NovelToon NovelToon
Danyang Wilangan

Danyang Wilangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Mata Batin / Roh Supernatural
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: neulps

RONDHO KANTHIL SEASON 2

4 tahun setelah tragedi yang menjadikan Desa Wilangan tak berpenghuni. Hanum masuk usia puber dan kemampuan spesialnya bangkit. Ia mampu melihat kejadian nyata melalui mimpi. Hingga mengarah pada pembalasan dendam terhadap beberapa mantan warga desa yang kini menikmati hidup di kota.
Hanum nyaris bunuh diri karena setiap kengerian membuatnya frustrasi. Namun seseorang datang dan meyakinkannya,
“Jangan takut, Hanum. Kamu tidak sendirian.”

CERITA FIKTIF INI SEPENUHNYA HASIL IMAJINASI SAYA TANPA MENJIPLAK KARYA ORANG LAIN.
Selamat membaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon neulps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Kembali

“Pagi, Nay!”

Nayla hanya tersenyum sekilas merespons sapaan demi sapaan dari teman. Bukan karena perangainya jutek, melainkan karena tidak ingin salah bereaksi terhadap makhluk-makhluk astral yang berbaur dengan manusia di sekitarnya. Bisa gawat kalau dirinya tak sadar menyahut ucapan lelembut.

Meski wajahnya terkenal jutek, nyatanya ia punya banyak teman yang menyukainya. Keberadaan Nayla bahkan dianggap obat penenang bagi sebagian orang. Dijadikan role model oleh adik-adik kelas. Juga beberapa kali mendapat pernyataan cinta dari para murid laki-laki yang menyukainya.

Namun sosok Nayla yang tenang, baik, dan misterius menjadikannya tak tersentuh oleh siapa pun. Bahkan dengan anehnya para guru merasa segan padanya. Karena sosok Nayla dari Desa Wilangan yang dijuluki desa petaka, membuat banyak orang cukup takut juga. Meski orang-orang tak ada niatan untuk merundung atau mengucilkan Nayla, justru gadis 16 tahun itu membuktikan kecakapannya dalam bidang akademik dan bersosial. Beberapa kali ia menjuarai perlombaan. Menjadi kebanggan sekolah dan teman-teman.

Langkah kaki Nayla menuju ruang OSIS terhenti di depan pintu lab bahasa. Alisnya mengerut, menunjukkan raut wajah tak suka. Jantung berdegup kencang, daun telinga bergerak-gerak memfokuskan pendengaran. Bola matanya perlahan bergerak, melirik ke arah pintu yang sedikit terbuka. Heran, mestinya pintu lab selalu terkunci dan tidak ada yang masuk sepagi ini.

Menelan ludah, Nayla coba memberanikan diri. Menyentuh gagang pintu lalu mendorongnya secara perlahan. Gelap. Ruang lab masih tertutup rapat oleh gorden di semua jendelanya. Nayla menoleh ke sekitar, mengamati situasi tanpa kelebat seseorang. Hingga tiba-tiba jantungnya seolah berhenti berdetak saat menoleh kembali ke arah pintu yang sudah dibukanya dan ada wajah pucat terkoyak yang sudah terpampang di sana.

“Njrit!” desis Nayla dengan suara lirih dan tertahan, penuh rasa kesal. Refleks ia tendang wajah itu hingga terjerembab ke dalam lalu ditutupnya pintu rapat-rapat.

Meski sudah terbiasa melihat penampakan, tapi tetap saja geram jika dikerjai dan dikagetkan sampai membuat jantungan. Lebih baik baku hantam sekalian.

“Naya!” panggil sebuah suara.

Nayla hapal betul siapa yang suka memanggilnya dengan nama khusus seperti itu. Sandi, cowok tengil kelas C yang mengejar-ngejarnya sejak tahun pertama. Nayla mendengus ketus. Lalu menoleh ke belakang.

Nyaris saja Nayla menggampar sosok yang berdiri di belakangnya karena kembali dibuat kesal. Pasalnya, Sandi datang tak sendiri. Ada sosok kuntilanak cebol yang berdiri di antara mereka. Terang saja Nayla jengkel karena dikagetkan lagi. Tapi tak jadi mengamuk karena ada Sandi.

“Mau apa kamu?” tanya Nayla, dengan raut wajah ketus khas dirinya.

“Aku mau ngajak kamu—”

“Stop!” tukas Nayla. Amarahnya tersulut karena si kuntilanak mengikuti ucapan Sandi. Membuat suara mereka bertumpuk dan mendengung sehingga pendengarannya tak bisa konsentrasi.

Sandi mengernyit heran. Lalu pipinya menyemu merah tatkala Nayla maju beberapa langkah hingga sangat mendekat padanya. “N–Nay?” gagapnya.

Nayla kemudian mendongak. Menatap lurus pada anak laki-laki yang lebih tinggi darinya itu. “Ngomong apa kamu tadi? Aku nggak denger.”

