Sabila. seorang menantu yang acap kali menerima kekerasan dan penghinaan dari keluarga suaminya.
Selalu dihina miskin dan kampungan. mereka tidak tau, selama ini Sabila menutupi jati dirinya.
Hingga Sabila menjadi korban pelecehan karena adik iparnya, bahkan suaminya pun menyalahkannya karena tidak bisa menjaga diri. Hingga keluar kara talak dari mulut Hendra suami sabila.
yuk,, simak lanjutan ceritanya.
dukungan kalian adalah pemacu semangat author dalam berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29.
Burhan langsung menuangkan amarahnya pada setiap kata yang dikeluarkan dari mulutnya. Tidak mencari tahu dulu, bahwa apa yang dikatakan Sabila hanya jawaban dari pertanyaan Ervan padanya.
Sudut bibir Ervan terangkat, sedang Sabila terkejut karena bentakan dari Burhan. Ervan segera menenangkannya.
"Jangan takut, kita sedang memancing ikan busuk disini. Dan sepertinya sudah ada beberapa yang memakan umpan kita." Ucap Ervan.
"Beraninya Burhan meninggikan suaranya dihadapan ku. Kalau bukan khawatir Risma akan hamil dan menjadi aib bagi kedua keluarga, aku pun tidak Sudi mengikat hubungan dengan keluarga ini." gumam Ervan.
"Sepertinya Pak Burhan mengedepankan dendam ketimbang perasaan Risma! Disini yang mau menikah Risma bukan anda. Dan Risma masih punya kakak kandung, jadi anda tidak perlu menyampaikan pendapat disini." Ucap Ervan penuh penekanan.
"Maafkan kakak ipar saya, Pak Ervan! Dia hanya tidak senang mendengar ucapan wanita disebelah anda." Hendra menengahi, tapi dia yakin dengan perasaannya kalau wanita disamping bosnya itu adalah Sabila.
Ditambah lagi wanita itu menyebutkan mahar yang pernah dia berikan pada saat menikahi Sabila.
Keluarga yang lain ikut berbisik, perihal keluarga laki-laki yang sudah mengenal baik pihak perempuan. Tapi dendam yang dimaksud, apa? Mereka juga menyayangkan kalau mahar yang disebutkan tadi menjadi patokan.
"Winda! Kamu kenal sama calonnya Risma?" Tanya Roy tunangannya.
"Gak! Mungkin mas Burhan yang kenal. Soalnya Mas Burhan kayak gak suka gitu sama keluarga calonnya Risma." Ucapnya.
Lama terdiam Burhan kembali buka suara. "Jadi apa maksud wanita itu menyebutkan mahar, yang sangat tidak pantas untuk keluarga kami. Pak Ervan tidak mungkin lupa, kalau Hendra adalah Manager di perusahaan anda! Apa tidak malu jika seorang pimpinan perusahaan terkenal memberi mahar sedikit?"
Ervan berdiri dari duduknya, membuat Burhan mundur selangkah padahal jarak mereka jauh.
"Saya tentu ingat, mungkin anda yang lupa. Saya ingat kalau Pak Hendra adalah Manager Pemasaran di kantor saya."
"Saya juga ingat anda adalah OB di kantor saya." Ervan menekankan setiap kata yang dia ucapkan, keluarga besar yang mendengar bahwa Burhan hanya seorang OB menjadi riuh.
"Tapi anda lupa, yang akan menikah dengan Risma adalah adik saya. Masalah mahar yang disebut oleh Sabila, aku hanya bertanya padanya mahar apa yang diberikan oleh mantan suaminya dulu." Puas Ervan melihat wajah pucat Burhan dan Hendra.
Burhan sudah kepalang malu, dia meninggalkan acara naik ke lantai 2 dimana kamarnya berada.
Keluarga Risma sibuk dengan kenyataan yang baru mereka ketahui, sehingga mengabaikan acara lamaran tersebut.
Ditambah lelaki tadi memanggil wanita disampingnya Sabila. Apa benar itu Sabila mantan istri Hendra?
Melihat kekacauan itu, Mama Lena akhirnya angkat suara. "Mahar apa yang kamu minta? Agar kami bisa segera menyiapkannya." Kata Mama Lena dengan suara cemprengnya. Dia enggan berlama-lama disana.
"Aku terserah saja. Pernikahan bukan masalah maharnya yang penting niat dan keseriusan." Kata Risma.
Akhirnya jawaban Risma membuat semua keluarga Sanjaya yang hadir disana tersenyum lega, apa yang dikatakan Sabila tentang Risma itu benar. Tapi belum puas rasa bahagia itu, Bude Ani kembali buka suara.
"Gak bisa gitu, Risma! Kalian harus menyediakan mahar 100 juta, Emas 20 gram. Enak saja mau ngambil anak gadis orang segampang itu." Bude Ani memang satu server dengan Burhan.
