Seorang gadis yang di paksa orang tuanya untuk menikah muda untuk melindunginya dari masa lalu yang terus menganggunya. Namun siapa sangka jika gadis itu di jodohkan dengan seorang pemuda yang menjadi musuh bebuyutannya. Lalu bagaimana pernikahan mereka akan berjalan jika mereka saling membenci?mungkin kah cinta akan tumbuh dalam diri mereka setelah kebersamaan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ella ayu aprillia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Revan menghampiri kedua orang tuanya yang sedang duduk di ruang keluarga, menonton acara televisi yang sedang digemari para orang tua seperti bunda Diana sedangkan ayah Derry hanya menemani bunda Diana sesuai permintaan sang istri. Memang saat tidak ada pekerjaan ayah Derry selalu menemani bunda Diana untuk menjaga keharmonisan mereka. "Sini sayang duduk samping bunda."ujar bunda Diana saat melihat anaknya mendekat. Mereka berbincang - bincang kecil.
"Setelah ujian nanti kamu harus luangkan waktu untuk membeli cincin dan gaun pengantin bersama Gisella. Belikan apapun yang pilih. Bunda mau kamu menyanyangi Gisella seperti kamu menyayangi bunda."
"Iya bun..untuk saat ini kita akan fokus dulu sama ujian. Setelah itu aku akan ajak Gisella untuk membeli persiapan untuk pernikahan kita. Hmmm..yah..sebenarnya aku mau bicara sesuatu sama ayah. Tentang pernikahan aku sama Gisella." Bunda dan ayah saling pandang sebelum akhirnya bunda bertanya "kamu tanya apa sayang.."
"Ayah sama papa Rizal bilang kalau aku dijodohkan dengan Gisella karena ada orang mengincar dia. Sebenarnya siapa yang sedang mengincar Gisella."
Bunda Diana dan Ayah Derry saling pandang.
Tidak seperti biasanya Revan bertanya seperti ini. "Kenapa kamu tiba - tiba bertanya seperti itu nak?" Tanya ayah Derry.
"Aku hanya penasaran aja yah, aku sudah dua kali melohat ada mobil sedan yang mengikuti mobil kak Marcel saat jemput Gisella pulang."
Mendengar itu sontak ayah Derry menegakkan tubuhnya begitu pun dengan bunda Diana.
"Apa maksut kamu nak?" Tutur bunda Diana.
"Beberapa hari yang lalu saat kak Marcel telat jemput Gisella. Aku memantau nya di bawah pohon dekat parkiran. Saat itu Gisella telepon kak Marcel kalau tidak bisa jemput dia akan naik taksi tapi di larang keras sama kak Marcel. Dia di suruh tunggu sampai dia datang jemput.
Dan saat kak Marcel datang, di seberang aku lihat ada mobil yang berhenti di pinggir jalan sedang mengamati Gisella dan tadi siang aku lihat lagi mobil itu."cerita Revan.
"Sebenarnya siapa yang mengincar dia? Saingan bisnis papa Rizal atau orang yang tidak suka dengan Gisella atau siapa."imbuhnya.
Ayah Derry kembali menghela napas berat, "suatu saat kamu akan tahu Van. Tapi tidak sekarang. Tapi kalau benar kamu melihat hal aneh di sekitar Gisella berarti dia mulai beraksi dan ini bahaya."ujar ayah Derry serius. "Ayah minta kamu tetap lindungi Gisella dari jauh, jangan sampai terjdi sesuatu yang buruk kepadanya. Ayah akan bicarakan ini dengan papa Rizal setelah ia kembali dari Jogja."tambahnya. Kini wajahnya mulai tegang sehingga membuat Revan semakin penasaran.
***
Hari ini adalah hari pertama untuk tes kenaikan kelas. Semua siswa tampak serius mengerjakan soal yang diberikan kepada guru.
Suasana kelas tampak hening tidak seperti biasanya yang tampak rame dan berisik. Tempat duduk mereka pun di ajak sesuai nomor absen sehingga membuat Rio dan Kania kelabakan karena tidak bisa menyontek kepada Gisella maupun Revan. Beda dengan Selly dan Rendi yang masih bisa sedikit tenang karena otak mereka lebih pintar di banding kedua orang tersebut. Meskipun tidak sepintar Gisella dan Revan. Setengah jam kemudian tes hari pertama pun usai. Semua murid tampak bernapas lega, mereka berharap mendapat nilai yang memuaskan. Mereka keluar kelas namun tidak dengan Gisella dan teman - temannya. "Sel, gimana elo jadi nggak pulang bareng gue? Bukanya tadi elo bilang kalau kak Marcel nggak bisa jemput karena masih kuliah dan papa elo juga sibuk."tanya Kania.
