pingsan karena cecaran pertanyaan darinya.
"Dari jawaban kamu saya tidak yakin Namira dalam keadaan baik" Bram menyipitkan matanya
"Sangat baik, Pak" Rudy meralat jawabannya
"Setelah kejadian itu, apa dia masih bekerja di rumah Tuan Marcel"
Rudy nampak berpikir, kenapa Bram menganggap Namira bekerja pada Marcel. "Mm..sudah tidak bekerja di sana, Pak"
"Lantas di mana Namira?" Tanya Bram dengan mata berbinar
Rudy membetulkan duduknya yang mulai gelisah, dia tidak menyangka akan pertanyaan-pertanyaan Bram yang diluar ekspektasinya. "Sekarang kami tinggal di pinggiran kota, dan kami sedang mencari pekerjaan, Pak"
"Apa Namira juga sedang mencari pekerjaan?" Wajah Bram terlihat sangat ingin mengali semua info dari Rudy
"I-iya betul, Pak"
"Baiklah ayo kita temui dia" Bram langsung berdiri menggeser kursinya kebelakang
"La-lalu..bagaimana dengan saya Pak, apa saya diterima bekerja di sini?" tanya Bram
"Tergantung apa jawaban Namira hari ini" Bram sudah melangkah ke arah pintu dan diikuti Tomo
Tomo memberi kode agar Rudy mengikutinya. Dengan kikuk Rudy melangkah cepat mengikuti Bram dan Tomo. Mereka masuk ke sebuah kotak yang akan membawa mereka bertransportasi dari lantai ke lantai hingga masuk ke sebuah parkiran khusus yang hanya diisi oleh Koleksi mobil Bram, dari mobil mewah, mobil sport dan mobil biasa. Dengan mobil biasa tidak terkesan mewah sama sekali mereka keluar dari gedung bertingkat dan mulai membelah jalanan tol Jakarta.
"Bagaimana anak-anak berangkat sekolah, kenapa ia pindah jauh sekali. Apa kalian tidak memikirkannya sampai ke situ?" gerutu Bram setelah terdiam lama bersabar dengan jarak tempuh yang lumayan memakan waktu lama.
Rudy mengusap belakang lehernya dengan gelisah, "Mm..kami sengaja menghindari Tuan Marcel, Pak. Dan kami akan mencari sekolah yang terjangkau dengan pendapatan kami"
"Kenapa harus menghindar, apa kalian mencuri?" tanyanya dengan nada khawatir
"Saya tidak berwenang menjelaskan, biar Namira yang menjelaskan, Pak" Jawab Rudy dengan gelisah, dia takut sekali Namira akan marah jika dia tiba-tiba pulang membawa orang lain.
"Pak Tomo, mobil hanya bisa sampai di lapangan itu. Dari ujung gang itu kita berjalan kaki kurang lebih 500 meter" Ucap Rudy memberi arah
Tomo hanya melirik bos nya dari spion tengah, melihat perubahan wajah bosnya yang saat ini tersenyum lebar dengan pancaran mata yang berbinar. Mobil terhenti dan mereka keluar semua dari mobil keluaran jepang tersebut.
"Apa Tuan yakin akan ikut berjalan ke rumah Namira, jalannya jauh dan becek apalagi semalam habis hujan deras" Jawab Rudy yang akhirnya ikut memanggil Tuan pada Bram karena mendengar Tomo memanggil Bram dengan panggilan Tuan.
"Aku lebih khawatir jika Namira dan anak-anak yang berjalan menemuiku ke sini" Jawab Bram
DI SEBUAH RUMAH KONTRAKAN
"Mama, biar Wulan bantu bawakan piringnya mama" pinta Wulan
"Aku bawakan ikan asinnya mah" Ilyas tidak mau ketinggalan membantu Namira menyiapkan makan siang
"Letakkan di atas tikar ya sayang" Seru Namira dari arah dapur
"Woww..harum sekali masakan mama" Seru Wulan
"Maaf ya mama belum bisa bikin makanan enak seperti di rumah Tuan Marcel"
"Ini sudah enak sekali mama, yang penting mama yang masak karena masakan mama penuh cinta" seru Ilyas dan Wulan kompak
Tok! Tok! Tok
"Assalamualaikum Mir" Suara Rudy di balik pintu. Namira berdiri dan mendekati handle pintu
"Wa'alaikumussalam, Boa kok ka-.." Suara Namira tertahan karena Boa datang tidak sendiri tapi bersama Bram dan asistennya
"Bram!" Seketika tubuh Namira kaku
"Hai Namira, apa kabar?" Jawab Bram dengan senyum sumringah
"B-baik..Bram silahkan masuk. T-tapi maaf rumah kami kecil dan tidak memiliki kursi jadi lesehan duduknya, mari.." Namira yang saat ini hanya memakai daster berwarna kuning sangat kontras dengan warna kulitnya yang kuning langsat, hingga membuat jakun Bram naik turun, matanya tertuju pada Namira hingga tidak berkedip.
