NovelToon NovelToon
Dari Benci Jadi Suami

Dari Benci Jadi Suami

Status: tamat
Genre:Tamat / Berbaikan / Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Diam-Diam Cinta / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:11.8k
Nilai: 5
Nama Author: nichi.raitaa

Tolong bantu support dan jangan lompat bab saat membaca ya, terima kasih 💗

Delilah Atmaja—seorang perempuan—yang sama sekali tak berkeinginan menikah, terpaksa menuruti kemauan sang ayah. Justru bertemu kembali dengan Ananda Dirgantara—musuh semasa SMA—dan justru berakhir di pelaminan. Tak berhenti sampai di sana, Rakanda Dirgantara—mantan cinta pertama Delilah—menjadi sang kakak ipar. Hadir juga hari dimana Raka menerima bantuan dari si jelita, Delilah. Membuat keruh hubungan rumah tangga Nanda dan Delilah yang telah menjadi seorang istri.

Dapatkah mereka akan melewati drama pernikahan dan pergulatan hati masing-masing? Akankah mereka berdamai dengan keadaan dan menemukan akhir yang bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nichi.raitaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 29

Tangan Matthew memerah, bekas pukulan telak dari Nanda. Suara Delilah terdengar melanjutkan ejekan dan spontan Matthew bergerak hendak menutup bibir Delilah. Belum juga sampai pada tujuan, Nanda sudah bergerak lebih dulu. Kini tersisa bekas kemerahan di punggung tangan si dokter.

Matthew tentu saja memiliki pesona berlebih karena berdarah campuran. Namun, sejak di bangku kuliah dia begitu berusaha keras mewujudkan cita-cita sang ayah yang belum terwujud. Hingga si tampan bermanik biru itu mengabaikan keinginan hati untuk sekedar berkencan. Dia begitu larut pada tujuan dan pekerjaan yang dia geluti selama ini. Matthew belum sekalipun mendapat kepercayaan menjadi dokter utama di meja operasi. Dia masih perlu keahlian lebih untuk mencapai level tersebut.

Akan tetapi, belakangan dia berjumpa dengan seorang perempuan yang cukup menarik. Ulah usil si perempuan memang terkadang menyebalkan, meski demikian Matthew kerap mencari si usil jika mulai tak nampak. Entah sudah berapa kali mereka terus beradu.

“Apa aku sudah mulai tidak waras? Dia terlalu muda buatku. Hhhh ….” Matthew menyandarkan penuh punggung di kursi sambil memejamkan mata. Dia sudah berada di balik kemudi, bersiap pulang.

Langit di luar sudah gelap, senja telah berpamitan. Ketika mobil abu-abu Matthew keluar dari parkiran, rintik air hujan segera menyapa. Semakin deras saja mengguyur bumi tanpa peringatan.

“Hujan?” Matthew memandangi kaca mobil, “ah, Melinda … lagi.”

Manik biru terangnya menangkap sosok perempuan yang tengah berlari di trotoar menerobos hujan yang kian lebat. Si perempuan segera mencari tempat berteduh, di bawah halte bus dekat sana. Matthew mengamati Melinda dengan kemeja basah berdri sendirian.

“Ah, sial!” decaknya kesal.

Mobil Matthew segera menepi, kaca di bagian penumpang turun agar Melinda melihat si pengemudi. Tak lupa menekan klakson untuk mendapat perhatian Melinda. Benar saja, si dokter muda menengok.

“Melinda, ayo masuk cepat!” Suara Matthew beradu dengan suara hujan.

“Tidak usah, Dok. Terima kasih.” Melinda menggeleng.

“Hei, kau tidak lihat kemejamu basah?” Matthew segera menyadarkan kondisi si Melinda.

Kemeja yang dikenakan si perempuan hampir sepenuhnya basah. Ditambah warna putih membuat pakaian dalam Melinda menjadi nampak dengan jelas. Menyadari posisi yang tidak menguntungkan, Melinda spontan menutup area dada. Tak mau mengulur waktu, dia juga segera masuk ke dalam mobil tanpa pikir panjang.

