Perjodohan yang terjadi antara Kalila dan Arlen membuat persahabatan mereka renggang. Arlen melemparkan surat perjanjian kesepakatan pernikahan yang hanya akan berjalan selama satu tahun saja, dan selama itu pula Arlen akan tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya.
Namun bagaimana jika kesalahpahaman yang selama ini diyakini akhirnya menemukan titik terangnya, apakah penyesalan Arlen mendapatkan maaf dari Kalila? Atau kah, Kalila memilih untuk tetap menyelesaikan perjanjian kesepakatan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Sekadar Penasaran atau Peduli
Kalila menunggu dengan cemas bersama Seruni di dalam ruang tunggu. Ekspresi lelah, cemas, dan khawatir terpampang nyata pada wajahnya. Kalila yang juga cemas dengan kesehatan sang bunda sudah berkali-kali meminta Bundanya untuk beristirahat saja di kamar perawatan, menunggu di sana, tapi tentu saja Seruni memilih untuk ikut menunggu bersama Kalila.
"Kirei akan baik-baik saja, Bunda." ujar Kalila menenangkan Seruni yang jelas-jelas tidak bisa menenangkan pikirannya.
"Tapi Kirei...dia sangat kecil, La. Bagaimana...bagaimana jika..."
"Kirei memang masih kecil, tapi Kirei kuat, Bunda. Bunda harus yakin Kirei bisa-"
"Kalila!" Suara Arlen yang menggema di dalam ruang tunggu itu membuat Kalila dan Seruni menengok bersamaan ke arah Arlen yang baru saja datang.
Pria itu melihat Kalila dengan tatapan khawatir tapi juga tatapan lega secara bersamaan. Terlihat dadanya naik turun, dia melangkah mendekat pada Kalila dan Seruni yang duduk melihatnya dengan tatapan heran.
"Nak Arlen, katanya sedang dinas ke luar kota?" tanya Seruni begitu Arlen ikut duduk bersama mereka tepat di sebelah Kalila.
Sementara Kalila kehilangan kata-katanya, dia hanya menatap heran kepada Arlen yang masih terus menatapnya. Tapi kemudian dia mengalihkan pandangannya kepada Seruni yang bertanya.
"Dinas keluar kota?"
"I-iya, kan, kamu sudah tiga hari ini dinas keluar kota, aku pikir...kamu masih belum selesai di sana." Kalila menatap Arlen dengan tatapan penuh kode agar Arlen mengerti.
"Ah, iya, Bunda, aku baru saja kembali."
Kalila bisa bernapas lega, Arlen mengerti dengan kebohongan yang diceritakan Kalila kepada Bundanya untuk tetap menjaga nama baik Arlen sebagai seorang suami.
Tapi, rasanya ada perasaan bersalah yang menggelayuti batin Arlen. Kenapa dia tidak tahu apa-apa. Kenapa Kalila bisa ada di rumah sakit bersama Bundanya? Siapa yang dioperasi? Kenapa Kalila tidak memberitahukan apa-apa?
"Bisa kita bicara sebentar, La?" tanya Arlen.
Sebenarnya Kalila enggan. Kehadiran Arlen di rumah sakit saat ini pun tidak terpikirkan sama sekali oleh Kalila.
Tapi akan lebih aneh jika Kalila menolak berbicara dengan Arlen di depan Bundanya.
Jadi, Kalila mengangguk dan mengikuti Arlen ke luar dari ruang tunggu.
Mereka terus berjalan hingga sampai di taman rumah sakit. Kalila duduk di sana, menghindari tatapan aneh dari Arlen.
"Siapa yang sakit?"
"Bagaimana kamu bisa di sini?"
Mereka sama-sama bertanya.
Jeda sesaat.
"Miska memberitahukan ku." Akhirnya Arlen menjawab pertanyaan Kalila. "Jadi, siapa yang sakit?"
"Kirei."
"Adikmu? Sakit apa sampai operasi?"
