Damian pemuda urakan, badboy, hobi nonton film blue, dan tidak pernah naik kelas. Bahkan saat usianya 19 tahun ia masih duduk di bangku kelas 1 SMA.
Gwen, siswi beasiswa. la murid pindahan yang secara kebetulan mendapatkan beasiswa untuk masuk ke sekolah milik keluarga Damian. Otaknya yang encer membuat di berkesempatan bersekolah di SMA Praja Nusantara. Namun di hari pertamanya dia harus berurusan dengan Damian, sampai ia harus terjebak menjadi tutor untuk si trouble maker Damian.
Tidak sampai di situ, ketika suatu kejadian membuatnya harus berurusan dengan yang namanya pernikahan muda karena Married by accident bersama Damian. Akan tetapi, pernikahan mereka harus ditutupi dari teman-temannya termasuk pihak sekolah atas permintaan Gwen.
Lalu, bagaimana kisah kedua orang yang selalu ribut dan bermusuhan ini tinggal di satu atap yang sama, dan dalam status pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Jadi Ketua Kedisiplinan
"Hebat lo, Gwen. Tindakan lo ke Damian tadi pagi udah buat heboh sekolah ini," ujar Jane sembari menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Biasa aja kali, habis gue gedeg sumpah. Mentang-mentang dia anak kepala sekolah, sekaligus pemilik sekolah ini, terus dia bisa semena-mena gitu." Gwen menimpali.
"Tapi itu keren banget sih menurut gue. Belum ada yang berani sama Damian. Bahkan guru-guru di sini udah nyerah. Lo datang bawa angin segar buat sekolah kita, ya nggak, Xel?"
Axel yang sejak tadi memperhatikan gadis itu diam-diam dengan tersenyum manis, kini mulai sadar dari rasa kagumnya setelah pundaknya di senggol oleh Jun.
"Iya, hebat banget sih lo, Gwen."
Gwen mengibas-ngibaskan satu tangannya di udara. "Udah ah jangan dipuji terus, bisa besar kepala gue. Gue hanya nggak suka aja ada orang yang semena-mena, males gue kalau ada yang masih suka bully membully. Ini 'kan sekolah, buat belajar. Emang mau jadi bahan pamer, bully, lah masa depan bangsa mau jadi apa, kalau generasi mudanya aja kek begitu modelnya."
Tepuk tangan lantang dilayangkan oleh Jane, gadis itu sampai berdiri di atas kursi, lalu Mika menariknya, agar Jane kembali duduk. Malu mereka dijadikan bahan tontonan seluruh penghuni kantin.
"Bikin malu lo Jane," sindir Mika. Jane menggaruk belakang kepalanya, lalu duduk kembali.
"Reflek gue, terlalu bangga sama omongan Gwen yang keren banget nih. Suka nih gue punya temen macam Gwen."
"Terus lo nggak seneng temenan sama kita-kita gitu," ujar Jun, yang mendengus malas ke arah Jane.
"Ya lo lo pada omongannya unfaedah banget kadang."
Dukkk
"Ishhh sakit, Xel."
"Rasain lo, nih temen kita si Axel juara umum berturut-turut, masih lo bilang unfaedah lo." Mika menyambar.
Gwen yang mendengar itu langsung tersenyum lebar karena mendapatkan teman berprestasi. "Wah, keren banget lo, Xel."
Axel yang dipuji oleh Gwen, hanya mampu menunduk. Sejak awal Axel menaruh rasa pada Gwen, yah dia terjebak love at first sight
"Biasa aja, Gwen gue, lo-"
"Kak Gwen, ya?" tanya seorang siswa perempuan, sepertinya dia anak kelas satu yang tiba-tiba datang memotong ucapan Axel.
"Iya, ada apa, ya?"
"Kakak dipanggil Pak Yus ke ruangan BK."
Gwen mengernyitkan dahi, untuk apa dia dipanggil ke ruangan BK. Perasaan dia tidak berbuat salah. Ah, jangan-jangan Damian melaporkan kasus kemarin pada ayahnya. Wajah Gwen tiba-tiba berubah horor saat itu. "Jangan-jangan si Damian beneran impoten," lirihnya.
"Kak, Kak Gwen."
"Eh, iya. Nanti deh gue ke sana. Mau habisin makan dulu, nanggung. Dosa kalau nyisain makanan."
Siswa itu mengangguk, lalu berlalu dari sana.
Membuat Gwen langsung bertanya-tanya, apakah benar Damian melaporkan perbuatannya kemarin?
***
"Apa, Pak. Saya jadi ketua kedisplinan?" Gwen kaget, dia dipanggil guru BK hanya untuk menjadi ketua kedisplinan.
"Ya, Gwen. Kamu tuh paling cocok jadi ketua kedisplinan," ujar Pak Yus. Lelaki itu memainkan kumisnya yang panjang seperti Pak Raden.
"Maaf, Pak. Saya rasa tanggung jawabnya sangat besar, saya nggak sanggup."
Pak Yus menghela napas, ia menarik tangannya dari atas kumisnya yang tebal, lalu menatap Gwen dengan tatapan mengiba. Sungguh tidak cocok sekali dengan penampilan Pak Yus yang menyeramkan.
"Huh, Bapak harus meminta tolong pada siapa kalau gitu. Semua siswa di sini pada nyerah ngadepin Damian. Bapak denger tadi pagi kamu berhasil ngelawan Damian, makannya Bapak berinisiatif ngangkat kamu jadi ketua kedisplinan di sini, Gwen."
