Apakah masih ada cinta sejati di dunia ini?
Mengingat hidup itu tak cuma butuh modal cinta saja. Tapi juga butuh harta.
Lalu apa jadinya, jika ternyata harta justru mengalahkan rasa cinta yang telah dibangun cukup lama?
Memilih bertahan atau berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ipah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Di hajar preman
BUG
Sebuah pukulan tepat mengenai rahang kokoh Doni, yang membuat laki-laki seketika mengusap pipinya yang terasa ngilu dan begitu sakit.
"Satu satu. Impas." ucap laki-laki dihadapan Doni sambil terkekeh.
Doni tak terima, sehingga membalas dengan melayangkan pukulan di wajah laki-laki itu.
"Kamu berani membalas ku?" laki-laki dihadapan Doni terlihat begitu murka.
"Memangnya kenapa? Laki-laki bau sampah seperti mu saja, masa aku tidak berani." Doni terkekeh karena berhasil membalas.
Sementara itu, di seberang sana rombongan teman si lelaki yang terkena lemparan batu menyaksikan temannya di pukul juga merasa tak terima.
Mereka pun segera menyusul temannya yang tengah bersitegang dengan Doni.
"Woi, kamu berani macam-macam dengan teman kami ya." seru salah satu teman laki-laki.
"Memangnya kenapa? Kita sama-sama laki-laki kan. Cuma bedanya kalian itu bau sampah, dan aku bau wangi."
Doni terus saja mendebat rombongan laki-laki itu dengan penuh keberanian. Padahal yang ia hadapi adalah laki-laki berwajah sangar dan badannya dipenuhi tato.
Rombongan laki-laki itu yang semakin jengkel dengan Doni, akhirnya melayangkan pukulan ke wajahnya.
"Kalian beraninya main keroyokan ya." seru Doni sambil menunjuk wajah sangar itu satu persatu.
"Kalau kamu tadi minta maaf, tentu kami tidak akan mengeroyok mu."
BUG...BUG
Mereka terus memukuli Doni.
"Okay, okay. Aku minta maaf." ucap Doni di sela-sela terkena pukulan. Tapi semua itu terlambat, karena rombongan laki-laki itu sudah terlanjur kecewa dan marah dengan sikap Doni.
Doni yang hanya seorang diri tentu saja kalah dengan mereka yang berbadan kekar. Wajahnya seketika babak belur.
Setelah luas melihat Doni yang terkapar, mereka pun pergi meninggalkannya seorang diri.
"Aduh, apes sekali sih nasib ku." rintih Doni sambil memegangi wajahnya.
Ia berusaha bangkit dan mencari kendaraan umum, agar bisa pulang dengan cepat.
Tak lama kemudian, ia melihat mobil taksi yang kebetulan berhenti tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia pun segera menghampiri.
"Pak, ke jalan rawa becek ya." ucap Doni sambil menjatuhkan tubuhnya di kursi bagian belakang.
"Hah, ba_baik pak." sopir itu sedikit gugup dan kaget ketika menjawab. Karena melihat Doni yang tiba-tiba masuk dan langsung menjatuhkan tubuhnya, dengan badannya dihiasi bekas pukulan yang indah dari para preman.
"Sepertinya bapak perlu dibawa ke rumah sakit." ucap sopir sambil melajukan mobilnya.
"Tidak perlu pak. Saya mau istirahat di rumah saja." ucap Doni. Sengaja ia tidak mau pergi ke rumah sakit, takut uangnya akan cepat habis.
"Maaf, kalau boleh tahu muka bapak lebam-lebam semua itu kena apa? Apa jangan-jangan habis di rampok?"
"Apa urusanmu tanya-tanya?" balas Doni sekenanya.
Setelah mendengar balasan Doni seperti terkesan tidak ramah, sopir tidak lagi bertanya macam-macam.
Sesampainya di rumah, sopir membantu Doni masuk ke dalam rumah.
"Bu, Siska." lirih Doni berulangkali. Bu Mirna yang kebetulan tengah asyik menonton televisi, tidak mendengar ucapan anaknya.
"Totalnya seratus lima puluh ribu mas." ucap sopir ketika telah selesai membantu Doni duduk di ruang tamu.
"Apa! Kenapa banyak sekali? Kamu tahu aku sedang sakit kan? Apa tidak bisa di potong lagi harganya?"
"Tidak bisa mas. Takutnya saya dikira korupsi omset pendapatan.
Dengan menahan ngilu di sekujur tubuhnya, akhirnya ia merogoh dan mengambil lembaran uang warna biru dan merah. Lalu menyerahkan pada sopir.
Doni kembali memanggil ibu dan istrinya dengan suara yang sangat lirih, tapi tetap tak ada jawaban.
"Ini rumah apa kuburan sih? Kenapa tidak ada yang menjawab pertanyaan ku?" gumam Doni, sambil terus merambat pada dinding tembok, untuk mencari keberadaan keluarganya.
"Bu." lirih Doni, ketika ia sampai di ruang keluarga, sekaligus tempat untuk menonton televisi.
"Doni. Apa yang terjadi dengan mu?"
Bu Mirna membulatkan matanya, kaget dengan kondisi putra semata wayangnya. Ia bergegas mendekat dan membantu Doni.
Bu Mirna mendudukkan tubuh Doni di sofa pelan.l sambil memanggil Siska.
"Apaan sih bu, teriak-teriak saja."
Dengan bersungut-sungut kesal, Siska keluar dari kamar sambil menggeliat. Sepertinya ia baru saja bangun tidur.
"Nih, liat suamimu." Bu Mirna menunjuk wajah Doni.
"Astaga! Ka_kamu kenapa bisa jadi seperti ini mas? Wajahmu hancur dan begitu mengerikan."
"Apa kamu bilang? Wajah ku mengerikan?" Doni melotot ke arah Siska. Wanita itu mengangguk sambil bergidik ngilu.
"Sudah, sudah. Sekarang cepat ambilkan air dingin dan kain bersih untuk mengompres wajah suamimu." Titah Bu Mirna pada Siska.
Wanita itu segera berjalan ke dapur untuk mencari apa yang dibutuhkan. Tak lama kemudian ia sudah kembali ke ruang keluarga sambil membawa baskom berisi air dingin.
Bu Mirna membantu merebahkan tubuh Doni di sofa. Setelah itu Siska mengompres wajah suaminya dengan air dingin.
Arghhh....
Doni menjerit kesakitan saat kain basah itu menempel di wajahnya.
. y.. benar si kata Mahes klo pun hamidun lg kan ada suami yg tanggung jawab,... 😀😀😀
alhmdulilah akhirnya, Doni dan Siska bisa bersatu, nie berkat mbak ipah jg Doni dan Siska menyatu... d tunggu hari bahagianya... 🥰🥰🥰👍👍👍
tebar terus kebaikanmu... Siska, bu Mirna dan Doni syng padamu, apalagi Allah yg menyukai hambanya selalu bersyukur... 😘😘😘😘
nie yg akhirnya d tunggu, masya Allah kamu benar 2 sudah beetaubat nasuha, dan kini kamu bahkan membiayai perobatan bu Mirna dan jg menjaganya... tetaplah istiqomah Siska... 👍👍👍😘😘😘