Berniat memberi kejutan kepada sang kekasih, Zifana justru yang terkejut karena ia memergoki sang kekasih sedang bercinta dengan sahabatnya sendiri. Rasa sakit itu kian dalam ketika Zifana mengetahui kalau sahabatnya sedang dalam keadaan hamil.
Zifana pun pergi dan membawa rasa sakit itu. Ia berjanji akan membuat kedua orang itu membayar mahal atas pengkhianatan yang sudah mereka lakukan.
Bisakah Zifana membalas pengkhianatan itu dan menemukan kebahagiaannya?
Simak kisahnya di sini dan jangan lupa selalu beri dukungan untuk Othor Kalem Fenomenal, Guys 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zifana-29
Raut wajah Jason dipenuhi kekhawatiran saat ia membaca pesan dari Joshua. Berkali-kali ia mencoba menghubungi sahabatnya, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Ia ingin sekali menemui sahabatnya, tetapi tidak mungkin Rere ditinggal sendirian. Apalagi keadaan wanita itu sedang tidak baik sekarang ini.
"Ya Tuhan, bagaimana ini." Jason mengacak rambut secara kasar. Ia benar-benar merasa bingung sendiri. Jika sampai Zifana berhenti dari kantornya, sungguh Jason tidak mau hal itu terjadi.
Setelah tidak mendapat jawaban dari Joshua, ia pun berusaha menghubungi Zifana untuk bertanya lebih jelas dan meminta wanita itu agar tetap berkerja padanya, tetapi sama saja. Tidak ada jawaban sama sekali walaupun Jason sudah menghubungi lebih dari sepuluh kali.
Jalan terakhir adalah ia harus menemui mereka. Jason meminta Rizal agar datang ke rumah sakit untuk menemani Rere. Namun, wanita itu justru memohon agar tidak menyuruh Rizal datang. Wanita itu bahkan sampai menangis karena tidak mau ditemani oleh Rizal. Pada akhirnya, Jason mengalah dan tetap menemani Rere walaupun hatinya dipenuhi oleh kegelisahan.
***
Jam baru menunjuk pukul enam pagi. Zifana baru saja membuka mata dan merentangkan tangan untuk melemaskan ototnya yang terasa kaku. Setelahnya, ia pun mengambil ponsel dan terkejut saat melihat ada beberapa panggilan dari Jason.
Tidak seperti biasanya.
Merasa khawatir, Zifana pun segera menelepon lelaki itu meskipun sekarang ini ia yakin kalau Jason belum bangun.
Tiga kali panggilan tidak terjawab dan ia pun tetap mencobanya lagi.
"Hallo."
Baru saja hendak membuka suara, Zifana dibuat terdiam oleh suara dari seberang telepon. Suara seorang wanita.
Mungkinkah itu adalah suara ....
"Ah, ini Zifana, ya. Hai, Zi. Ini aku ... Rere."
Zifana makin terdiam. Ia merem*s dada saat merasakan nyeri di sana. Ternyata dugaannya benar kalau yang menerima telepon tersebut adalah Rere.
Lagi-lagi Rere. Zifana mendes*hkan napas ke udara secara kasar.
Apakah mungkin sekarang ini Jason tinggal di apartemen Rere. Tidak mungkin jika Jason berkunjung ke apartemen Rere sepagi ini. Gadis itu tersentak dari lamunan ketika Rere terus memanggilnya sejak tadi.
"Kembalikan ponselku, Re!" Terdengar suara Jason yang menggelegar. Selang beberapa saat, lelaki itu menyapa Zifana. Namun, Zifana yang sudah merasa enggan pun justru mematikan panggilan tersebut. Ia bahkan mematikan ponselnya karena tidak ingin berhubungan dengan Jason untuk hari ini.
Ketika Zifana masih asyik bergelung selimut di atas ranjang, Joshua masuk ke kamar gadis itu dan langsung duduk di samping adiknya. Tangan Joshua langsung mengusap puncak kepala Zifana penuh dengan kasih sayang.
"Kau baru bangun?" tanya Joshua basa-basi.
"Sudah, Bang. Aku mau mandi dan berangkat kerja," sahut Zifana.
"Kau tidak perlu kerja karena Abang sudah meminta Jason untuk memecatmu," kata Jason.
Zifana terpaku selama beberapa saat. Menatap sang kakak dengan penuh tanya. "Aku berhenti kerja? Apa Jason mengizinkan?"
"Abang memaksa. Zi, Abang cuma mau kau di rumah dan jangan pernah pergi tanpa pengawalan. Abang cemas karena ada yang menerormu. Jayden sudah keluar dari penjara dan Jason sibuk dengan Rere," jelas Joshua.