Gwen menggaruk kepalanya. Dia hanya ingin belajar dengan tenang di sekolah ini tanpa hambatan. Lagipula dia juga malas berurusan sama Damian yang sok iyes itu.
"Tapi, Pak."
"Ayolah nak Gwen, kamu satu-satunya harapan sekolah. Tidak ada siswa di sini yang berani sama Damian."
"Kenapa bukan Bapak saja yang mendisiplinkannya."
Pak Yus menggeleng cepat. "Bapak mengurusi semua siswa di sekolah ini, khusus Damian Bapak serahin ke kamu, ya. Cukup awasi aja. Kalau berbuat ulah laporin aja ke Bapak."
Karena tatapan Pak Yus yang seperti anak kucing minta dipungut, akhirnya ia mengalah, dan mengangguk saja.
"Iya deh, Pak."
"Bagus, kalau gitu. Ini kartu sebagai bukti kamu adalah ketua kedisplinan yang baru. Jika Damian berbuat ulah lagi tunjukkan saja kartunya."
Gwen mengangguk, meskipun terpaksa. Ia pamit undur diri dari ruangan BK.
Ia berjalan keluar sembari menatap kartu yang ia pegang saat ini. "Kenapa gue malah terjebak berurusan sama si kampret Damian."
***
Gwen berjalan kembali ke arah kelasnya, waktu istirahatnya harus terpotong karena Pak Yus yang menyuruhnya menjadi ketua kedisiplinan.
Ia menatap kartu itu lagi, lalu menghela napas berat.
"Huh, kenapa tadi gue iyain sih. Bodoh lo, Gwen." Ia memukul kepalanya sendiri, yang dengan mudahnya terkena bujuk rayu Pak Yus.
Dia baru saja akan menaiki tangga menuju kelasnya yang ada di lantai dua, namun lengannya diseret oleh beberapa orang, dan dibawa entah ke mana. Gwen tak bisa mengenalinya karena ketiga orang itu memakai topeng teletubies.
"Hei, siapa sih kalian!" Gwen meronta-ronta, namun karena lawannya adalah tiga orang, jelas Gwen kalah.
Gwen dibawa ke gudang belakang, lalu tubuhnya di dorong ke depan.
"Eh, siapa sih kalian, main dorong tubuh gue, lagi?"
Gwen menggeram kesal.
Suara tepuk tangan terdengar nyaring, lalu keluarlah sosok Damian mirip penjahat dalam fim mafia, tapi ini kurang efek menyeramkan. Mana ada mafia secakep Linyi.
Biasanya mafia wajahnya penuh codet.
'Mau gaya-gayaan sok kaya mafia gitu. Emang ada mafia wajahnya secakep lo yang wajahnya mirip Lin Yi.' Ups, Gwen membekap bibirnya sendiri, bisa-bisanya dia malah muji Damian dalam hati.
"Ngapain sih lo? Ini maksudnya apa? Lo nyuruh gerombolan teletubies buat nyeret gue ke mari, mau bikin peritungan sama gue gitu? Nggak gentle banget lo."
"Hei, kami bukan teletubies!" teriak ketiganya, Gwen langsung tercengang saat menoleh ke belakang. Ternyata di balik topeng itu adalah ketiga komplotan Damian, Jason, Christ, dan Axton.
"Astaga, nggak ada yang lebih ngeri apa selain teletubies." Gwen tertawa lantang, dan lengannya langsung dicekal oleh Damian.
"Lo harus terima hukuman dari gue karena udah berani bikin adik kecil gue kesakitan, untung nggak lumpuh layu. Masa depan gue beneran suram, njirrr."
"Bodo amat sama masa depan lo, emang gue pikirin gitu. Sekarang aja, lo nggak naik kelas dua tahun berturut-turut, mukulin anak cupu, jadi preman sekolah. Masa depan lo sekarang udah suram."
Damian kesal, ia semakin mencengkeram lengan Gwen." Lo anak baru berani banget sama gue."
"Apa gue harus takut gitu sama lo? Muka lo udah mirip Miss universe, ngapain gue takut. Kalau muka lo mirip begal sepeda di jalan prapatan sono, baru gue takut."
Damian mendengus, kenapa gadis ini tidak ada takutnya sama sekali sama dia. Padahal tidak ada yang berani sama dia. Dilewati dia saja, sudah gemetar, tapi Gwen.
"Lo emang kurang ajar, minta gue hajar lo."
Damian bersiap mengepalkan tangannya, dia ingin memukul wajah Gwen, biar gadis ini tahu rasa, dan tidak lagi sok menantangnya.
"Dam, lo beneran mau mukul cewek?" ujar Axton.
"Diem lo, gue nggak pernah main-main tahu." Damian mendekatkan wajahnya.
Gwen menahan napas, ia membatin. 'Sialan, kenapa si Damian ini cakep banget, ya, 'pikirnya.
Damian pun berpikiran hal yang sama dengan Gwen. 'Nih cewek lumayan juga.'
Wajah itu semakin dekat, dengan tangan sudah bersiap memukul wajah Gwen. Gwen sudah ancang-ancang ingin mendorong tubuh Damian, namun sial. Axton dengan bodohnya malah berlari ke belakang tubuh Damian. Ia bermaksud ingin melerai si tampan itu, akan tetapi... Nasib sial membuat Axton harus terjatuh ke depan karena tali sepatunya sendiri, hingga....
Brukk
Damian sukses menimpa tubuh Gwen, dengan bibir keduanya saling tertaut.
...***Bersambung***...