Sandi salah tingkah. Ia mundur selangkah. “O–oh, itu...” sahutnya dengan terbata. Nayla sampai heran, katanya suka, tapi baru didekati sudah gugup tak terkira. Padahal Nayla mendekat untuk mengusir si kuntilanak.

“Aku mau ngajak kamu ke ruang OSIS bareng,” lanjut Sandi. Ia sudah lebih tenang saat ini.

Nayla berdecak. Tanpa bicara, ia berbalik badan lalu berjalan mengentak ke tujuan. Sandi kelabakan karena ditinggal. Ia berlari mengikuti Nayla dari belakang. “Tunggu, Nay!”

Langkah Nayla lagi-lagi terhenti. Bukan karena penampakan kali ini. Melainkan karena indra penciumannya menangkap bau asing yang harum dan menenangkan tapi membuat bulu kuduk meremang. Sandi tiba di samping Nayla. Ia menatap heran pada gadis yang berdiri mematung di pertigaan koridor itu.

“Kenapa, Naya?”

“Kamu ke ruang OSIS duluan.”

“Kenapa?”

Nayla menatap ketus pada Sandi. Cowok itu langsung kicep, mengangguk, lalu beranjak pergi. Nayla kembali merasakan ketegangan. Tak ada seorang pun di sekitar setelah memastikan Sandi sudah masuk ke ruangan. Kemudian dengan gerak pelan, Nayla memutar badan, menoleh ke belakang.

Mata Nayla sontak membelalak. Menatap tak percaya pada sosok yang berdiri di hadapannya. Dan satu hal yang pasti, bau harum menakutkan yang tadi diciumnya menguar dengan sangat menusuk hidung saat ini.

“Kamu?”

Gadis manis berambut keriting tersenyum lebar melukiskan kesan ceria. Tangan mungilnya terulur lalu menarik dan meremas tangan Nayla. “Mbak Nayla, ini beneran kamu!”

“Hanum?” gumam Nayla. Ia bahkan tak bisa mengatur ekspresi wajahnya. Napasnya tertahan, detak jantung kembali tak beraturan. Celingukan, Nayla mengamati sekitar.

Tampak beberapa penampakan hantu yang sering dilihatnya di sekolah lalu bersembunyi jika bertemu dengannya tiba-tiba sekarang semua bermunculan. Otak Nayla berpikir cepat, tapi malah acak-acakan. Blank, ia tak mampu berpikir jernih untuk memahami situasi saat ini. Hanya satu yang ia yakini, bau harum Hanum berbahaya.

“Mbak Nayla, kamu nggak seneng ya ketemu aku?”

Nayla tersentak. Ia gugup karena Hanum pasti merasa aneh jika dirinya terdiam cukup lama, sedangkan para hantu mulai bergerak perlahan mendekat ke tempat mereka berdua. Hingga suara tes mikrofon memunculkan ide di kepala Nayla. Ditariknya tangan Hanum sambil tersenyum. “Aku seneng banget lah ketemu kamu lagi! Yuk, ikut aku!”

Hanum meringis senang mengikuti Nayla yang menggeret tangannya. Tanpa mengetahui bahwa kakak kelasnya di SD Wilangan itu tengah kesusahan menyibak kerumunan lelembut yang mereka lewati. “Kita mau ke mana?” tanya Hanum dengan polosnya.

Nayla tak menjawab karena fokus menghardik makhluk-makhluk astral secara tak kasatmata. Hingga langkahnya berhenti di depan musala. Dada Nayla tampak naik turun karena kepayahan. “Kita ngobrol di sini aja,” ajaknya.

“Apa nggak ganggu kegiatanmu, Mbak? Sebenernya aku cuma mau nyapa bentar kok tadi,” sahut Hanum sambil celingukan.

Nayla coba tersenyum ramah. Ia tarik pelan tangan mungil Hanum untuk diajaknya duduk bersama di teras musala. “Nggak apa-apa. Jam masuk kelas kita sama, kok,” ujarnya pada anak perempuan yang mengenakan seragam yang sama sepertinya itu.

“Udah berapa tahun, ya, kamu udah gede aja. Aku nggak tahu kalo kamu daftar ke SMP ini juga,” oceh Nayla.

Hanum membenahi rok biru tuanya yang panjang hingga menyapu lantai. Kemudian ia mendongak, matanya menerawang. “Empat tahunan kan, Mbak?” jawabnya. “Aku masuk sini atas rekomendasi Pak Taufan. Katanya ini sekolah paling bagus yang deket dari rumah, jadi aku sih nurut aja.”

Nayla tergemap mendengar nama itu disebut. Taufan adalah kakak kedua mendiang Ozza yang mengambil alih pengelolaan panti asuhan mendiang Bunda Ristya. Nayla juga tahu jika saat ini Hanum adalah salah satu anak asuh panti tersebut karena bapaknya meninggal dua tahun yang lalu.

“Bukannya Mbak Nay harusnya kelas 10, ya?”

