Viola merasa di tipu dan dikhianati oleh pria yang sangat dicintainya. Menyuruh Viola kuliah hingga keluar negeri hanyalah alibi saja untuk menjauhkan Viola dari pria itu karena tidak suka terus di ikuti oleh Viola.
Hingga 8 tahun kemudian Viola kembali untuk menagih janji, tapi ternyata Pria itu sudah menikah dengan wanita lain.
"Aku bersumpah atas namamu, Erland Sebastian. Kalian berdua tidak akan pernah bahagia dalam pernikahan kalian tanpa hadirnya seorang anak"
~ Viola ~
Benar saja setelah 3 tahun menikah, Erland belum juga di berikan momongan.
"Mau apa lo kesini??" ~ Viola ~
"Aku mau minta anak dari kamu" ~ Erland ~
Apa yang akan terjadi selanjutnya pada Viola yang sudah amat membenci Erland??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Sakit yang mendarah daging
Pagi harinya Viola bangun seperti biasa, saat matahari masih malu-malu di ufuk timur sana. Untuk apa lagi kalau bukan untuk menunaikan kewajibannya. Setelah itu pun Viola tidak tidur lagi, ia lebih memilih keluar untuk melihat keseluruhan rumah yang baru saja ia datangi tadi malam.
Ketika pintu kamarnya di buka, terdengar jelas jika ada seseorang yang sudah bangun lebih dulu darinya. Karena Viola mendengar suara berisik dari dapur.
"Bi Tum sudah bangun dari tadi??"
"Astaghfirullah Bu, ngagetin aja!!" Bi Tum mengusap dadanya.
"Bi Tum sudah bangun dari tadi??" Tanya Viola lagi karena melihat semua bahan masakan yang berjejer siap untuk di masak.
"Sudah Bu, tadi habis sholat subuh. Kenapa Ibu bangun pagi sekali??"
"Saya juga sholat subuh Bi, saya biasa bangun pagi. Mau saya bantu masaknya??" Tawar Viola, bukan karena sengaja ingin masak untuk suaminya, tapi memang kasihan melihat Bi Tum bekerja sendirian.
"Nggak usah Bu, lebih baik Ibu tidur lagi aja. Lagipula Pak Erland dan Bu Sarah masih nanti turunnya, kalau sudah waktunya berangkat kerja"
Viola manggut- manggut saja, baru tau kalau penghuninya semalas itu untuk bangun pagi.
"Mereka nggak sholat Bi??"
"Sholat dong Vi" Bukan Bi Tum yang menyahut tapi suara orang lain. Viola langsung melirik malas pada Erland.
"Kamu kok nggak tidur lagi?? Masih pagi loh ini" Erland melewati Viola untuk mengambil air minum.
Viola masih diam saja tak memberi tanggapan apapun bahkan sampai Erland meneguk habis air minumnya.
Bi Tum hanya diam, pura-pura tak mendengarkan percakapan sepihak dari Erland. Di samping itu dia juga heran karena tak biasanya Erland turun ke bawah sepagi itu.
Viola yang begitu malas karena di suguhi wajah tampan milik Erland lebih memilih berbalik menuju kamar. Wajah yang semakin bertambah umur justru semakin matang bukannya semakin terlihat tua.
Viola yang tak tau jika Erland mengikutinya dari belakang terkejut saat Erland menahan pintu kamarnya.
"Mau apa??" Delik Viola.
"Mau ikut masuk lah" Jawab Erland dengan santai.
"Nggak boleh!!"
Tapi telat, Erland sudah mendorong pintu kamar Viola dengan sedikit kuat sehingga Viola terhuyung ke belakang. Viola yang tak siap karena dorongan Erland membuatnya ingin terjatuh namun dengan cepat Erland menarik pinggang Viola.
Viola sempat memejamkan matanya tapi karena tak merasakan tubuhnya jatuh ke lantai ia berlahan membuka matanya.
Deg..
Deg..
Jantung Viola di buat berolahraga di pagi hari saat matanya bertemu dengan mata Erland. Tubuhnya menempel begitu dekat dengan Erland, dengan tangan pria itu melingkar indah di pinggangnya.
Namun semua itu hanya bertahan beberapa detik karena Viola mulai sadar dengan apa yang mereka lakukan.
Erland juga terlihat kikuk setelah melepaskan pinggang Viola dari tangannya. Pria itu langsung menghindar duduk di ranjang Viola.
Erland merasakan desiran aneh pada dadanya karena terpesona dengan mata indah dan jernih milik Viola. Apalagi harum dari parfum yang Viola gunakan meski wanita itu baru saja bangun tidur. Bahkan harumnya masih terus tersangkut di hidung Erland meski mereka sudah berjauhan.
"Emmm, Vi. Abang cuma mau bilang kalau kamu mau pergi bisa pakai mobil Abang yang ada di garasi. Pakai yang hitam atau putih, kalau yang merah punya Sarah" Ucap Erland berusaha mengurangi rasa gugupnya.
