Satu Kali Kesempatan Kedua

Setelah kepulangan Zain Safira kembali ke dalam kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya yang hari ini sangat letih, ia juga akhir-akhir ini sering merasa capek, padahal ia juga tidak melakukan apa-apa.. hendak ingin berbaring ketukan di pintu membuyarkan Safira, ahirnya ia kembali ke depan untuk melihat siapa yang berhenti malam-malam begini..

Tok

Tok

Tok

Terdengar dan satunya menjawab.

"Sebentar.." ucap Safira yang berjalan berlahan.

Ceklek..

"Dewi kenapa kamu malam-malam kesini.." tanya Safira yang terheran-heran..?

"Gak boleh apa mbak. Aku di suruh sama pak Zain untuk temani mbak tinggal di sini, dan aku juga dapat gaji juga, ibu juga mendapatkan gaji dari pak Zain agar membantu mbak nantinya.." jawab. Dewi dengan senyum kasnya..

"Apa..." Safira kaget bukanya sudah ada seseorang yang membatu Safira bebersih hanya saja ia datang saat Pagi saja tapi apa ini..

"Jangan kaget mbak, ini pak zain sendiri yang minta, sebenarnya aku juga gak mau mbak tapi pak Zain memaksa.." ucap Dewi yang langsung masuk membawa tas besar..

"Tapi bagaimana kamu bisa menemani mbak jika kamu kerja wi.." Safira yang menutup pintu dan ikut duduk di ruang tamu..

"Kata pak Zain sih. Pagi sampai sore ibu, kalo malam aku yang jagain mbak, jika sewaktu-waktu mbak ada apa-apa ada yang jagain gitu katanya.." Dewi yang menjelaskan alasan Zain..

Safira bingung dengan apa yang terjadi hari ini banyak kejutan yang di lakukan kakaknya, apalagi jika ia tahu sedang mengandung keponakannya.. Safira juga bersukur mempunyai kakak seperti Zain yang tidak angkat tangan kepada adik iparnya sendiri..

"Gimana mbak. Apa mbak nyaman tinggal dengan dewi nanti.." tanya Dewi melihat wajah Safira yang murung..

"Nyaman sekali Dewi makasih ya mau menemani mbak" ucap Safira..

"Jangan sama aku mbak sama pak Zain, saja begitu baik, bahkan aku di pabrik saja tak pernah mendapat Bulian sekarang setelah pak Zain memindahkan aku ke bagian yang lebih tertutup lagi." papar Dewi..

"Kamu pindah kemana Dewi.. bukanya kamu juga masih di bagian yang sama seperti dulu.."

"Gak mbak Dewi ke bagian produksi yang isinya teman-teman yang Hubble.. dewi juga suka dengan mereka dan tempatnya Yaman mbak.." Dewi menceritakan tentang tempat barunya itu..

"Syukurlah jika kamu betah di tempat baru. Apa kamu mempunyai hubungan dengan Kak Zain sehingga dia baik banget sama kamu.." selidik Safira!

"Gak ya.. Aku hanya mengangumi nya mbak, gak ada niatan untuk punya hubungan siapa aku mbak lagian kayaknya pak Zain juga tidak pernah tuh ngelirik aku bahkan cewek-cewek disana tidak ada satupun yang di sukai, apa dia gay ya mbak.." celetuk Dewi..

"Hus.. Gak boleh gitu.itu namanya fitnah.." Safira yang memperingatkan.

"Tapi bener deh mbak, aku jadi curiga begitu, "

"Udah jangan curiga nanti suka beneran baru tahu rasa kamu, oh ya udah malam kamu istirahat gih. cari kamar yang mau, masih ada 2 kamar kosong.." ucap Safira yang juga ingin segera beristirahat..

"Ya mbak, temenin Napa.. Aku masih mau curhat ini.." rengek Dewi..

"Besok saja mbak sudah mengantuk.." Safira masuk kedalam kamar,

Semetara Dewi menggerutu dan membawa tas, ia menuju kamar yang ia tepati sekarang merebahkan badannya..