"Maaf saya pamit sebentar, silahkan masuk" Namira bergegas ke kamar untuk mengganti pakaian yang lebih pantas.
Bram melangkah masuk ke dalam rumah petakan dengan ruang tamu yang hanya berukuran 2x3 meter diikuti Bram dan Tomo. Pemandangan pertama yang dia lihat di ruang tamu adalah wajah cantik Wulan yang selalu membuatnya rindu, mata bulat dan indah milik Wulan selalu mengingatkannya pada istri dan bayi perempuannya yang hilang.
"Wulan, apa kabar cantik" Sapa Bram dengan senyuman lebar
"Baik, Tuan" Jawab Wulan dengan wajah takut
"Ko manggil Tuan, Romeo saja manggil mama kamu dengan panggilan mama, panggil aku papa juga boleh" pinta Bram
"Papa aku, hanya papa Marcel" Cicit Ilyas
"Ilyas!" Tegur Wulan
Walaupun bingung dengan celoteh Ilyas, Bram berusaha tersenyum, dan duduk di samping Wulan.
"Apa kalian sedang makan siang?" tanya Bram
"Kami baru aja mau makan, apa papa Romy mau ikut makan bersama kami? Tapi makanan kami sangat sederhana" ajak Wulan dengan sopan
"Apa Wulan tidak keberatan jika papa Romy makan di sini?" Tanya Bram
"Tidak, mama masak banyak kok, aku rasa cukup untuk kita semua, iya kan bang Boa?" Ucap Wulan dan Boa mengangguk dengan tersenyum.
"Sini Wulan, Ilyas, om Boa belum peluk" Boa merentangkan kedua tangannya dan memeluk kedua bocah itu dengan kasih sayang. Adegan itu membuat Bram terenyuh, jika saja putri perempuannya tidak hilang mungkin dia akan merasakan pelukan kedua putra putrinya.
"Bram, jika berkenan dengan masakan sederhana ini, ayo ikut makan bersama kami" Namira yang sudah berganti pakaian ikut nimbrung di ruang tamu.
Dengan duduk bersila dan saling berhimpitan, Bram, Tomo dan Rudy memposisikan diri menunggu Namira menyendokkan makanan ke dalam piring masing-masing. Tatapan mereka ke arah tangan Namira yang telaten menyendokkan nasi beserta lauk pauk.
"Apa segini cukup Bram?" Tanya Namira menaikan tatapan matanya pada wajah Bram
"Ah, iya cukup" Jawab Bram kikuk karena kepergok sedang menatap wajah Namira sambil tersenyum bahagia
"Silahkan.." Namira mempersilahkan setelah semua menerima piring yang berisi nasi beserta lauknya.
Mereka makan dengan khidmat dan menikmati makanan perlahan, sesekali Bram memejamkan matanya menikmati rasa nikmat dari campuran sayur asem, sambal terasi dan ikan asin.
"Ini enak sekali Namira, andai aku dan romeo bisa menikmati masakanmu setiap hari" Seru Bram
Seketika Namira terdiam, dia ingat dengan suaminya. "Apa dia menikmati makanannya hari ini? Lambungnya sering bermasalah dan bergas hingga membuatnya malas makan. Tuan, aku harap kamu pun bisa menikmati makananmu hari ini" Lirih batinnya.
"Namira" Sapa Bram lembut
"E-ehh iya Bram, syukurlah jika kamu menyukai masakan sederhanaku" Namira menunduk menyembunyikan wajah sedihnya.
...💃🩰💃🩰...