Kalila meremat tangannya sendiri. Haruskah dia memberitahukan Arlen? Haruskah juga Kalila memberitahukan dari mana biaya yang dia punya untuk operasi adiknya?
"Kenapa diam?"
"Kenapa aku harus menjawab?" Kalila balas bertanya. "Ga bisa kah kamu tepati perjanjian yang sudah kamu lempar ke aku? Ga perlu ikut campur dalam urusan pribadi masing-masing."
"Lila..aku hanya..."
"Hanya apa? Sekadar penasaran? Adik ku atau aku sekali pun yang sakit, aku rasa kamu ga perlu sampai menyusul ke rumah sakit. Ga perlu bersikap seolah kamu peduli."
Ucapan Kalila cukup menampar hati Arlen. Dia sendiri tidak mengerti kenapa begitu Miska memberitahukan Kalila ada di rumah sakit, ada perasaan takut di dalam hatinya.
"Pergi lah, jangan buat Miranda salah paham denganku."
"Aku akan tetap disini." Arlen ikut berdiri seiring dengan Kalila yang bangkit dari duduknya.
"Bunda...akan curiga jika aku tiba-tiba pergi meninggalkanmu setelah aku datang."
Kalila membuang napas. "Terserah kamu saja." katanya kemudian berjalan lebih dulu di depan Arlen untuk kembali ke ruang tunggu.
* * *
Operasi masih berjalan, Arlen datang kembali ke rumah tunggu setelah lima belas menit dia meninggalkan ruangan itu. Dia kembali dengan membawa tiga bungkus makanan untuk dirinya, Kalila dan Seruni.
"Terima kasih, Nak." ucap Seruni. "Tapi, Bunda ga napsu makan..."
"Bunda harus makan." Arlen menyahut mendahului Kalila yang sudah membuka mulutnya. "Bunda jangan sampai sakit, Bunda harus sehat untuk bisa menyambut Kirei." kata Arlen dengan lembut dan penuh perhatian sampai-sampai Kalila terkesima.
Dia seperti kembali ke masa lalu, dimana Arlen selalu bersikap perhatian, hangat dan menenangkan.
"Ah..." Air mata Bunda menetes. "Ibu mana yang bisa makan sementara putri kecilnya harus menjalani operasi besar seperti ini."
Arlen sungguh ingin bertanya apa yang membuat Kirei dioperasi. Tapi, akan aneh jika Arlen tidak tahu di depan Seruni, kan?
"Dia harus merasakan sakitnya tumor di hatinya selama bertahun-tahun, tapi Kirei sangat kuat, dia selalu ceria." Bunda bercerita sembari meneteskan air matanya.
Sementara Kalila menghindari lirikan mata Arlen kepadanya.
"Jika bukan karena Erina, mungkin-"
"Bunda!" Kalila memotong ucapan Bundanya yang sepertinya bisa saja mengungkapkan apa yang terjadi
"Makan saja dulu, ga perlu menceritakan yang sudah berlalu." Kalila menghindari tatapan Arlen yang kini penuh dengan tanda tanya dengan membukakan bungkus makanan untuk bundanya.
Sementara Arlen menjadi diam. Tapi tidak dengan pikirannya.
Saat itu, tiba-tiba saja seorang perawat ke luar dengan tergesa-gesa.
"Keluarga pasien Kirei?"
"Ya, saya bundanya." Bunda langsung berdiri.
"Pasien butuh darah, stok darah yang sama dengan pasien sedang kosong, apa ada yang mempunyai golongan yang sama. AB?"
"Saya!" Arlen langsung berdiri.
"Baik, mari ikut saya." Perawat itu segera bergegas kembali diikuti Arlen.
Sementara Bunda sudah kembali meneteskan air matanya. Dan Kalila merasakan rasa di dalam hatinya carut marut.
.
.
.
Bersambung
terima kasih ya yang udah baca, udah like karya aku, semoga kisah kali ini bisa menghibur teman-teman semuanya ❤️❤️❤️
Saranghae 🫰🏻🫰🏻🫰🏻