Zella, gadis bar-bar yang baru berumur 19 tahun, sekaligus pemilik sabuk hitam karate. dia terkenal di kalangan anak seusianya karena memiliki sifat ceria dan blak-blakan serta tak kenal takut.
Hingga suatu hari saat dia hendak berangkat ke tempat latihannya, dia tersandung batu dan membuat tubuhnya nyungsep ke dalam selokan dan meninggal di tempat.
Zella kira dia akan masuk ke dalam alam baka, namun takdir masih berbaik hati membiarkan dia hidup meski di tubuh orang lain.
Zella bertransmigrasi ke dalam novel yang sudah lama dia baca, dan menjadi tokoh antagonis yang selalu menyiksa anaknya.
Akankah Zella mampu mengubah sebutan 'Penjahat' pada dirinya? dan meluluhkan hati anaknya yang sudah di penuhi dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
^^^Tetaplah tertawa di tengah kejamnya dunia.^^^
...✨✨✨...
Mobil BMW berwarna putih mulai memasuki halaman rumah minimalis, beberapa bodyguard keluar dari rumah itu dan bergegas menyambut kedatangan tamu Tuan mereka.
Di dalam mobil, Zella tercengang melihat banyaknya bodyguard yang sudah berbaris rapi di samping mobilnya. Begitu Zella keluar para bodyguard tersebut membungkuk hormat, hingga membuat Zella kebingungan.
"Om, kalian pada ngapain bungkuk kaya gitu? gue bukan putri raja jadi kalian nggak perlu memperlakukan gue seperti ini, Om!" protes Zella merasa kikuk sendiri mendapat perlakuan seperti itu.
Para bodyguard itu kembali menegakan tubuh mereka, salah satu bodyguard yang menjadi pemimpin di dalam barisan itu akhirnya angkat bicara.
"Maaf, kan kami, Nona, tapi kami tidak mungkin bersikap lancang pada tamu istimewa Tuan kami," sahut bodyguard tersebut.
Zella menggaruk pipinya yang tak gatal secara pelan, dia kembali berkata.
"Sebenarnya gue bukan tamu istimewa, Om, gue cuma orang biasa kalian bisa menganggap gue teman kok,"
Para bodyguard terkekeh pelan, mereka semua mengangguk sopan. Tak berselang lama Ziven keluar dari dalam rumah, dia berlari kecil menyambut kedatangan Zella.
"Hay, Zel," sapa pemuda itu ceria.
"Dih, sok akrab amat lo, emang kita kenal?"
Ziven berdecak sebal, "Kenal dong, kita udah sedekat nadi tau!"
"Salah, kita udah sedekat bulan dan bintang," sahut Zella sambil mengedipkan satu matanya.
Ziven tersenyum malu-malu, dia memukul lembut lengan Zella, "Bisa aja deh, gue jadi malu,"
Zella meraih dagu Ziven secara tiba-tiba, dia mendekatkan wajahnya hingga jarak di antara mereka terkikis. Dia mengamati wajah Ziven dari dekat, hidung yang mancung, bola mata berwarna hitam pekat seperti gelapnya malam. Bulu mata yang lentik serta bibir merah yang tipis.
"Ziven,"
Suara Zella terdengar begitu lembut dan merdu di telinga pemuda itu, Ziven menahan nafas saat Zella memiringkan kepalanya seolah ingin mencium pemuda itu, begitu jarak mereka tinggal satu senti Zella berbisik rendah.
"Gue memang kadang nggak jelas, tapi... kalo suka sama lo itu jelas," ucap Zella sambil mengerling genit.
Sontak wajah Ziven langsung merah padam, melihat hal itu Zella menjauhkan wajahnya. Dia mengelus pipi pemuda itu dengan sangat lembut, sorot matanya begitu teduh. Selang beberapa detik tawa Zella pecah.
"Cie, baper nggak? Baper nggak? Baper dong masa enggak haha,"
Zella berbalik dan langsung berlari masuk lebih dulu ke dalam rumah, tawanya terus bergema sepanjang dia melangkah, Zella meninggalkan Ziven yang masih mematung di tempat.
Selepas kepergian Zella, Ziven langsung menutupi wajahnya dengan kedua tangan, telinganya ikut memerah membuat para bodyguard tersenyum geli melihat Tuan mereka yang selalu terlihat menakutkan bisa salah tingkah sampai seperti itu.
"SIALAN, ZELLA, GUE BAPER!" teriak Ziven sangat lantang hingga terdengar di telinga Zella.
Di dalam rumah Zella terus tertawa, moodnya langsung membaik setiap kali dia berhasil menjahili pemuda itu.
...***...
Beberapa saat berlalu, kini mereka berdua sudah duduk di sofa. Ziven membawakan dua kaleng soda dan beberapa camilan pada Zella, dia meletakannya di meja ruang tamu. Di sana terlihat Zella tengah mengamati struktur ruangan yang di penuhi warna hitam dan gold, perpaduan yang cukup langka bagi orang yang terbilang kaya.
"Ven, selama ini gue penasaran. Dimana keluarga lo? kok gue nggak pernah tahu?" ujar Zella penasaran.