“Aw, maaf, Dok. Mobilnya—” Kalimat Melinda tak selesai.

Matthew mengalihkan pandangan, setelah melempar jaket pada Melinda. “Pakailah dulu.” Titahnya.

Melinda tak bersuara, dia lekas mengenakan jaket Matthew dengan degup jantung yang tak beraturan. Mobil melenggang pergi membelah jalanan petang. Hujan masih setia mengguyur deras, mengisi kekosongan suara antara dua manusia yang sedang bersama tanpa sengaja.

“Terima kasih, Dok.” Suara Melinda memecah keheningan.

“Hm.” Singkat padat dan tidak jelas, Matthew sedang gugup.

“Dok, nggak nanya saya tinggal dimana?” Melinda takut-takut bertanya.

Otak sialan, kenapa malah beku, batin Matthew sibuk berteriak.

“Kau bisa langsung memberitahu padaku, ‘kan?” Matthew masih mencoba mengelak.

“Eh, takut nggak sopan dikasih bintang satu, Dok.” Melinda malah berkelakar.

“Heh, kau pikir aku ini ojek online?” Manik biru Matthew menatap Melinda.

“Waduh, bentuk pak ojek begini, sih. Saya order tiap hari, Dok.” Senyum usil Melinda tidak tertinggal.

Sudah jadi kebiasaan bagi Melinda bertingkah demikian. Si perempuan jenaka yang suka bercanda, terkadang banyak orang hingga salah memahami. Misal, seperti Matthew sekarang. Setelah memberikan lokasi tempat rumah si dokter muda. Hanya terdengar bunyi radio dan gemerisik air hujan yang kian mereda. Menyisakan tetesan gerimis lembut ketika sampai di alamat yang dimaksud.

“Terima kasih, banyak—” Kalimat Melinda tak sempat lengkap. Suara gaduh membuat netra dua orang di dalam mobil langsung menengok ke arah sumber suara. “Mama,” desis Melinda kemudian langsung melepaskan sabuk pengaman tergesa.

“Terima kasih, Dok.” Si perempuan segera mengangguk berpamitan dan meninggalkan manik biru yang sedang kebingungan.

“Mel—ah, s-suara apa itu tadi?” Matthew hanya bisa menggumam sendirian.

Dia tidak juga turun dari mobil, merasa segan dan tak sopan jika masuk begitu saja tanpa diundang. Terlebih lagi, dia memang tak mengenal Melinda secara personal. Hanya sebatas senior dan junior saja. Lalu suara gaduh tadi, tak terdengar lagi. Matthew melajukan kembali kendaraan menuju rumah. Sepanjang perjalanan otak si manik biru tk berhenti memikirkan perempuan yang diam-diam menempati ruang kosong di hatinya.

“Ah, si tampan sudah pulang. Selamat datang.” Suara lembut Anne menyambut kedatangan sang putra selepas bekerja.

Netra Matthew menyipit seiring sunggingan di sudut bibir. Dia merangkul mesra sang ibu sambil berjalan beriringan. Selesai berbenah, si manik biru kembali keluar dari kamar dan duduk di ruang televisi bersantai. Lalu hampir saja jantung di dada kiri melompat dari sarang saking terkejut.

“Astaga, Ibu … bersuara sedikit saja agar aku tidak terkejut.” Matthew protes.

“Apa kau pikir ibu melayang? Kau saja yang sedang melamun.” Anne tak mau kalah.

Memang benar, pikiran Matthew sedang tidak berada di tempat tadi. Sejak melepaskan Melinda pulang, perasaan bukan membaik dan lega. Justru sebaliknya, penuh dengan tanda tanya dan cemas.

“Matt, apa teman Ibu boleh berada disini untuk beberapa malam?” Anne kembali bersuara, kali ini terdengar lembut sedang merayu si pemilik sah rumah yang mereka tinggali.

