LF: License to Fight
Dia memang seorang pria biasa, dia juga hanyalah pria yang ingin bebas dari pekerjaan penting nya. Apapun segala hal yang dia lakukan adalah hal yang nyata. Tanpa tugas, tanpa izin, dia bisa menjadi apapun.
Sepenuhnya menceritakan seorang Samuel yang bernama asli Ah-Duken. Dia hanyalah Pria yang harus menangani berbagai kasus yang tidak masuk akal, jika kasus nya tidak masuk akal, maka pekerjaan nya semakin tidak masuk akal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khara-Chikara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3 Misi Guru Magang
"Oh sepertinya kau juga terkejut yah, Samuel," kata Erick.
"Maaf... Kupikir orang yang... Lain."
"Ahaha tak apa... Mari sini aku buatkan minuman dan cemilan," Bibi Erick berjalan ke dapur.
"Benar kan bro... Apa aku bilang..." tatap Erick.
"Dia imut juga, kau sudah pernah menggasak nya?"
"Hei apa yang kau bicarakan... Aku takut lah."
"Ya elah... Ngak jantan lah kau nih."
"Haiz... Ngomong ngomong bisa kita mulai?"
"Oh tentu, jadi benar nih kau bisa mengajariku bahasa Jepang, awas jika semuanya salah."
"Tenang ajah bro... Aku dah lama di sana dulu," balas Erick lalu dia mulai memberitahu Samuel.
Beberapa jam berlalu... Sudah ada yang masuk ke pikiran Samuel.
"Haaaaa... Sangat lelah... Kenapa ada beberapa yang tidak aku mengerti..." dia bersandar di sofa sambil memegang kepalanya yang sudah mulai pusing.
"Apa kau punya tugas di sana, kawan?" tatap Erick yang duduk di bawah depan mejanya.
"Yah... Aku harus menyamar jadi guru di sana."
"Hah seriusan...?! Hati hati kau jika mengajar di sana."
"Memangnya kenapa.... Apa lelaki di sana lebih tampan dari aku?" Samuel menatap bingung.
"Ya, begitulah, di Jepang... Prioritas tampan itu memang nomor satu, jangan heran jika banyak yang brengsek di sana. Korban wanita dan gadis muda pun banyak.
Kau lebih baik hati hati dan jangan mencoba untuk mendekati gadis di sana karena gadis di sana akan memandang luarnya. Seperti jika mereka menilai itu lelaki tampan maka mereka akan bersikap baik dan lembut sementara jika mereka mengganggap lelaki di depan mereka tidak tampan... Yah... Mau gimana lagi, jangan heran jika mereka akan melototimu," kata Erick.
"Wah gawat dong, saat di sana wajahku akan di tutup masker, mereka tak bisa menilai aku tampan dong."
"Mungkin saja... Memangnya kau menggunakan masker untuk apa... Bukankah cukup bilang kau mengikuti program penukaran guru?"
"Entahlah, Hycan memintaku melakukanya, aku benar benar agak jengkel padanya. Oh... Ngomong ngomong manga Marvel terbaru telah liris!" tatap Samuel.
"Ha... Sejak kapan kau suka Marvel?" Erick menjadi bingung.
"Aku sudah lama suka... Apa kau tidak pernah tahu... Ckckck kau bukan teman sejatiku."
"Ha... Jangan bicara begitu, Samuel... Dari awal kau membantuku juga dan aku juga membantumu kan, tapi soal ini, wajar saja karena kita juga sudah lama tidak bertemu, kau sibuk menganggur dan aku bekerja."
"Ck.... Pokoknya sih... Aku harus beli Marvel itu dulu," kata Samuel.
"Sebegitu sukanya kah dia pada Marvel? Apa pahlawan kesukaanmu?"
"Mungkin spiderman tapi aku lebih mengarah suka ke venom."
"Venom yang hitam itu?"
"Ya... Tunggu... Kenapa kita jadi bahas kayak gini... Kembali ke seterusnya... Apa kata selanjutnya untuk memanggil dengan sopan?" kata Samuel yang meneruskan belajar bahasa Jepang nya. Lalu Erick juga kembali memberi tahu.
Lalu Bibi Erick datang duduk di samping Erick. "Samuel, Erick bilang kau mau bertanya soal lukisan itu?" tatap nya membuat Samuel terkejut dan langsung melirik Erick yang tersenyum tanpa dosa.
