Lintang Pertiwi hanya bisa diam, menyaksikan suaminya menikah kembali dengan cinta pertamanya. Ia gadis lugu, yang hanya berperan sebagai istri pajangan di mata masyarakat. Suaminya Dewa Hanggara adalah laki-laki penuh misteri, yang datang bila ia butuh sesuatu, dan pergi ketika telah berhasil mendapatkan keuntungan. Mereka menikah karena wasiat dari nyonya Rahayu Hanggara, ibunda Dewa juga merupakan ibu angkatnya. Karena bila Dewa menolak semua harta warisan,akan jatuh pada Lintang. Untuk memuluskan rencananya, Dewa terpaksa mau menerima perjodohan itu dan meninggalkan Haruna Wijaya kekasihnya yang sudah di pacari selama dua tahun.
Akankah Lintang bisa meluluhkan hati Dewa? Atau suaminya akan lebih memilih Haruna. Dan jangan lupa,ada seorang secret admire yang selalu ada bila Lintang bersedih.
Yuk! Pantengin terus kelanjutan dari cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Hari-hari Lintang penuh dengan kebahagiaan, karena cowok tengil yang sering mengganggunya seperti hilang ditelan bumi. Ia merasa hidupnya damai, tanpa harus bersitegang dengannya. Tetapi seperti ada yang hilang dalam dirinya, separuh jiwanya tanpa sadar berharap ia akan datang menyapa. Seperti hari-hari tertentu, toko selalu dalam keadaan ramai pembeli. Lintang dapat dengan mudah, menghilangkan bayang-bayang dirinya. Mungkinkah ia jatuh cinta? Cinta yang tanpa sengaja, mampir di hatinya yang terluka? Obat luka karena cinta, kata orang tentu harus dengan cinta pula. Ah bagi Lintang rasanya mustahil, mencintai di saat hatinya belum siap menerima cinta baru. Tetapi perasaan Lintang terhadap Dewa, adalah rasa sayang dan cinta adik terhadap kakak lelaki yang tak pernah di milikinya. Atau rasa itu sirna seiring waktu, ia mencintai Dewa layaknya perempuan mencintai lelakinya. Semua sudah berlalu, nyatanya cinta itu tak pernah terwujud. Cinta yang hadir, terhempas badai kenyataan. Dewa lelaki yang pernah di pujanya, nyatanya memberi luka teramat dalam.
"Lintang...Lintang!" Anna berteriak, sambil mengguncang-guncang lengannya heboh.
Lintang terkejut, tangan yang sedang menata barang-barang di rak terhenti seketika. "Ada apa, An? Telinga ku bisa-bisa tuli, karena kamu rajin berteriak."
"Siap-siap, kita bakalan kedatangan pemilik swalayan ini" ucapnya terengah.
"Oo ya, di kirain ada apa?"
"Soalnya gak biasanya, Bu Diana inspeksi ke tempat ini."
"Ya kali aja, ada yang harus di benahi atau sesuatu hal yang urgent."
"Bisa jadi, aku rasa sih bakal ada mutasi. Pegawai dengan kriteria terbaik akan naik jabatan" ungkap Anna sumringah. "Kali aja aku kejatuhan cicak, naik level jadi supervisor."
"Woi... anak-anak, jangan ngerumpi terus. Semua di tunggu di aula, ada briefing dari Bu Diana" Mbak Tika, memberi pengumuman pada anak buahnya. Ia lalu memimpin rekan-rekannya untuk mengikuti, menuju tempat yang biasa menjadi tempat pertemuan para staf kantor.
Di sana sudah berkumpul anak-anak dari berbagai divisi, yang terlihat bertanya-tanya di raut wajah mereka. Lintang bersama Anna, berdiri di barisan paling belakang. Mereka sadar, hanya karyawan biasa yang baru saja masuk. Banyak senior yang lebih berpengalaman dalam bidangnya, dan juga mumpuni dalam pekerjaan.
Di depan mereka berdiri seorang wanita cantik, dengan penampilan anggun juga elegan. Di sampingnya, berdiri berjajar dewan direksi yang terhormat.
Pak Rajendra, sebagai sales manager memberi kata sambutan pertama kali. Isinya hanya tentang pencapaian target penjualan selama setahun, dan kebanggaannya mengelola swalayan yang di percayakan padanya. Selanjutnya adalah kata sambutan, yang akan di berikan ibu Diana selaku owner. Suara lembut Bu Diana mampu menghipnotis semua yang hadir di situ, tak terkecuali Lintang. Tutur katanya tegas, dengan intonasi suara yang mampu membuat yang hadir terpukau. Tak banyak yang beliau sampaikan, hanya ucapan terimakasih dan harapan agar lebih maju ke depannya. Beliau juga menyampaikan satu hal penting lainnya, yaitu akan diadakan pemilihan karyawan untuk di mutasi ke Jakarta. Maklum keluarga Sasongko, akan melebarkan sayapnya ke ibukota. Siapa pun boleh mengajukan diri, yang penting ia mau bekerja keras.
