Saling mencintai, namun restu tak menyertai. Tetap memaksakan untuk menjalankan pernikahan tanpa restu. Namun ternyata restu masih di atas segalanya dalam sebuah pernikahan.
Entah apa yang akan terjadi lada pernikahan Axel dan Reni, ketika mereka harus menjalani pernikahan tanpa restu. Apa mungkin restu itu akan di dapatkan suatu saat nanti. Atau bahkan perpisahan yang akan terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terpaksa Berpisah Dengan Menyakitkan
Reni yang sedang menyiapkan makan malam di rumah peninggalan orang tuanya yang sederhana ini. Menunggu adiknya pulang. Tapi saat dia ingin menyimpan masakannya di atas meja, tiba-tiba kepalanya pusing dan perutnya yang terasa mual. Sebenarnya sudah seminggu terakhir dia mengalami ini.
"Ada apa denganku ya? Apa mungkin karena mag aku kambuh"
Reni menyimpan masakannya di atas meja, lalu dia menarik kursi untuk duduk disana. Memijat pelipisnya yang masih sedikit pusing. Rasa mual juga belum hilang. Membuat dia tidak lagi berselera makan.
"Kak aku pulang"
Rezka yang baru lulus kurang dari sebulan ini, dan akhirnya dia mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keinginannya dan kemampuannya juga. Sekarang dia yang bekerja dan tidak mengizinkan Kakaknya untuk bekerja.
Reni langsung berdiri, dan tiba-tiba kepalanya kembali pusing. Sampai membuatnya hampir limbung dan jatuh, beruntung Rezka langsung menghampirinya dan menahan tubuhnya.
"Kak kenapa? Kakak sakit ya? Pucet banget"
Reni menggeleng pelan, dia ingin menjawab jika dirinya tidak papa. Namun rasa mual semakin menjadi, membuat dia langsung berlari ke wastafel dan memuntahkan isi perutnya. Rezka juga cukup panik dengan keadaan Kakaknya ini. Tidak biasanya dia sampai seperti ini.
"Kak, kita ke rumah sakit saja ya"
Reni membasuh wajahnya, setelah dia memuntahkan cairan dalam mulutnya. Dia menoleh pada adiknya, lalu menggeleng pelan. "Tidak papa Dek, Kakak cuma masuk angin"
Rezka mengelus kening Kakaknya yang berkeringat dingin. "Tapi Kakak pucat sekali. Sebaiknya kita periksa saja dulu ke Dokter ya. Takutnya kenapa-napa"
Reni tersenyum dengan perhatian adiknya ini. Dia meraih tangan Rezka yang berada di dahinya, lalu dia mengenggamnya dengan lembut. "Tidak perlu, nanti kalau memang besok masih seperti ini. Kakak bakal periksa kok"
Rezka menghela nafas pelan, dia begitu mengkhawatirkan keadaan Kakaknya ini. Karena hanya Reni yang dia punya, dan dia tidak ingin jika harus kehilangan lagi orang-orang yang dia sayang. Seperti saat dia harus kehilangan orang tuanya.
"Sekarang kamu makan dulu, Dek. Kakak sudah masak"
Rezka mengangguk, dia menuntun Reni ke meja makan kecil dan sederhana di dapur rumah mereka ini.
"Bagaimana kerja kamu hari ini?" tanya Reni dengan mengisi makanan ke piring adiknya itu.
"Semuanya baik dan lancar Kak. Aku suka bekerja disana"
Reni tersenyum, dia lega dan bahagia ketika adiknya bisa menemukan yang dia inginkan. Karena memang ini yang dia inginkan, setidaknya kehidupan adiknya itu bisa lebih baik dari dirinya sendiri.
"Semoga kamu akan menemukan kesuksesan itu ya, Dek"
Rezka mengangguk, dia tersenyum pada Kakaknya. "Dan Kakak akan menjadi orang pertama yang aku bahagiakan ketika aku menemukan kesuksesan itu"
Reni hanya tersenyum dengan penuh haru, adik kecilnya kini sudah dewasa dan sudah mempunyai niat untuk membuatnya bahagia seperti ini. Hatinya benar-benar bahagia ketika melihat adiknya bisa mempunyai masa depan lebih baik darinya.