"Ya... Dari mana anda dapat?" tanya Samuel.
"Aku mendapatkan nya dari lelang. Di sana ada nama pelukis nya... Namanya Ah-duken," kata Bibi Erick seketika Samuel benar benar terkejut.
Sepertinya dia memiliki hubungan dengan nama pelukis itu. "Ah-Duken, bukan nama yang main main...."
Hingga saat itu tiba, samuel benar benar sudah ke Jepang, saat ini dia menghadap ke kepala sekolah yang menatap tajam padanya.
"Nama?"
". . . Sa-muel?"
"Kenapa kau ingin ikut dalam program pertukaran guru ini?"
"E.... Hanya ingin... Menjalani tugas saja."
". . . Berapa umurmu?'
". . . E... 20," Samuel terus membalas dengan bohong. Padahal umurnya sudah lebih dari 27 tahun.
"Jika mereka tahu dengan wajahmu maka satu sekolah akan heboh dan Omura akan tersaingi," kata kepala sekolah.
"Omura... *Sopo kui...?" Samuel menjadi bingung.
"Sepertinya kau harus memakai yang bisa menutupi wajah tampanmu, cewek di sini memang tidak terbiasa dengan orang bule, jadi ya... Kau harus terbiasa, tapi jika wajahmu tampan sih... Aku tidak yakin mereka tidak menghindari mu."
"Hm... Kalau begitu aku akan memakai masker penutup saja," Samuel menunjukan masker hitam yang ia bawa lalu memakainya.
"Bagaimana... Sudah misterius bukan?"
"Terserah... Kembalilah kemari nanti setelah mengajar kelas 12c," kata kepala sekolah.
"Baiklah, aku pergi dulu," Samuel menundukan badan lalu pergi. Tapi hal itu malah membuat kepala sekolah terdiam bingung. "Tunggu... Kenapa dia pake menunduk segala... Seperti orang Jepang, apa dia belajar tata krama orang Jepang?"
Terlihat Samuel saat ini sudah berada di kursi guru miliknya sendiri. Sambil memakai masker hitam bergambar mulut berdarah besar di sana. Semua guru sampai takut karena maskernya yang aneh. Ia sendiri bahkan tak sadar dengan hal itu.
Tak lama kemudian seorang guru laki laki memberinya masker medis berwarna putih. Samuel menoleh dan rupanya seorang guru berwajah tampan.
"Pakailah masker ini saja, lebih ramah."
Dengan wajah yang sangat ramah dan berkilau-kilau.
Samuel terdiam lalu menerima masker itu. "Oh.... Oke... Apaan wajah anehnya itu, jelas aku lebih ganteng dari dia."
Pikirnya dengan tatapan yang sangat kesal. Lalu guru lelaki yang tampan itu pergi dan Rupanya dia tadi adalah Tuan Omura yang tadi dibicarakan kepala sekolah saat akan menerima Samuel.
"Biarkan aku berpikir-pikir, aku dan dia yang paling tampan maka kita akan jadi saingan para murid gadis, mereka merebutkan kita. Tapi entahlah, disini yang kulihat hanya dia yang diperebutkan karena aku masih baru di sini, jadi aku hanya butuh waktu untuk menjadi saingan nya yang sudah di perebutkan banyak gadis. Tunggulah saja hahaha..."
Samuel berwajah seringai membuat semua guru yang lewat menjadi ketakutan padanya meskipun dia tak mengetahuinya.
Tapi Samuel menjadi menoleh ke buku di mejanya. Ada daftar siswa yang belum membayar tagihan sekolah.
Dia menjadi diam berpikir.
"Tunggu, jadi aku sebagai penagih iuran sekolah, aku hanya perlu mencari nama ini dan foto siswa ini kan. Baiklah terserah, aku akan mulai."
Dia berdiri sambil membawa catatan nama dan foto siswa yang belum membayar iuran sekolah. Dia mulai mencarinya.
Di sisi lain Seo Jin, gadis SMA yang menempati salah satu kelas di sekolah itu berada di kantin mengamati Samuel yang berbicara dengan kepala sekolah di lobi depan kantin. Dia mengamati mereka dibalik dinding kecil seperti seorang mata-mata amatir. Lalu teman-teman yang mendekat menjadi ikut melihat.
"Siapa orang kulit putih itu? Dari kulit dan matanya sepertinya dari barat. Apa dia punya wajah tampan?" mereka berbicara.