"Abang serius?" tanya Zifana belum percaya.
"Tentu saja." Jawaban tegas Joshua seketika membuat Zifana terdiam. Hatinya mendadak cemas karena setelah ini, hidupnya pasti tidak akan tenang.
Ya Tuhan, inikah yang dikatakan kejutan oleh orang misterius itu.
"Kalau begitu, aku akan ke kantor untuk menemui Jason, Bang. Aku akan pamitan kepadanya," kata Zifana. Walaupun sebenarnya Zifana masih merasa berat, tetapi ia juga ingin menjaga hatinya. Ia yakin, setelah ini akan sering melihat Jason bersama dengan Rere dan ia tidak mau jika hatinya sakit karena itu.
"Kalau kau mau menemui Jason. Biar Abang antar ke rumah sakit," ucap Joshua membuat kening Zifana mengerut dalam.
"Ke rumah sakit? Jason sedang sakit?" tanya Zifana cemas.
Joshua menggeleng lemah. Ia mengatakan bahwa yang sakit adalah Rere, sedangkan Jason menunggu gadis itu. Tampak sekali kekecewaan di wajah Zifana, tetapi gadis itu berusaha bersikap biasa saja dan tetap akan menemui Jason sekaligus menjenguk Rere.
***
Rere menatap Jason yang sedang bersiap untuk menyuapinya. Wanita itu merasa sangat senang karena Jason bersedia untuk merawatnya selama sakit. Bahkan, Jason yang menemaninya selama ini karena orang tua Rere tidak begitu peduli. Bukan tanpa alasan, mereka kecewa kepada Rere karena tidak bisa menjaga kehormatannya.
"Jason, terima kasih banyak karena kau sudah mau merawatku," kata Rere disertai helaan napas panjang.
"Kau tidak perlu berterima kasih karena ini sudah menjadi tugasku. Seudah selayaknya aku bersikap seperti ini karena kau adalah sahabatku," kata Jason. Mengambil sesendok bubur dan menyuapi wanita di depannya.
Namun, Rere menggeleng karena ia tidak berselera makan di saat pikirannya sedang berkecamuk seperti ini. Jason pun terus memaksa, tetapi tetap saja. Rere menolaknya. Wajah wanita itu justru terlihat sedih hingga membuat Jason terpaksa menaruh kembali piring yang dipegangnya.
"Kau kenapa? Apakah banyak hal yang kau pikirkan?" tanya Jason penuh selidik.
Rere mendes*hkan napas ke udara secara kasar. "Aku hanya cemas dan kepikiran saja. Bagaimana kalau aku hamil."
Suara Rere yang terdengar berat seketika membuat Jason makin menaruh iba kepada wanita itu. "Kalau kau hamil maka aku akan membantumu mencari pria brengsek itu. Dia harus bertanggung jawab."
"Tapi aku tidak mau, Son. Aku sudah terlalu sakit dan aku pun tidak mau jika harus terluka lagi," tolak Rere cepat. Jika memang harus kembali, wanita itu sungguh sangat tidak mau.
"Lalu? Kau tidak mungkin melahirkan bayi tanpa seorang ayah. Kasihan anakmu nanti. Lagi pula, kita masih berharap semoga saja kau tidak hamil karena kau baru melakukan sekali." Jason memegang kedua bahu Rere dan menatapnya lekat.
Melihat sorot mata sahabatnya yang tampak sendu dan penuh luka, membuat Jason sungguh sangat tidak tega. Ia seolah bisa merasakan apa yang dirasakan oleh wanita itu.
"Son, bolehkah aku meminta satu permintaan padamu?" tanya Rere ragu.
"Apa? Katakan saja, kalau aku bisa melakukannya aku akan mengabulkan permintaanmu," sahut Jason cepat.
Rere menghirup napas dalam. "Son, seandainya aku hamil dan melahirkan nanti, maukah kau menjadi ayah dari anak yang aku lahirkan kelak? Aku tahu, dia bukan darah dagingmu, tapi aku hanya bisa percaya padamu bahwa kau bisa menjaganya dengan baik," pinta Rere penuh harap.
Jason terdiam. Bahkan, tangannya melepas rangkulan dari pundak wanita itu. Tatapannya terlihat begitu ragu.
"Aku mohon, Son." Rere menangkup kedua tangan di depan dada dan menatap penuh memohon kepada Jason.
Ingin sekali Jason menolaknya, tetapi ketika melihat sorot mata Rere yang begitu memelas, ia pun menjadi tidak tega.
"Baiklah." Jason memberi jawaban tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu.