NovelToon NovelToon
Toxic Love

Toxic Love

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen School/College
Popularitas:579
Nilai: 5
Nama Author: Eka Lita

Abigail, seorang murid Sekolah Menengah Atas yang berprestasi dan sering mendapat banyak penghargaan ternyata menyimpan luka dan trauma karena di tinggal meninggal dunia oleh mantan kekasihnya, Matthew. Cowok berprestasi yang sama-sama mengukir kebahagiaan paling besar di hidup Abigail.

Kematian dan proses penyembuhan kesedihan yang tak mudah, tak menyurutkan dirinya untuk menorehkan prestasinya di bidang akademik, yang membuatnya di sukai hingga berpacaran dengan Justin cowok berandal yang ternyata toxic dan manipulatif.

Bukan melihat dirinya sebagai pasangan, tapi menjadikan kisahnya sebagai gambaran trauma, luka dan air mata yang terus "membunuh" dirinya. Lalu, bagaimana akhir cerita cinta keduanya?

© toxic love

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Lita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Epilog : Bab Terakhir

"Justin, sudah cukup!"

Cowok itu mendorong tubuh kekasihnya hingga terhentak ke tembok, memberinya segelas minuman keras sampai tubuhnya berangsur lemas. Sebelum ia mencium dan menghukumnya dengan pukulan.

"Samsak favorit aku, memang paling si bodoh!" kata Justin, disoraki dengan tepuk tangan dan tawaan yang menggelegar dari teman-temannya. Rio dan Arga yang ada di balik segala celah untuk menghancurkan si cowok lebih jauh. Roy dan George di balik Justin yang baik dan kalem. Semuanya menutupi satu sisi.

O0O

"Kenapa Ibu merasa khawatir banget sama Abigail? Tidak biasanya. Tadi juga wajahnya, tangannya, banyak luka lebam yang Ibu tidak tahu Abigail dapatkan dari mana?"

"Aku merasa Abigail jauh dari Yeon. Apa itu ada alasannya? Ada hubungannya. Apa kita hubungi Yeon saja?" saran Clara.

"Iya, bagus itu!"

Malam panjang tidak membawanya cepat bertemu pagi. Yeon semalaman terisak, terpikir bagaimana kondisi psikis Abigail. Yeon sendiri tidak tahu bahwa selama ini, diamnya Abigail menyimpan satu pesan bahwa ia tetap menjadi dirinya yang terus-menerus meminta tolong pada orang sekitarnya, dari cengkraman perlakuan Justin.

Malam yang panjang mereka habiskan untuk menunjukan cinta yang sesungguhnya dengan kekerasan, pukulan.

"Yeon!" Pukul dua belas malam, orang tuanya tertidur pulas. Clara menghubunginya lewat panggilan telepon.

"Iya, Kak Clara?" Yeon masih terdengar menangis.

"Kenapa kamu nangis?" tanya Clara.

"Itu, Kak. Pacarnya Abigail. Aku baru tahu kalau orangnya kejam. Aku tidak tahu harus bilang apa? Tetapi, aku sedih kepikiran Abigail karena jejak digital dan masa lalu Justin itu!"

"Abigail, tadi sama teman cowoknya berdua,"

"Sama-sama kurus?" Yeon bertanya ciri fisik Roy dan George.

Clara menjawab, "Iya!"

"Udah fix itu teman-temannya!" jawab Yeon, benar-benar panik. "Sekarang aku cari acak lokasi mereka. Kakak sama Ibu tenang dulu. Nanti kita cari mereka!"

Malam panjang yang membuat mereka tidak bisa tidur. Justin terus memaksa Abigail untuk meminum minuman keras, seraya terus menghukumnya atas permasalahan siang tadi. Setelah Justin membombardir Abigail dengan kado mewah, selepasnya lagi-lagi Justin terus menyiksanya. Begitu terus, tidak tanggung-tanggung, berjam-jam.

Setelah cukup lama mendapatkan informasi, Yeon langsung pergi ke rumah Eliza untuk menjemput Abigail.

Teringat betul dia kata Abigail pernah membela Justin di hadapannya, "Justin itu sangat mencintai aku. Ia melakukan segala cara untuk memperlihatkan cintanya. Termasuk posesif berlebihan ini!"

Justin menjawab dengan lantang kala itu, "Itu bukan posesif sayang, tetapi cinta!"

"Kamu tahu apa yang terjadi pada Abigail selama ini, tetapi kamu tidak bercerita, Yeon. Tante pikir hubungan kalian selama ini baik-baik saja setelah Abigail memiliki kekasih baru!"

"Aku sama sekali tidak mendapatkan hak untuk berbicara dengan Abigail dari kekasihnya. Bahkan aku seolah lenyap dari hidupnya!" tangis Yeon.

Eliza memeluknya erat. "Maaf sayang, Ibu tidak bermaksud,"

Yeon memakluminya. "It's okay. Tidak apa-apa! Ayo, aku sudah menemukan alamat di mana mereka, jadi kita pergi ke sana!" ajak Yeon.

