Pembalasan Permaisuri Yang Dingin

Di bumi yang sama, di waktu sama ketiga orang yang terlibat cinta segitiga tengah berpikir keras. Michelina duduk di teras depan menghabiskan waktunya dengan wine di tangannya. Luluh, bukan berarti dia melupakan kejadian dulu. Masih terasa darah segar di matanya. Ia merasakan semilir angin itu menyentuh pori-pori kulitnya. Bukannya dingin, malah dia merasakan kepanasan. Hatinya panas, bahkan angin pun yang mendinginkannya tidak mempan.

"Permaisuri," ujar pelayan Lucilla. Ia memakaikan jubah hangat itu ke tubuh junjungannya. "Angin malam tidak baik untuk tubuh Permaisuri."

"Aku butuh angin yang mendinginkan tubuh ku," ujar Michelina. Ia meneguk Wine di gelasnya dalam sekali teguk.

"Jika Permaisuri mencin .... "

prang

Matanya tajam bak elang yang siap menerkam musuhnya. Ia melempar gelas di tangannya ke lantai. "Apa perlu aku memecat mu?"

Lucilla bersujud di depan Michelina. Bukan maksudnya menyinggung majikannya. Tapi kasihan melihat junjungannya menderita. Berusaha mati-matian menjauh, sementara matanya mengatakan masih ada rasa cinta.

Sedangkan Kaisar Jasper.

Seharian ini dia duduk di kasurnya. Tidak berniat turun dari kasurnya atau malah keluar. Makan malam yang di antarkan oleh pelayan pun tak ia sentuh sedikit pun. Seharian juga Kaisar Jasper tidak melihat batang hidung Zoya. Padahal ia ingin mengatakan sesuatu. Namun saat ini sepertinya tidak bisa. Besok dia akan menemui Zoya.

Lain halnya dengan Zoya.

Dia menangis meringkuk di bawah selimutnya. Ia sakit hati dengan perkataan Ibu Suri. Bagaimana jika esok, Kaisar Jasper akan memintanya keluar dari istana. Sepertinya dia harus bersiap. Akan tetapi dia akan berusaha bersama dengan Kaisar Jasper apa pun yang terjadi.

Sementara di kediaman Duke Ronaf.

Seorang laki-laki tengah bertamu. Ia ingin menjadi teman yang berguna dan peka jika sahabatnya tengah mengalami masalah. Ia pun berinsiatif ke kediaman Duke Ronaf. Namun yang di tunggu-tunggu malah tidak keluar. Sesibuk apa pun Duke Ronaf. Jika menyangkut dirinya, pasti Duke Ronaf meluangkan waktu. Ia akan menunggu sampai Duke Ronaf keluar.

"Apa dia sudah keluar?" tanya Duke Ronaf pada salah satu pelayan.

"Belum, tuan. Yang Mulia Duke Lastar tidak mau pergi."

Duke Ronaf memijat pelipisnya, ia menarik laci di sampingnya. Kemudian melihat beberapa berkas bukti dari Zoya yang ternyata keponakaan dari Duke Lastar. Dari pada dia harus menghindar, lalu di ikutin terus menerus meminta alasan. Akhirnya dia pun yang repot dam sekarang ia akan membawa berkas itu memberikannya pada Duke Lastar.

"Duke," senyuman terbit di bibirnya melihat kedatangan Duke Ronaf dari lantai atas.

Tidak ada jawaban, meskipun laki-laki di depannya lebih muda darinya yang ia sukai karena dirinya sangat tangguh dalam menghadapai situasi apa pun. Selalu bertanggung jawab.

"Ini, bacalah."

Duke Lastar sedikit bingung, ia mengambil berkas itu lalu membacanya. Tangannya bergetar dadanya sangat sesak. Jadi pelayan yang di bawa oleh Kaisar Jasper adalah keponakannya. Ia bersyukur, akhirnya ia menemukan keponakaannya yang selama ini di cari olehnya.

"Dari mana kamu tau jika pelayan itu adalah keponakaan ku?" tanya Duke Lastar seraya menangis. Ia tersentuh dengan kebaikan Duke Ronaf yang mau membantu mencari kebenarannya.

"Hem, aku rasa sudah cukup. Tepat saat dia datang ke istana yang di bawa langsung oleh Baginda." Jelas Duke Ronaf di suara datarnya.

Deg

Duke Lastar sejenak terdiam, ia mengingat rumor yang kini beredar. "Apa maksud mu?"

"Aku rasa kehilangan satu teman tidak berarti apa-apa untuk Duke yang telah di gantikan oleh kebahagiaan."

Duke Ronaf berdiri, "Aku tidak akan menjelaskan apa pun. Aku rasa rumor itu sudah menjelaskannya. Jika kita meneruskan pertemanan ini, aku tidak yakin kita tidak menjadi musuh. Maka dari itu, aku ras Duke Lastar memahami situasinya."

"Tunggu, jangan bilang Yang Mulia Duke memutuskan pertemanan kita. Selama ini aku tidak menganggap mu teman. Aku menganggap mu sebagai orang tua ku. Karena aku melihat orang tua ku ada pada diri mu. Semenjak itu lah aku merasa..."

"Maka jangan lakukan lagi, kita tidak memiliki hubungan darah. Maaf, aku harus istirahat. Pelayan Zoya pasti menunggu kedatangan Anda." Duke Ronaf melangkah ke lantai atas. Sebenarnya ia menganggap Duke Lastar sebagai anaknya. Umurnya sama dengan Michelina hanya berbeda beberapa tahun. Jiwa Duke Lastar mengingatkannya pada waktu masih muda. Akan tetapi, demi Michelina. Dia akan mengorbankan semuanya.