Cerita ini hanya fiktif belaka, hasil kehaluan yang hakiki dari Author gabut. Silahkan tinggalkan jejak jempol setelah membaca dan kasih bintang lima biar karya ini melesat pesat. Percayalah Author tanpa Readers hanyalah butiran debu.
Siti dan Gandhi tetiba menjadi pasangan nikah dadakan, karena Siti menghindar perjodohan dari sang ayah yang akan di pindah tugas keluar Pulau.
Sebelumnya Siti sudah punya kekasih, tetapi belum siap untuk menikahinya. Jadilah Gandhi yang bersedia di bayar untuk menjadi suami pura-pura hingga Arka siap meminang Siti.
Isi rumah tangga Siti dan Gandhi tentu saja random, isi obrolan mereka hanya tentang kapan cerai di setiap harinya.
Mari kita simak bagaimana akhir rumah tangga Siti dan Gandhi yang sejak awal berniat bercerai. Apakah sungguh berpisah atau malah bucin akut?
Happy Reading All
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmeLBy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 : BUKTI CINTA
Hari berlalu kesininya Siti semakin berhadapan dengan hari-hari yang ia rasa cukup berat. Konsultasi dengan Dosen pembimbing yang kadang berujung delete. Gak jelas juga maunya Dosen pembimbing satu si Siti itu. Sepertinya sudah jadi kebahagiaan tersendiri menghapus secara ugal-ugalan ketikan yang kadang sampe dini hari Siti ketik. Atau otak Siti memang cetek, tidak paham dengan yang Dosennya maksudkan.
Kalau sudah begini, Siti maunya kabur saja. Pacaran sampai pagi dengan Arka sepertinya tidak buruk, toh selama ini ia tak pernah sebrutal itu pacaran dengan Arka, karena pengawalan yang ketat oleh pak Harso.
"Ka, kita lama gak malam mingguan. Kencan yuk." Ajak Siti meminta waktu Arka.
"Kamu datang ke cafe biasa aja ya Swet. Gua gak bisa jemput, udah mepet manggung." Jawab Arka yang melahirkan senyum di bibir Siti. Lama rasanya tidak bersama kekasih hatinya tersebut.
Pesona ketampanan Arka tak pernah surut di mata Siti, sedemikian bucinnya Siti yang selalu terpesona dengan wajah kekasihnya tersebut. Makanya ia bertahan hingga 3 tahun lebih, walau kadang di balas dingin oleh Arka baginya itu adalah sifat kekasihnya.
"Ka, sebentar lagi tugas akhir gua selesai. Setelah sidang Skripsi kita bicarakan masalah pernikahan yak." Ujar Siti saat Arka sudah selesai perform bersama teman-temannya.
"Lu yakin ortu lu bakalan setuju kalo kita lanjut ke pernihakan?" tanya Arka mengambil batang tembakau menyulutnya lalu menghembuskan asapnya kemana suka. Bodohnya Siti fine aja tuh, terhirup udara tercemar nikotin oleh ulah Arka itu.
"Ku gak bisa jamin sih, tapi setidaknya kita coba dulu. Kurasa waktu kebersamaan kita tiga tahun tanpa perselisihan besar, itu cukup untuk yakinkan ortu ku, kalo kita emang cocok, Ka." Jawab Siti dengan mata berbinar.
Arka tidak menjawab. Ia hanya menarik Siti agar duduk di atas pahanya.
Menempelkan bibir bekas isapan tembakau tadi, lidahnya merasuki rongga mulut Siti. Bergerak brutal di dalam sana, lembut namun cepat. Siti sangat rindu dengan cumbuan Arka itu padanya. Tangan Arka tidak tinggal diam, awalnya hanya di tengkuk Siti, kemudian sudah semakin turun ke pinggangnya agar tubuh Siti makin rapat dengan dadanya.
Tangan Arka yang satu lagi sudah meremas bagian dada Siti.
"Ka ..." Rengek Siti setengah serak dan pelan.
"Gua kangen loe swet." Ujar Arka menyasar bibirnya ke leher Siti. Siti geli, namun tetap memberikan akses untuk Arka memainlan bibirnya di area itu.
"Ka ..." Manja Siti makin terdengar merdu, saat tangan Arka makin keras saja meremas buahan di dadanya.
"Ke kost yuk, gua tersiksa rindu selama ini sama kamu Swet. Bibir loe buat gua candu, buah ini belum ku cicip saja sudah buat gua On, Swet Pliis." Racau Arka membuat Siti bergidik antar mau dan takut.
"Ka ... loe gak cinta gua?" tanya Siti sebentar. Sebab setelah itu justru ia yang menyerang bibir manis bekas filter rokok Arka tadi.
Arka melepas belitan lidah Siti, bibirnya sudah pindah lagi ke leher Siti, ia buat tanda merah keunguan di sana. Membuat nafas Siti terengah-engah menikamti semua sentuhan lidah liar Arka.
"Ka ... jangan gini." Renyah rengekan Siti bilang jangan tapi malah membusungkan dadanya, agar Arka lebih mudah mencium-cium daerah dadanya.
"Gua cinta mati sama loe." Oh Tuhan. tangan Arka sudah nyasar kebawah saja. Mereka masih di pojokan sebuah cafe, memang tidak terlihat jelas jika mereka sedang m3sum di sana. Tapi saat suara musik berhenti, justru pekikan geli Siti terdengar sangat mengemaskan bikin Arka makin h0rni.
"Sweet, plis. Mau ini yak." Tangan Siti sudah Arka antar saja pada bagian yang mengeras di balik celana Arka.
"Ka ... gua cinta loe. Tapi jangan dengan ini juga." Huh mulut Siti saja bilang tidak. Tapi kenapa tangan itu justru makin erat memegang batang yang makin membesar di dalam sana.
"Buktiin lue cinta gua, kasih gua ini dulu. Besok juga elu bakalan gua lamar Swet." tantang Arka entah dapat ide dari mana.
"Harus banget pake ini, buktiin cinta?" Siti bodoh atau konyol. Pake nanya, itu n4fsu Siti bukan cinta.
"Hanya dengan elu hamil duluan, maka Pak Kombes Harso itu mau nikahkan kita. Percaya sama Gua." Ucap Arka serius.
Siti sadar saat mendengar nama Harso di sebut, bersamaan dengan itu ponselnya berbunyi. Gandhi itu nama yang tertera di ponselnya.
"Dimana?" suara itu sangat terdengar tegas dan dingin.
"Di cafe." Jawab Siti agak gugup.
"Pulang!" Tegas Gandhi lagi namun tidak menutup ponselnya.
"Iya." Jawab Siti patuh, entah semacam ada rasa takut ketika ia melihat nama itu menghubunginya.
"Kemana?" tarik Arka pada Siti, ingin melanjutkan lagi urusannya yang belum selesai.
"Aku mau pulang." Jawab Siti bergegas.
"Ke kost ku ya Swet, kita selesaikan yang tadi." Lagi Arka menarik tubuh Siti hingga limbung, kembali jatuh di dada Arka yang membuat Siti merasa gelisah.
BERSAMBUNG ...
ujan ujan gitu, mknya cakit/Grin//Grin/
🏃🏃🏃🏃🏃🏃
Keren kok alurnya