Namun, betapa terkejutnya ketiganya setelah sampai di bar yang dimaksud Yeon. Abigail sudah terkapar karena menerima banyak cairan alkohol dan juga pukulan di beberapa bagian badannya.

"Katakan, aku cewek bodoh!" perintah Justin.

"Aku cewek bodoh, aku bodoh, dan aku benar-benar bodoh!" Abigail mengulang perkataannya beberapa kali. "Bodoh, aku sungguh bodoh!"

"Abigail!" Matanya sedikit tertutup. Abigail tertidur di sofa yang ada di bar itu. Beberapa gelas dan botol minuman alkohol sudah menghiasi meja mereka.

"Apa aku mencintai kekasihku yang bodoh?"

Abigail, dengan kesadaran yang sudah menghilang, pun menjawab, "Iya!"

Beberapa cowok, dan di ujung sana, Aurel sama sekali tidak memberikan perlawanan lain setelah Justin mengenalkan Abigail, kekasihnya yang bodoh pada orang-orang. Kekasih yang bodoh. Yeon, Eliza, dan Clara pada dini hari menerobos tempat itu.

"GABRIELLA ABIGAIL!!" teriak Yeon dengan lantang.

"Kembalikan Abi aku kayak dulu!" pekik Yeon sekali lagi, penuh penekanan.

"Owh, ku kira kalian tidak akan datang ke sini." tebak Justin.

Parasnya rupawan. Ia sangat tampan. Wajahnya persis mantan kekasih Abigail yang telah meninggal dunia. Tetapi, mereka berbeda. Matthew memiliki kesempurnaan fisik dan hati. Sementara Justin tidak. Ia hanyalah gambaran luka yang membuatnya bersikap problematik hingga berniat jahat atau melukai orang lain. Justin memang rupawan, hanya itu. Tidak ada lagi. Sementara Abigail mendambakan cintanya hadir kembali dengan kata lain; ia mencarinya pada orang yang salah.

"Pulang Abi. Hidupmu sempurna. Kamu pintar. Kamu berhak bahagia, jadi kamu tidak perlu lagi mengharapkan bajingan sialan ini!"

"Ibu, kakakmu, dan Yeon adalah orang yang sangat mencintai kamu, dan orang yang jelas memberikan kamu kasih sayang yang utuh."

"Tante," tatapan Justin mengarah pada Eliza.

Pada saat itu juga, suasana hening. Tidak ada siapa pun yang berani membuka suara. Suasana menjadi tegang. Rekan-rekan Justin pun ikut diam. Mereka menatap ke arah Abigail yang terkapar dengan mata terpejam. Mata Eliza, Clara, dan Yeon pun mengarah ke sana. Ada botol alkohol juga. Seumur hidup Abigail tidak pernah menyentuh minuman itu.

"Pulang," Eliza berusaha membangun putrinya.

Sampai mata Abigail terbuka, tetapi kesadarannya sangat tipis. Tubuhnya terjatuh ke pelukan Eliza. Kemudian, ia berjalan pelan, dituntun oleh Clara dan Yeon, berusaha keluar dari tempat itu.

"Tadi kamu berantem sama Justin?" tanya Clara. Abigail mengangguk. Matanya masih belum terbuka sempurna, tetapi ia mendengar.

"Kamu ternyata tega melukai anak saya. Dengar kamu ya! Sampai kapan pun saya tidak akan memaafkan kamu. Putri saya hidup bahagia dari kecil. Ia tidak mengharapkan laki-laki seperti kamu!"

"Bajingan sialan!" Senyuman manis Justin membalasnya. Dengan bodohnya, ia pun mengangguk.

"Dadah Abigail! Cewek bodoh, samsak favorit aku!"

Yeon berbalik menatap Justin. "Ini sifat aslinya. Most wanted yang dibangga-banggakan oleh semua orang!"

"Sepertinya mungkin semua orang akan menyesal karena mengagumimu,"

"Bukan mungkin, tetapi iya. Aku di sekolah, dipuja-puja, karena paras ku rupawan. Aku juga pemain basket yang handal. Aku terkenal dan segalanya," jawab Justin sombong.

Pada saat itu juga, Clara, sebagai kakak kandung Abigail, menatap wajah adiknya dalam-dalam. Ia menemukan banyak bekas lebam dan pukulan yang ia terima dari Justin. Kemudian, ia membawanya naik ke mobil Yeon. Pada saat itu juga, tangis Abigail pecah saat berpelukan dengan Clara. Berbeda dengan Eliza atau Yeon yang masih sibuk berdebat.

"Aku kembalikan uangmu. Berapa pun itu akan kukembalikan ke rekeningmu,"

"Tidak perlu," kata Justin. "Anggap itu sebagai, hm, biaya berobat!"

Justin, yang masih di bawah pengaruh alkohol, gila. "Atau, iya."

Kedua mata Yeon memanas. Ia kemudian berjalan ke arah Justin dan mencekiknya. "GILA KAMU, BAJINGAN, BIADAB!!" tangisnya semakin pecah.