"Meninggal,"
Jawaban Ziven sangat singkat, terdengar dia enggan membahas keluarganya. Tapi Zella yang sejak awal sudah penasaran terus menerus menanyakan silsilah keluarga Ziven, dia merasa Ziven terlalu misterius belakangan ini. Melihat Zella terus memaksa, akhirnya Ziven memilih untuk mengalihkan pembicaraan mereka.
"Zel, kedatangan lo ke sini bukan untuk menginterogasi gue, tapi buat nyari tahu kenapa gue bisa tahu kalo lo bukan pemilik raga ini," tegas Ziven sedikit meninggikan nada suaranya.
Zella cengengesan, dia pun menjawab, "Iya juga sih, cuma gue orangnya penasaran tapi lo bener juga bisa lo jawab sekarang pertanyaan gue waktu di cafe?"
Ziven mengangguk, dia membenarkan posisi duduknya hingga menghadap ke arah Zella.
"Gue juga bukan pemilik asli raga ini, Zel!"
Sontak kedua pupil mata Zella melebar, dia mengguncang kedua bahu Ziven dengan brutal.
"Jangan bohong, Ven, gue nggak percaya sama lo," sahut Zella.
"Gue serius, lo inget gadis yang ngasih makanan sama lo di kampus, dia adik gue dan yah seperti yang lo lihat gue juga masuk ke dalam dunia asing ini, bisa di bilang gue transmigrasi!"
"J-jadi l-lo orang itu?" jawab Zella dengan gagap, dia merasa kepalanya tiba-tiba kosong.
Ziven mengangguk, dia meraih kedua tangan perempuan itu dan menggenggamnya dengan erat. Ziven bisa merasakan kedua tangan Zella berkeringat, dia merasa bersalah karena dia tidak jujur sejak awal.
"Maaf kalo gue bikin lo kaget, awalnya gue juga nggak ingat semua ingatan yang gue punya cuma milik tubuh ini. Tapi sebulan yang lalu ingatan gue di kehidupan yang dulu muncul, sejak saat itu gue selalu berharap kalo lo juga Zella yang gue kenal di kehidupan gue yang dulu, dan ternyata harapan gue terkabul,"
"Setelah gue mencari tahu dan menyamakan sikap begitu juga sifat, semua mengarah sama lo dan gue yakin kalo lo Zella yang gue kenal di kehidupan yang dulu," imbuh Ziven.
Zella masih diam, dia hanya mengamati perubahan ekspresi di wajah pemuda itu. Zella bisa melihat dari sorot mata pemuda itu yang di penuhi rasa sayang terhadapnya, namun Zella belum yakin dia takut jika itu hanya halusinasinya saja.
"Apa lo suka sama gue, Ven?" cetus Zella tiba-tiba.
Tanpa ada keraguan sedikit pun Ziven mengangguk, dia semakin erat menggenggam tangan Zella seakan-akan dia tidak ingin melepaskan pegangan tangan mereka.
"Ya, gue suka sama lo dari kehidupan yang dulu,"
"Tapi sekarang tubuh gue beda, gue bukan Zella yang dulu lo kenal, Ven!" tegas perempuan itu.
Ziven tersenyum lembut, "Nggak masalah, yang gue suka jiwa lo bukan raga lo, Zel! Mau lo pindah raga seratus kali pun kalau kita masih bisa bertemu, gue bakal tetap suka sama lo."
"Karena cuma lo satu-satunya orang yang berhasil masuk dan membuat perasaan gue nggak bisa berpaling dari lo, gue minta maaf kalo perasaan ini bikin lo nggak nyaman, lo nggak perlu membalas perasaan gue kalo emang lo nggak suka, kita bisa jadi teman atau kalo lo mau gue pergi gue bakal pergi asal... Lo janji nggak bakal terluka dan bisa menjaga diri lo dengan baik,"
Ucapan Ziven begitu tulus, dia tidak ingin menyesal seperti hidupnya yang dulu. Yang hanya bisa memendam perasaannya pada Zella hingga kematian memisahkan mereka.
Pernyataan Ziven membuat Zella tak bisa berkutik, dia merasakan jantungnya berdegup tak karuan. Zella menunduk melihat kedua tangan pemuda itu masih senantiasa menggenggam kedua tangannya, Zella kembali mendongak entah bagaimana raut wajahnya saat ini namun yang pasti Zella merasa kedua pipinya memanas.
"Gue... nggak tahu, Ven, gue bingung ini pertama kalinya gue dapat ungkapan kaya gini, dan status gue di sini masih istri orang gue nggak mau jadi perempuan tukang selingkuh, apa bisa gue ngasih jawaban sama lo nanti setelah urusan gue sama Zion selesai?"
Ziven mengangguk, senyumnya belum juga luntur, "Lo bisa jawab kapan pun semau lo, Zel, bahkan kalo lo nggak mau jawab gue juga nggak masalah. Karena gue cuma mau lo tahu kalo gue suka sama lo dan gue nggak berharap lebih, Zel, gue cuma pengin lihat lo bahagia itu aja udah cukup buat jadi jawabannya, Zel."
'Jadi seperti ini rasanya ketika ada seseorang yang mengharapkan kehidupan kita bahagia?' batin Zella masih tak percaya dengan fakta yang dia dengar dari Ziven.
Kenyataan bahwa mereka berasal dari dunia yang sama, membuat Zella merasa lega setidaknya di sana dia tidak sendiri.