Nayla kelabakan. Ia mengangguk secara spontan. “Iya, Num. Karena beberapa hal, aku jadi telat sekolah setahun.”

Hanum manggut-manggut mendengar jawaban Nayla. Sedangkan Nayla kembali diam, merasa malu dan bersalah karena ulah ayahnya telah merusak jalan mulus masa depan anak-anak desa mereka. Terutama Hanum, kehidupan anak perempuan itu tak luput dari kemalangan yang disebabkan komplotan sekte sesat ayahnya.

Nayla mengelus lembut punggung gadis manis itu dengan penuh kehati-hatian. Dalam batinnya terus mengatakan permohonan maaf meski bukan dirinya yang berbuat jahat. Diliriknya para hantu yang menggeram-geram di kejauhan karena takut mendekat. Nayla mendengus singkat. Tak mungkin ia ajak Hanum terus berada di musala.

“Kamu udah dapet kelas, kan?”

Hanum mengangguk. “Kelas favorit gitu katanya,” ucapnya. Matanya menyiratkan rasa sungkan tapi bangga.

Nayla tertawa kecil. “Itu kelasku dulu. Kamu terusin ya perjuanganku.”

Senyum manis Hanum memudar. “Aduh, kayaknya berat nih ke depan.”

Nayla tergelak. Sebelumnya ia tak pernah membayangkan akan berinteraksi dengan murid paling imut di SD mereka dulu itu karena dirinya sangat pendiam dan suka menyendiri. Ia pun bertekad akan melindungi Hanum dan melawan semua yang berniat buruk pada gadis itu. Termasuk akan mencari tahu mengenai kondisinya yang tak wajar tentang bau harum aneh yang menguar dari badan.

“Yaudah yuk, kuanterin ke kelas. Aku mau ada rapat OSIS habis ini.” Nayla berdiri lalu menggenggam tangan Hanum. Ia tak memedulikan tatapan para siswa yang melihat mereka bergandengan tangan.

Hingga tiba di depan kelas Hanum, Nayla melepas bros kecil berbentuk sekuntum bunga putih dari bawah kerah kemejanya. Kemudian ia pasang bros itu di bawah kerah seragam Hanum. Mata Hanum mengerjap beberapa kali, tampak heran dengan yang Nayla lakukan.

“Pake ini terus, ya. Jangan sampe kelupaan apalagi ilang,” pesan Nayla.

Hanum mengangguk dengan ragu-ragu. Tapi kemudian tersenyum. “Makasih, Mbak Nayla.”

Senyum manis Hanum seakan menusuk-nusuk dada Nayla dengan jarum tak kasatmata. Pedih, tapi menggelitik. Nayla mendorong Hanum masuk ke kelas lalu pergi. “Jangan keluar! Bentar lagi bel bunyi!” teriak Nayla sambil melangkah menjauh.

Nayla kemudian berlari cepat menuju ruang OSIS. Rekan-rekan sudah berkumpul di sana menunggu dirinya. “Sorry, aku ada urusan penting barusan.”

Nayla duduk di kursi tengah. Sekretaris OSIS membuka jurnal. Membacakan lagi kelas-kelas yang akan menjadi tujuan pembimbingan mereka selama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah untuk para peserta didik baru.

Tiba-tiba Nayla menggebrak meja. “Penanggung jawab kelas 7A, ganti sama aku aja,” ujarnya dengan sorot mata membara.

1
Ali B.U
next
Lyvia
suwun thor u/ upnya
reska jaa
aq bca dini hari thour.. senang aja ad kegiatan sambil mencerna mkann 🤭
n e u l: monggo monggo
terima kasih /Joyful/
total 1 replies
Ali B.U
ngeri,!
lanjut kak
n e u l: siap pak! /Determined/
total 1 replies
Andini Marlang
Ini lebih menenangkan 🥴🥴🥴🥴🥴
Bukan teror aja tapi ktmu org2 psikopat langsung 😔
n e u l: /Cry/
total 1 replies
Lyvia
lagi thor
n e u l: siap /Determined/
total 1 replies
Ali B.U
next
Andini Marlang: Alhamdulillah selalu ada Pakdhe Abu ... Barakallahu fiik 🌺
total 1 replies
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
lanjut
n e u l: siap pak /Determined/
total 1 replies
Andini Marlang
makin seru ...💙💙💙💙💙

apa kabar ka ..... insyaa Allah selalu sehat juga sukses karya2 nya 🌺 🤲aamiin ......
Andini Marlang: Alhamdulillah sae .....🌺

sami2 .... Barakallahu fiik 💙
n e u l: alhamdulillah
apa kabar juga bund?
aamiin aamiin 🤲 matur suwun setia mengikuti karya ini ☺️
total 2 replies
Ali B.U
next
Lyvia
suwun thor u/ upnya
n e u l: sami-sami /Joyful/
total 1 replies
Ahmad Abid
lanjut thor... bagus banget ceritanya/Drool/
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
reska jaa
wahhh.. masih sempat up.. thank you👌
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!