Gisella menyenderkan punggungnya di kursi.
Rasa gelisah tampak jelas di wajahnya, bagaimana tidak. Papa dan kakaknya mengirim pesan jika tidak bisa menjemputnya dan yang lebih menyebalkan adalah papa nya menyuruh Gisella untuk pulang di antar oleh Revan.
Sedangkan di kursinya Revan dapat melihat kegelisahan Gisella. Ia tahu jika Gisella tidak mau kalau teman - temannya tahu kalah mereka pulang bersama.
"Gue...gue nanti ada yang jemput. Kalian dulu aja."ujarnya akhirnya. Ia melirik ke arah Revan, bagaimana caranya ia minta tolong kepada cowok itu untuk mengantar pulang. Sedangkan kalau tidak pulang bersama Revan, papa dan kak Marcel bisa marah kalau ketahuan aku naik angkutan umum atau bareng dengan Kania.
"Elo yakin? Gue nggak papa kok kalau anter elo pulang dulu. Kita kan juga satu arah."serunya.
"Gue nggak papa nanti gue dijemput sepupu gue kok. Kalian duluan aja gue nggak papa."
"Ya udah kalau gitu kita duluan ya, gue juga mau les."sambung Selly. Gisella mengangguk, namun wajahnya tampak lesu. Matanya kembali menatap Revan yang kini sudah berdiri dari duduknya. Gisella semakin pusing, memikirkan cara agar Revan mau mengantarnya. "Ya udah yuk jalan,"ajak Selly.
Mereka melangkah dengan Gisella berada di paling belakang. Gisella berjalan gontai hingga memberi jarak yang cukup jauh dari teman - temannya. Hingga saat akan belok di lorong ada yang membekap mulut nya dan membawanya ke sebuah ruangan. Gisella memberontak namun tenaganya kalah kuat dengan seseorang yang membekapnya.
"Suuth..ini gue.."bisik Revan telat di telinganya.
Gisella mengenali suara itu lalu berhenti memberontak. Setelah semua aman Revan melepakan dekapannya. Gisella melotot seraya berkacak pinggang "elo ngapain bawa gue kesini hah? Elo mau macem - macem sama gue?"tuduhnya. Revan meringis kecil mendengar teriakan Gisella yang seperti toak.
"Ck...bisa nggak sih lo kalau ngomong nggak teriak - teriak. Sakit telinga gue dengernya."
"Ya abis ngapain juga elo bawa gue kesini. Elo mau culik gue saat papa dan kakak gue nggak bisa jemput gue. Gue bisa aja aduin ini sama mama dan papa untuk batalin perjodohan kita.
Karena nyatanya elo bukan cowok yang baik."
Revan kembali menutup mulut Gisella dengan telapak tangannya. "Elo bisa diem dulu nggak. Mulut lo tuh kaya mercon berisik banget."ujar Revan yang masih menutup mulut Gisella. Jarak mereka sangat dekat hingga Gisella dapat merasakan hembusan napas hangat dari bibir Revan. Mata mereka saling beradu, tatapan yang dalam yang entah kenapa berhasil membuat jantung Gisella maupun Revan berdetak lebih cepat. Hingga beberapa detik Gisella mendorong tubuh Revan menjauh. Ia berdehem pelan untuk menetralkan kembai detak jantungnya. "Eeehheeemmm.."
Revan tampak salah tingkah, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Elo ngapain bawa gue ke sini." Tanya Gisella lagi.
"Elo mau pulang sama siapa?"tanyanya datar."
"Naik ojek atau taksi."jawabnya judes.
"Elo yakin mau naik angkutan umum? Emang boleh sama papa dan kak Marcel naik angkutan umum?" Tanya Revan lagi.
Gisella tampak gelagapan, ia bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin ia bilang kalau papa nya menyuruh ia pulang sama Revan.
"Bo..boleh kok gue udah izin."sahutnya.
"Elo yakin."
"I..iya gue yakin.."
"Hmm..oke kalau gitu gue pulang duluan." Ujar Revan seraya membuka pintu. Namun belum sempat memutar knop pintu Gisella berucap. "Ck..elo pasti udah tahu kan kalau papa suruh gue pulang sama elo."ujarnya akhirnya. Ia sudah tidak punya pilihan lain selain menuruti permintaan papanya.
"Hmmm...gue pikir elo akan gengsi bilang kalau akan pulang sama gue."
"Ck..nggak usah geer, kalau bukan karena papa gue juga ogah pulang sama elo."tuturnya.
"Ya udah yuk balik.."
"Eh..tapi.."