Waiting For You

Wanita bernama Silvia, menaiki tangga setelah sebelumnya mengetuk pintu kamar milik nenek Indah. Karena tak ada jawaban dari penghuni kamar, dia akhirnya melanjutkan langkahnya ke kamar Arsya atas inisiatif sendiri.

Silvia ingin mengecek bagaimana kondisi kamar pujaan hatinya itu.

Setibanya di kamar dengan nuansa khas pria, dia tersenyum begitu melihat bagaimana berantakannya ruangan itu. Ia lantas melangkah menuju jendela untuk membuka korden yang masih tertutup sangat rapat. Setelahnya, wanita itu berjalan menyusuri kamar dengan senyum masih tertahan di bibirnya.

Saat langkahnya tertuju ke arah ranjang, tangannya bergerak menyibakkan selimut. Matanya sedikit menyipit ketika melihat noda merah mengotori sprei bermotif gucci.

"Darah? Darah apa ini? Apa Arsya terluka?" Dia mengerutkan bibir lengkap dengan sepasang mata terus fokus ke bercak merah tersebut. Sedetik kemudian, ia membuang pandangan ke arah sofa.

"Apa itu?" Gumamnya, begitu melihat dua buku berukuran kecil tergeletak di atas meja.

"Seperti_" Dia menggantung kalimatnya sejenak sambil berfikir. "Buku nikah?" Alisnya kini menukik tajam. "Jangan-jangan"

Wanita itu bergegas lari menghampiri meja. Tangannya terulur meraih buku dengan sampul berlambang kenegaraan resmi.

"Ini pasti buku nikah milik Arsya"

Ya, Silvia memang sudah tahu kalau Arsya menikahi wanita bernama Afifah, tentu saja Prilly yang memberitahukannya.

"Benar kan, ini milik mereka" Lirihnya saat dia membaca nama yang tertulis di sana.

"Ufaira Berlin Afifah, hhh, nama yang kuno" Silvia tersenyum mengejek, lalu mengambil ponselnya yang ada di dalam tas.

"Aku harus ambil gambarnya karena pasti ada foto wanita itu di buku ini"

"Ah ini dia" Ucapnya saat menemukan dua foto berjejer dengan ukuran kecil.

Silvia belum menyadari bahwa wanita yang ada di foto itu adalah Rere.

Dengan cepat dia menekan menu camera, lalu mengarahkannya tepat di foto milik Afifah.

"Hhhh... Akan aku beri tahu tante Prilly, dia pasti senang bisa lihat seperti apa wajah wanita kampungan itu" Gumamnya tersenyum menang.

Silvia kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas, dan segera meletakkan buku itu di tempat semula.

Dia bergegas ke kamar mandi saat mendengar suara langkah kaki menuju kamar Arsya.

"Nona Silvi?" Panggil Afi. Dia masuk ke kamar dengan kening berkerut.

"Ya, aku di kamar mandi" Sahut Silvia, sedikit berteriak.

"Wanita nggak tahu sopan santun, bisa-bisanya dia memasuki kamarku tanpa izin" Lirih Afi.

Selang tak kurang dari satu menit, Sivia keluar dengan raut wajah masam.

"Mohon maaf sebelumnya nona, lain kali kalau mau masuk kamar orang, mintalah izin terlebih dahulu"

"Eh, siapa kamu melarangku? Kamu hanya seorang pembantu, nggak usah ngelarang-ngelarang gitu, aku ini calon istrinya Arsya, aku akan jadi majikanmu nanti" Ketusnya.

"Tapi pak Arsya pesan supa_"

"Tutup mulutmu, Rere! Aku sudah dapat izin dari tante Prilly"

Afi diam. Rasanya percuma berdebat dengan Silvia kalau sudah bawa nama Prilly.

"Bereskan kamar Arsya, ganti spreinya karena ada noda kotor di sana"

"Satu lagi" Tambahnya, menatap dalam wajah Afi. "Jangan melarangku melakukan apapun di sini, karena aku, akan tinggal di rumah ini sebentar lagi. Dan ingat, berani kamu mengulanginya, detik itu juga kamu akan ku pecat"

Silvia langsung pergi dari hadapan Afi setelah mengatakan itu.

Afi menatap Silvia dari balik punggungnya yang perlahan kian menjauh.

"Kita lihat saja siapa yang akan menjadi nona di sini"

Mendesah pelan, reflek sepasang iris bulat Afi terarah ke buku yang masih ada di atas meja.

Semalam setelah memperlihatkan buku nikah ke Indah, baik Afi maupun Arsya memang belum menyimpannya kembali. Dia bahkan lupa soal dokumen penting miliknya itu.

"Astaga, apakah Silvia tahu ini?" Afi berjalan beberapa langkah, lalu mengambil buku itu. "Sepertinya tidak, dia tampak biasa saja tadi. Kalau dia tahu, pasti sudah mencaci maki diriku, bahkan mungkin mencakarku"

Afifah pun mengambilnya dan menyimpannya di tempat yang aman.

Bersambung