Matthew tak pernah menerima tamu. Mereka tak memiliki saudara yang tinggal di dekat sini. Kemudian sang ibu juga jarang pergi keluar. Selama ini mereka hanya tinggal berdua, semenjak sang ayah meninggalkan dunia bersama dengan adik kecilnya saat masih usia belasan. Matthew terus berusaha menjadi tameng dan pelindung yang kuat untuk sang ibu. Dia terus ingin membalas kebaikan dan jasa sang ibu yang telah menjadikannya seperti sekarang.

“Rumah ini bukan hanya milikku, Bu.” Matthew menatap lekat mata biru lawan.

Ting tong! Bunyi bel rumah membuyarkan tatapan intens si pria.

“Hehehe … sepertinya mereka tiba lebih cepat.” Anne tersenyum canggung, ketika menyadari perubahan tatapan sang putra. “I-ibu akan membuka pintu dulu, ya.”

Kurasa sekarang aku mulai mengerti, mengapa mereka menjadi spesies paling kuat di muka bumi, siapa yang bisa menyalahkan seorang wanita, hm? Kepala Matthew menggeleng pelan dengan hati yang terus bergumam.

Dia menyusul langkah sang ibu. Sudah terdengar suara di area depan, beberapa suara beradu dan berbincang. Matthew melangkah agak malas dan sampai juga di ruang tamu. Langkah si pria terhenti, tubuh tegap Matthew terasa kaku tak bisa bergerak. Bahkan, kini lidah si pria kelu. Tak ada satupun kalimat yang berhasil disusun dengan baik. Terlalu banyak kejutan. Manik Matthew menatap bergantian tiga orang yang tengah berbincang. Dia juga menelisik wajah sembab dan sendu disertai tanda biru.

Ck, apa-apaan ini, desis hati Matthew.

***

Biar kenal dikit sama si mata biru, jangan lupa like dan komennya, ya 💗

1
Ripah Ajha
sungguh keren kata2mu Thor, aku jadi terhura eh terharu maksutnya🥰
nichi.raitaa: aw, terima kasih ya kakak juga sudah baca sampai akhir ... aku meleyot nihh 🫣🫠😘
total 1 replies
Krismargianti Andrean
lanjut thor nunggu nih ampe tambah es teh jumbo 5kali
nichi.raitaa: waduh kak ... apa nggak kembung 🤧 btw timamaciw sdh mampir, nih aku kasih 2 hati akuh 💗💗🫦
total 1 replies
Zee✨
hay kak nicki, aku mampir hehe semangattttt💪💪
nichi.raitaa: nyehehhee okidoki kak 💗 aku telhalu loh😵‍💫🫠
Zee✨: sama², nanti ye mau ngepel dulu😂😂
total 3 replies
Zee✨
dih kepedean amat bang😏
Zee✨: pantesan aku cari² nggak kelihatan, taunya di sana toh🤭
nichi.raitaa: 🤧😶‍🌫️ aku ampe ngumpet dibalik awan kakk
total 2 replies
Ripah Ajha
like Thor, tetep semangat update ya🥰
nichi.raitaa: terima kasih supportnya kak, wait ya 💗😘
total 1 replies
Ripah Ajha
gitu tu, kalok oasangan suami istri blom prnah mp, bawaannya emosi teros🤣
nichi.raitaa: aw ... si kk tau ajah 🤧🫣
total 1 replies
Ripah Ajha
keren karyamu thor
nichi.raitaa: terima kasih sdh membaca kak, semoga betah ya 💗
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Kisahnya bikin baper, jadi terlarut sama ceritanya.
nichi.raitaa: terima kasih sudah membaca, Kak 💗 teruskan lagi yuk kakk 🥰
total 1 replies
Sandy
Seru banget, gak bisa berhenti baca😍
nichi.raitaa: terima kasih, sudah membaca kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!