Begitu selesai, beliau segera meninggalkan aula di ikuti para direksi. Karyawan yang lain segera membubarkan diri, tak terkecuali Lintang dan Anna. Mereka beriringan berjalan, menuju line masing-masing.
"Lintang, kamu berminat pindah ke tempat baru?" tanya Anna, sembari memegang siku tangan Lintang.
"Enggak tau, Aku anak baru mana boleh pindah? Pastinya yang sudah berpengalaman, akan terpilih."
"Kamu gak dengar, kita semua boleh mengajukkan diri" ucap Anna, penuh semangat.
"Bagaimana nanti aja, aku sih cuma bawahan. Kalo kata atasan harus pindah, ya harus nurut."
"Ayok... kerja yang benar, mudah-mudahan kalian bisa terpilih" Mbak Tika ikut nimbrung, ketika Lintang dan Anna tengah mengobrol.
"Aamiin!"
Mereka meng-amini ucapan Mbak Tika, dengan tulus. Segera saja ke duanya larut, dalam kesibukan masing-masing.
****
Lumayan lelah tubuh dan fikiran Lintang, pekerjaan akhir bulan banyak menyita waktu. Stok opname barang yang keluar-masuk, membuatnya ingin segera merebahkan diri di pembaringan. Jarum Jam menunjukkan angka 22.00 WIB, masih belum malam sebenarnya untuk kota sebesar Surabaya. Di kiri-kanan lampu penerangan jalan menyala terang, dari ruko-ruko yang masih buka sepanjang PTC. Lintang berjalan sendirian, sambil melihat-lihat keadaan sekelilingnya. Pada sebuah kedai yang menjual es cream kekinian ia berhenti untuk memesan satu scoop black forest. Udara yang panas serta bibir yang terasa kering, langsung mencair begitu lelehan es krim memasuki mulutnya. Manis dan dinginnya, terasa nikmat sampai tenggorokan.
Berjalan perlahan sembari sibuk menjilati es krimnya, Lintang celingak-celinguk mencari kudapan, yang akan di santapnya nanti ketika tiba di kost-an.
Pada sebuah gerobak pinggir jalan, yang menjual nasi bebek ia berhenti. Lintang memesan nasi, berikut daging bebek bagian dada. Ia menunggu di sebuah bangku kayu, sembari melihat orang-orang hilir mudik di jalanan.
Surabaya kota metropolitan, seperti halnya Jakarta yang manusianya sibuk selama 24 jam. Kehidupan malam hari layaknya seperti sebuah kota besar lainnya, yang selalu dipadati oleh kaum muda. Mereka berpasangan ataupun bersama circle nya, memeriahkan suasana.
Sebuah mobil sport keluaran terbaru, berhenti di kedai tempatnya memesan makanan. Seorang pria tampan turun, kemudian duduk di sampingnya. Ia bergeser memberi tempat, tanpa memandang sang pendatang baru. Dari wangi aroma pencukur rambutnya, Lintang sepertinya pernah mencium bau khas tersebut. Aroma citrus dan buah-buahan segar, bercampur dengan wangi sabun. Reflek ia menengok ke arah kiri, dimana pria itu berada. Sebentuk wajah rupawan, yang sekian hari hilang dari pandangannya. Senyumnya langsung merekah, ketika Lintang memandangnya terkejut.
"Are you miss me?" tanyanya jahil.
"Never!" sentak Lintang, beranjak mengambil pesanannya yang sudah jadi. Setelah melakukan pembayaran, ia melangkah tergesa-gesa.
"Hei babe, tunggu!" serunya keras, menjajarkan langkah kakinya. Di gapainya lengan Lintang, lalu menghalamgi pergerakannya.
Argh... Lintang sebal, harus kembali bertemu dengan laki-laki yang selalu mengganggunya itu. Ia terpaksa berhenti, dan menatap tajam tangan yang sedang di pegangnya.
"Sorry" ucapnya, melepaskan lengan Lintang perlahan.
"Ada keperluan apa, anda dengan saya?" tanya Lintang formal.
"Nama ku Dion, bukannya anda. Kita terbiasa bicara aku dan kamu, jangan yang lain."
"Tapi kita tak se-akrab itu" sangkal Lintang.
"Seperti yang kamu tau, kita harus mulai membiasakan diri. Aku ingin mengenal lebih dekat, orang-orang di sekitar mu maupun orangtua mu."
"Oke! Kalo itu, yang kamu inginkan. Aku harap kamu gak akan terkejut, bila tau sesungguhnya siapa diriku?"
"Aku gak perduli, siapapun dirimu" tukas Dion cepat.
"Aku anak yatim-piatu dan pernah menikah..."
"Bohong!"
"Terserah!"
****
yg ad hidupx sendirian nnt x