"Nggak usah, gue bisa pakai yang ada di rumah Papi"
"Vio, Abang tau kalau Abang ini tidak sekaya orang tuamu. Tapi sekarang kamu adalah tanggung jawab Abang. Jadi mulai sekarang mintalah semuanya sama Abang, kalau Abang mampu pasti Abang akan belikan"
Viola langsung berbalik menatap Erland dengan tak suka.
"Sok ngatur banget sih. Lagian kalau gue mau beli juga bisa pakai uang gue sendiri. Uang yang selama ini lo transfer juga nggak pernah gue pakai karena gue masih mampu hidup dari uang gue sendiri!!" Seru Vio dengan menunjukkan ketidaksukaannya jika Erland mengatur hidupnya.
"Astaghfirullah Vi, kamu ini taat beribadah tapi kamu selalu berkata kasar sama Abang. Tentu kamu tau kan apa hukumnya bagi istri yang tidak taat dan selalu berkata kasar pada suami??" Erland berdiri di hadapan Viola dengan menatap istrinya begitu dalam.
Viola hanya bisa diam, mana mungkin dia tidak tau. Tapi rasa bencinya yang membuncah membuatnya hilang kendali.
"Abang mengaku salah Vi, Abang juga selalu meminta maaf sama kamu. Abang berusaha menebus kesalahan Abang dengan terus bersabar menghadapi sikap kamu selama ini. Abang anggap sikap kamu ini sebagai balas dendam kamu sama Abang. Bukannya Abang menyerah, tapi Abang hanya ingin kamu sedikit berubah. Karena kamu sendiri yang rugi Vi, kamu yang berdosa besar"
Erland meraih tangan Viola, kali ini tak ada penolakan sekalipun darinya.
"Abang sayang sama kamu Vi. Abang ingin hubungan kita dekat lagi. Tolong beri Abang satu kesempatan lagi" Mata meraka masih saling beradu, hingga Viola melepasnya bersamaan dengan tangannya yang ia tarik dari tangan Erland.
Viola mencoba menghindari Erland dengan berjalan ke depan jendela kamarnya.
"Semuanya nggak segampang itu. Rasa sakitnya bahkan sudah mendarah daging. Semakin gue berusaha melupakannya, semakin tersayat-sayat rasanya" Meski Viola memunggungi Erland tapi dia tau kalau istrinya itu menangis karena suaranya yang mulai bergetar.
"Lo pikir gue nggak pernah berusaha?? Sudah, bahakan gue udah bertekad melupakan dan menghapus semua tentang Lo. Tapi apa nyatanya?? Gue justru semakin hancur"
Viole merasakan sepasang tangan yang kembali melingkar di pinggangnya.
"Maafkan Abang Vi" Erland sengaja meletakan dagunya di bahu Viola.
Viola berusaha menolak tapi Erland semakin erat memeluk Viola dari belakang.
"Jangan menyiksa dirimu sendiri Vi. Kalau kamu merasa sakit saat berusaha melupakan Abang dengan memupuk kebencian, maka jangan lakukan itu. Lepaskan saja semua perasaan kamu Vi, Abang sudah siap menerimanya. Bahakan Abang akan menerimanya dengan senang hati. Beri Abang kesempatan itu Vi" Viola menggeleng pelan.
"Gue nggak akan pernah percaya kata-kata manis lo lagi" Isak Viola.
"Abang akan buktikan, Abang akan mengembalikan kepercayaan kamu lagi. Percaya sama Abang ya??" Tanpa air mata Erland ikut menetes karena tak kuasa menahan amarah pada dirinya sendiri. Sedalam itu dia menyakiti hati Viola, sementara disini dia bisa terus tersenyum bersama Sarah.
Mereka terdiam dalam posisi itu untuk beberapa saat. Bahkan Viola juga merasakan pundaknya yang mulai basah karena air mata Erland.
"Lepas, gue mau mandi!!" Untuk kali ini Erland menurut untuk melepaskan Viola.
"Abang juga harus bersiap ke kantor, jangan menangis lagi. Nanti Abang nggak bisa liat cantiknya Abang ini" Erland mengusap sisa air mata di pipi Viola. Namun hanya sekilar karena Viola kembali menghindar.
Erland tersenyum, lalu beranjak keluar dari kamar yang nanti malam akan ditempatinya itu.
"Kapan ada waktu??" Viola menghentikan Erland.
"Kita harus ke dokter kandungan secepatnya, bukannya lo pingin kasih cucu buat Ibu??" Erland langsung berubah berbinar menatap Viola.
"Kapan saja, kapanpun Abang mau Vi" Senyum Erland tak bisa di sembunyikan lagi.
"Oke, sepertinya sudah waktunya gue untuk mengubah keadaan"
bisa....bisa ...
emansipasi wanita anggap aja😁😁
mana bisa keguguran hamil juga ngga....
susah siihh kalo emang udah diniatin dari awal ngga bener yaa ngga bener kedepannya juga. sakit dibikin sendiri bertahan hanya demi harta🤨🤨