"Apa aku salah ya mengangumi pak Zain tapi aku juga sadar aku siapa,, " dewi menerawang jauh..

Dalam hati Dewi juga mempunyai rasa untuk Zain tapi apa ia hanya bisa melihat dari jauh, ia juga sadar akan siapa dirinya apalagi dirinya adalah anak orang miskin yang tak bisa bersanding dengan Zain yang notabene bos dan sekaligus pemilik tempat ia bekerja.. ahirnya Dewi terbang ke alam mimpi..

Rayan sampai di rumah tengah malam, ia juga langsung masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan badannya yang sangat lengket akibat seharian ini ia bekerja dan banyak berkas yang harus ia periksa, hari pertama bekerja sudah begitu sibuk dan juga lembur,, apalagi jika berhari-hari alamat pulang malam. setelah selesai ia menuaikan kewajibannya sebagai umat muslim walaupun ia sering kali meninggalkannya.. Ia meminta petunjuk dimana keberadaan Safira,,

setelah selesai ia langsung merebahkan dirinya dan tidur dan terbang ke alam mimpi. Pagi hari tayan bangun dengan badan yang sedikit lelah apalagi semalam ia pulang larut..

"Pagi ma.. pagi pa.." sapa Rayan saat sudah di meja makan..

"Pagi juga nak,, sarapan apa.." tawar mama Lita..

"Pagi juga Rayan.." papa Rayan juga menjawab.

"Roti saja ma, aku gak tahan sarapan berat kalo pagi.." jawab Rayan yang duduk di samping papanya.

"Baiklah.."

"Pa kemaren Zain pulang sebentar, tapi kembali lagi ke pabrik yang ada di luar pulau.." ucap mama Lita yang menceritakan tentang kepulangan Zain.

"Oh.. kapan pulang kok papa gak tahu." ucap papa Rayan.

"Kemaren pa hanya minta di buatkan makanan yang menurut mama aneh padahal Zain tidak suka itu, dan dia minta untuk di bawa kembali ke luar pulau, apa anak kita punya seseorang ya kok perasaan mama tidak enak pa.." mama Lita mengungkapkan semuanya kepada suaminya sementara Rayan hanya menyimak saja, dan masih asik dengan makannya..

"Masak sih ma, gak mungkin anak kita anak baik kok.." ucap papa Rayan..

Rayan jengah jika menyangkut kakanya ia juga malas jika mama dan papanya hanya membanggakan Zain apalagi ia juga anaknya sama. sekali tidak di banggakan sama sekali..

"Ma, pa Rayan berangkat duluan ya.." Rayan Salim kepada ke dua orang tuanya. dan mengucapkan salam..

"Assalamualaikum.."

"Walaikum salam.." jawab setempat, saat rayan pergi dan mereka hanya saling tatap.

"Ada apa dengan anak itu.." papa rayan yang terheran-heran..

"Entahlah pa. Tapi jangan pernah membandingkan Rayan dengan Zain karena mama tahu isi hati anak itu, " mama Lita hanya tak ingin anaknya menjadi berantem gara-gara masalah sepele..

"Ya maaf ma. Papa kelepasan.. Kalo gitu papa berangkat juga ya.. Assalamualaikum.." papa Rayan pamit dan mencium kepala istrinya, ia tidak ingin berseteru dengan istrinya. Apalagj jika sampai istrinya itu merajuk bisa bahaya..

Mama Lita hanya heran saja melihat tingkah suaminya yang seperti menghindari.

"Baguslah jika sadar, kalo gak ngomel dulu gak di dengerin.." acuh mama Lita.

Semetara Rayan merasa terluka akan ucapan papa nya ia sadar ia bukan anak yang baik anak yang tak bisa menuruti sifat papa ya, tapi apa salahnya jika ia sedikit tersesat, apalagi ia juga sadar akan kesalahannya.. hingga hubungan dirinya dan papa ya sedikit jauh, apalagi jika ia mengingat papanya lebih membandingkan dirinya dengan kakanya, sakit sungguh sakit, dan juga kecewa ia belum bisa menjadi anak yang di inginkan papanya..