"Bude Ani!" Risma, Hendra, dan Winda kompak menegur Budenya yang sombong itu.
"Maaf Bu, Pak, semuanya seperti yang dikatakan adik saya." Kata Hendra kemudian menatap Bude Ani tajam. "Kalau Bude hanya ingin membuat masalah, lebih baik Bude pulang saja, tidak usah ikut dalam pembicaraan ini." Ucapnya.
"Ternyata bisa tegas juga kalau adeknya yang dizolimi. Andaikan dulu kamu juga bisa membelaku mas, tapi semuanya sudah terlambat. untungnya aku tidak mengatakan padamu, tentang usaha yang sudah aku rintis sejak lama. Pura-pura miskin ada gunanya juga, walau banyak makan hati." Gumam Sabila.
"Kami akan menyiapkan yang terbaik untuk Risma, jadi tidak perlu khawatir." Ucap Papa Sanjaya.
Ervan melirik mama Lena tapi yang dilirik menatap malas. "Karena acaranya seminggu lagi, besok kita akan fitting baju untuk hari H." Kata mama Lena.
"Bila!" Sabila yang dipanggil oleh Mama Lena menoleh, "Iya, Ma!" Jawabnya.
"Besok jemput Risma, bawa dia ke butik Mama." Sabila menjawab dengan anggukan.
Semua mata melotot saat tau bahwa wanita cantik berhijab itu benar Sabila.
Tampilannya 180 derajat berubah, berbanding terbalik saat masih menjadi istri Hendra.
"Sabila! Ini beneran kamu?" Winda tak percaya. Sabila hanya tersenyum hambar.
Mau bagaimana lagi, dia yang sudah tak mau melihat keluarga mantan suaminya sekarang malah menjadi pusat perhatian.
Acara makan-makan berlangsung. Ervan pamit pada Sabila untuk menjawab panggilan telepon dari Reyhan.
"Sabila, Aku tinggal sebentar." Kata Ervan sembari menunjukkan handphone nya. Sabila segera mengangguk, mengerti apa yang dimaksud Ervan.
Sesaat setelah Ervan meninggalkan Sabila, Hendra yang gantian menghampirinya. Seakan lupa kalau dirinya dan Sabila sudah bercerai, Hendra menarik tangan Sabila dengan kasar menyeretnya ke dapur.
"Sini kamu!" Bentak Hendra dengan suara lirih tapi penuh penekanan.
"Akhh! Lepas tangan ku Hendra." Kata Sabila.
Hendra menghempas tangan Sabila saat sudah berada di dapur.
"Bagus Sabila, baru juga seminggu pergi dari rumah. Kamu sudah berani dekat dengan pria lain, Pak Ervan itu bos ku." Kata Hendra yang cemburu melihat kedekatan Ervan dan Sabila.
"Jauhi Pak Ervan, dia gak pantas bersanding sama kamu."
"Lalu laki-laki seperti apa yang pantas untuk ku? Apa yang seperti, kamu Hendra? Pak Ervan jauh lebih baik darimu, lalu kenapa kalau aku memilihnya?" Sabila mulai menunjukkan taringnya. Dia tidak mau menjadi bahan hinaan keluarga mantan suaminya, kalau bisa sekarang saatnya dia menghina mereka kembali.
"Jaga ucapanmu, Bila. Walau bagaimanapun kamu tetap istriku?!" Ucap Hendra.
"Haha! Mungkin kamu lupa, kita sudah bercerai. Surat dari pengadilan juga sudah ku tanda tangan i. Atas dasar apalagi, kau mengatakan aku masih istrimu. MIMPI!"
Sabila hendak meninggalkan Hendra, tapi tangannya kembali dicekal.
"Apa maksud mu meyebutkan mahar yang pernah ku berikan padamu?"
"Bukan kah tadi Pak Ervan sudah menjawabnya. Dia bertanya padaku, aku hanya menjawab tidak lebih dan tidak kurang." Dengan kuat Sabila menghempas tangan Hendra hingga pergelangan tangannya memerah.
Segera dia meninggalkan laki-laki plin plan yang tidak bisa diandalkan itu.
"Huh, Hendra kau bodoh. Aku lupa aku yang sudah meninggalkannya, aku yang membuatnya jauh. Memang aku yang tidak berguna, tidak bisa tegas. Rumah tanggaku benar-benar hancur."
Terlihat Sabila sedang bersama Mama Mira kemudian ada Ervan juga yang baru masuk setelah menerima telepon.
Papa Sanjaya mohon pamit, karena malam semakin larut. Dia kembali menegaskan besok Risma akan dijemput untuk melakukan fitting baju.
Pulangnya Ervan hanya berdua dengan Sabila. Papa Sanjaya ikut di mobil Edward.