*
Ketika langkah kakinya masuk ke dalam Apartemen ini. Suasananya masih sama, namun kini hanya ada keheningan. Hatinya terasa sesak sekali ketika dia melihat ke sekitarnya. Axel begitu merindukan kebersamaan dengan Reni saat berada disini.
Duduk di sofa, dia melirik ke arah dapur. Bayangan Reni yang selalu memasak disana, terlintas dalam ingatannya. Semua kenangan mereka bersama langsung terlintas dalam ingatan.
Derry bisa melihat bagaimana Axel yang masih begitu mencintai Reni. Dari tatapannya saja ketika dia masuk ke rumah ini, sudah terlihat jelas.
Derry duduk disampingnya, dia mengeluarkan surat yang dia simpan lebih dari sebulan. Dan sekarang sudah saatnya dia memberikan ini pada Axel.
"Kau masih mencintainya?"
Axel menoleh sekilas pada Derry, lalu dia menghembuskan nafas kasar. Menyandarkan kepalanya di sandaran sofa dengan menatap langit-langit. Pertanyaan yang sebenarnya sudah tak perlu jawaban lagi, melihat bagaimana kehidupan Axel sekarang, tentunya memang dia masih mencintai mantan istrinya itu.
"Kau tak perlu bertanya, semuanya masih sama. Perasaanku padanya juga masih sama. Tidak ada yang berubah sedikit pun"
Derry menghela nafas pelan, dia menyodorkan surat itu pada Axel. "Bacalah, mungkin kau akan tahu alasan Reni meninggalkanmu"
Axel langsung menegakkan tubuhnya, menatap Derry dengan tajam. "Kau tahu dimana Reni sekarang?"
Derry menggeleng, dia menepuk bahu Axel dan beranjak dari duduknya. "Aku akan menunggumu diluar. Kau pasti butuh waktu sendiri untuk membaca surat itu"
Axel hanya terdiam melihat Derry yang berjalan ke balkon. Tangannya masih gemetar memegang selembar kertas yang diberikan oleh Derry barusan. Dia membuka lipatan kertas itu dan langsung terlihat tulisan tangan istrinya. Tangan Axel sudah gemetar sebelum dia membacanya.
Untuk Sayangku..
Kamu jangan marah ya, karena aku telah memutuskan ini tanpa memberitahumu lebih awal. Bukan karena aku tidak mencintaimu. Bukan juga karena aku tidak ingin terus bersamamu.
Tapi, semuanya tidak bisa sesuai dengan yang kita harapkan.
Jika bisa, aku juga sangat ini terus bersamamu. Tapi Sayang, lihatlah jika pada akhirnya semua perjuangan kita tetap akan sia-sia. Aku tetap mencintaimu sampai kapan pun. Bahkan mungkin hanya kamu yang aku cintai selamanya.
Jangan marah ya.
Aku hanya berharap kamu bisa menemukan kebahagiaanmu meski tidak bersama denganku. Karenanya nyatanya memang ini solusi terbaiknya. Tidak ada lagi solusi terbaik selain ini.
Kita harus berhenti saling memaksakan keadaan. Karena orang tua kamu juga tidak akan mengalah. Dan aku rasa, Avinna juga gadis yang baik dan aku bisa yakin dia akan menjagamu dengan baik.
Aku yang paling mencintaimu.
Anggraeni.
Tetesan air mata mengenai kertas itu, tangannya semakin bergetar ketika membacanya. Tulisan tangan istrinya yang pastinya dia juga merasakan sakit yang sama saat menulisnya. Axel meremas kertas itu dengan tangan gemetar, lalu kertas itu terlepas dari genggaman tangannya dan jatuh ke atas lantai.
Keegoisan orang tua telah menghancurkan kebahagiaan anaknya. Bahkan solusi terbaik pun tidak ada untuk mereka. Yang ada hanya terpaksa berpisah dengan menyakitkan.
Axel hanya menangis di ruangan ini, dengan perasaan yang tak karuan. Beberapa botol dan kaleng minuman berserak di atas meja. Derry pun tak bisa mencegahnya, karena keadaan Tuanya yang sedang kacau saat ini.
Bersambung
Ngak ada extrapart gitu kak 😁😁😁
lanjut kak semangat 💪💪💪