"Mana ada, yang lebih tampan itu adalah Omura-Sensei."
Mereka benar-benar membicarakan dan membandingkan Omura dan Samuel.
Tapi Seo Jin hanya diam saja mendengarkannya karena sepertinya dia memiliki pemikiran berbeda dengan teman-temannya.
Alhasil dia hanya memilih pergi dan berjalan ke kantin untuk membeli makanan dan minuman. Tapi mendadak ada yang menahan bahunya dari belakang membuatnya terkejut dan menoleh. Rupanya Samuel. "Kau Seo Jin kan?" tatap Samuel, awalnya Seo Jin terdiam, dia hanya tak percaya saja Samuel mendekatinya.
"Ya itu aku Seo Jin, apakah ada masalah?"
"Aku memang tak ada masalah denganmu tapi SPP mu bermasalah, cepat bayar sebelum kamu nunggak banyak nantinya."
Kata Samuel. Tapi bukannya membalas dengan kata yang ramah dia malah meremehkan Samuel.
"Hmp.... Sejak kapan kamu jadi menagih SPP, ini dia bukan urusanmu kan... Aku tak ada uang..." Seo Jin mencuek dan berjalan pergi.
"Gadis itu.... Sialan sekali...."
Setelah selesai dari sekolahnya, Samuel akhirnya hanya menjadi Guru magang yang hanya membantu Guru lain yang akan menyuruhnya melakukan apa yang disuruh. Saat ini dia tengah berjalan keluar dengan membawa tasnya itu.
"Huf..... Sangat melelahkan, ini bahkan membuatku sangat repot.... Aku mungkin harus mulai berpikir sebenarnya pekerjaan apa ini, orang seperti ku bisa bisanya mendapatkan misi seperti ini... Tapi ya memang, yang kelihatan seperti warga sipil biasa cuman aku, makanya Hycan memilih ku, mungkin dia tak mau aku menganggur.... Hm... Lupakan itu, aku lelah," dia berjalan dengan lelah lalu masuk ke dalam sebuah mobil yang terparkir di sana. Mobilnya tidak main main sebagai Guru Magang saja. Sepertinya belum ada yang tahu bahwa dia menggunakan mobil yang terlihat mahal di sisi lain parkiran sekolah yang tidak berada di area sekolah.
Ia menguap dari dalam mobil sambil mulai menjalankan mobilnya. Tapi ponselnya berbunyi membuatnya harus mengambilnya dari sakunya. Di sana ada nama kontak Erick.
"Halo," dia memulai pembicaraan dengan nada yang membosankan.
"Yo kawan.... Gimana hari pertamanya?" rupanya Erick yang bertanya.
"Haiz... Tidak baik... Aku lebih suka menjalani hidupku sendiri."
"Jangan bilang begitu, aku dengar Nona Jin, wanita pemimpin agen mu itu sedang turun tangan menangani kasus," kata Erick.
Seketika Samuel terkejut dan langsung menghentikan mobilnya mendadak di tengah jalan. Ia terdiam kaku. "J-jin kau bilang.... W.... Wanita itu..." Samuel menjadi gemetar.
"Ya karena itulah kau harus cepat menyelesaikan misi mu ini agar kau tidak tertangkap olehnya dengan membawa agen banyak dari FBI itu... Jadi... Semoga berhasil," Erick menutup panggilan. Sementara Samuel masih terdiam tak percaya.
"Habislah aku... Aku ini sengaja ikut Pak Tua itu karena aku ingin di lindungi dari Wanita Maniak itu.... Astaga.... Aku sudah mulai gila," dia meletakan kepalanya di setir kemudi dengan putus asa sambil berkata. "Aku payah..."
Lalu menoleh ke jendela kaca di samping bangku supir. Dia terdiam. "(Alasan ku menjadi agen.... Aku hanya ingin menutupi kesalahan ku di masa lalu, dulu aku di perebutkan, tapi aku lebih memilih hal yang netral, entah kenapa sekarang aku lebih kepikiran soal apa yang aku lakukan saat ini.... Pekerjaan yang begitu mengganggu, dan aku harus memanfaatkan otak untuk memutar fisik... Mungkin perlahan lahan, aku akan menunjukan bahwa aku bukan langsung jadi pro atau hero, melainkan aku dulu juga merupakan noob atau zero.)"