"Sudah, Yeon, sudah. Bukannya kamu sudah memberikan dia pembalasan yang setimpal?" Eliza berusaha menenangkan anak dari adiknya.

"Iya. Biarin ini semua menjadi jalan hukuman buatmu!" Dari situ, Yeon dan Eliza meninggalkan kerumunan orang dengan botol alkohol mereka. Tidak lama kemudian, segerombolan pihak berwajib pun datang untuk membawa Justin ke penjara.

Dari situ juga, segala kesalahan Justin selama ini bocor ke media sosial. Masih dini hari, orang-orang yang telah tertidur, lalu mereka bangun, mengecek ponsel masing-masing, dan berita ini sudah menyebar luas.

"GABRIELLA ABIGAIL!!" teriak Yeon dengan lantang.

"Kembalikan Abi aku kayak dulu!" pekik Yeon sekali lagi, penuh penekanan.

"Owh, ku kira kalian tidak akan datang ke sini." tebak Justin.

Parasnya rupawan. Ia sangat tampan. Wajahnya persis mantan kekasih Abigail yang telah meninggal dunia. Tetapi, mereka berbeda. Matthew memiliki kesempurnaan fisik dan hati. Sementara Justin tidak. Ia hanyalah gambaran luka yang membuatnya bersikap problematik hingga berniat jahat atau melukai orang lain. Justin memang rupawan, hanya itu. Tidak ada lagi. Sementara Abigail mendambakan cintanya hadir kembali dengan kata lain; ia mencarinya pada orang yang salah.

"Pulang Abi. Hidupmu sempurna. Kamu pintar. Kamu berhak bahagia, jadi kamu tidak perlu lagi mengharapkan bajingan sialan ini!"

"Ibu, kakakmu, dan Yeon adalah orang yang sangat mencintai kamu, dan orang yang jelas memberikan kamu kasih sayang yang utuh."

"Tante," tatapan Justin mengarah pada Eliza.

Pada saat itu juga, suasana hening. Tidak ada siapa pun yang berani membuka suara. Suasana menjadi tegang. Rekan-rekan Justin pun ikut diam. Mereka menatap ke arah Abigail yang terkapar dengan mata terpejam. Mata Eliza, Clara, dan Yeon pun mengarah ke sana. Ada botol alkohol juga. Seumur hidup Abigail tidak pernah menyentuh minuman itu.

"Pulang," Eliza berusaha membangun putrinya.

Sampai mata Abigail terbuka, tetapi kesadarannya sangat tipis. Tubuhnya terjatuh ke pelukan Eliza. Kemudian, ia berjalan pelan, dituntun oleh Clara dan Yeon, berusaha keluar dari tempat itu.

"Tadi kamu berantem sama Justin?" tanya Clara. Abigail mengangguk. Matanya masih belum terbuka sempurna, tetapi ia mendengar.

"Kamu ternyata tega melukai anak saya. Dengar kamu ya! Sampai kapan pun saya tidak akan memaafkan kamu. Putri saya hidup bahagia dari kecil. Ia tidak mengharapkan laki-laki seperti kamu!"

"Bajingan sialan!" Senyuman manis Justin membalasnya. Sebelum ketiganya benar-benar pergi.

"Abigail," Eliza dan Yeon menghampiri Abigail. Mereka memeluknya erat, memberikannya kehangatan. Beberapa saat kemudian, Abigail benar-benar menangis di dalam mobil Yeon.

"Maafkan aku!"

"Tidak apa-apa," Yeon berusaha menenangkannya. "Sekarang ada kami. Ada Kak Clara dan aku yang selalu menyayangimu."

"Yeon, maafkan kami juga hari kemarin seolah membuangmu,"

Yeon mengerti. "Tidak apa-apa," balasnya.

"A-aku, dipukul sama Justin. A-aku takut!" Pelukan ketiganya semakin erat. Sebelum akhirnya Abigail menangis sesenggukan di pelukan mereka.

"It's okay, sekarang tenang ya!" pelukan hangat menenangkan.

"Bagaimana jika surat ini dituliskan untuk cinta yang telah mati? Bagaimana seharusnya seseorang membangun mental sendiri? Beberapa persen kebahagiaan yang bisa dipetik dari cerita kehidupan? Bagaimana dengan dunia yang memaksa umatnya untuk tetap berdiri, meskipun banyak titik rusak di dalamnya? Aku tuliskan surat ini sebagai cinta dari hati yang telah mati. Kutuliskan ini sebagai doa dan harapan baru, juga sebagai harapan kebahagiaan yang aku harap, lahir dari diriku sendiri. Semoga surat ini bisa menjadi pengingat bahwa kita tidak sendirian dalam menghadapi luka dan bahwa kebahagiaan bisa kita raih kembali."

Beberapa saat kemudian, dini hari di lingkungan bar. Setelah itu, arapat kepolisian banyak berdatangan untuk satu bagian mengamankan Justin, dan satu bagian lagi untuk menyelidiki bangkrutnya perusahaan ilegal John di luar negara.

1
Achazia_
awas naksir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!