Menjadi Selir Mantan Mertua

"Kau, wanita ular." Hardik Alena. Kedua tangannya sangat gatal ingin melepaskan pakaian Alena. Dia ingin menarik Jilbab Hasna. Namun Hasna dengan kuat mempertahankan mahkotanya.

Dada Alena naik turun, dia memandangi kerumunan orang yang melihatnya. "Lihat! wanita ini wanita licik, picik dan munafik. Kalian tau siapa dia? dia wanita penggoda, setalah mantan tunangannya meninggal, dengan murah hatinya dia menikahinya dengan calon mertuanya."

Hasna langsung berdiri. Sakit, hatinya sangat sakit di tuduh dan di hina di depan banyak orang. "Aku bukan wanita licik!" bentak Hasna.

"Kalau kau bukan wanita licik, lalu apa hah? Tepat satu hari kematian tunangannya, dia justru menikah dengan ayah mertuanya yang termasuk suami ku. Coba kalian pikirkan wanita apa sepertinya dirinya."

"Halah Hasna, ternyata selama ini kamu menipu kami, sok polos sok lembut yang ternyata adalah srigala berbulu domba."

"Benar, amit-amit aku punya menantu seperti kamu. Anaknya gak di dapat malah ganti bapaknya."

"Aku bukan wanita licik, aku bukan wanita penggoda." Hasna berusaha meyakinkan para warga yang mengerumuninya.

"Mana ada wanita penggoda ngaku penggoda, maling saja tidak ingin mengaku." Sahut salah satu ibu-ibu, di sertai lirikan sinis.

"Orangnya saja berhijab, tapi kelakuannya seperti ular."

Hasna menghapus kedua air matanya, apa yang bisa ia bela. Semua warga tidak akan percaya padanya, ia tidak memiliki bukti apa pun.

"Denger ya pak! kalau sampai kamu beli nasi lagi di warung Hasna jangan harap kamu bisa masuk rumah." Ibu yang lainnya pun menyahut, lalu menarik hidung suaminya keluar dari kerumuan.

"Benar, jangan sampai suami kita belu di warung Hasna, bisa-bisa dia menggoda suami kita."

Alena maju, dia kembali menarik jilbab Hasna. Ia belum puas mempermalukan Hasna.

"Lepaskan tante! sakit!" ronta Hasna. Dia mempertahankan jilbabnya.

Argh

Kekuatan Hasna kalah, jilbab itu terlepas dan membuat rambut hitamnya terlihat. Tanpa sadar, seseorang langsung menutupi kepala Hasna dengan jasnya.

"Puas!" Kata Serkan dingin, dia tidak menyangka Alena yang ia kenal lembut, bahkan menunjukkan sifat yang tak pernah ia sangka. Seakan semuanya terbalik.

"Serkan! kenapa? masih ingin mempertahankannya? dia wanita yang picik."

"Apa lagi? hah!"

"Oh jadi anda istri orang ini, kasihan istri pertama anda, jangan membela pelakor."

"Tutup mulut! dia istri ku." teriak Serkan. Rahangnya mengeras, matanya bagaikan harimau yang tajam ingin memangsa incarannya.

Semua orang pun tak berkutik, mereka diam dengan tubuh gemetar ketakutan. Nyali mereka pun menciut.

"Aku belum memberi pelajaran pada mu Alena." Ucap Serkan dengan dingin. Dia merangkul Hasna agar keluar dari kerumunan itu.

Alena menatap nanar dan perih di hatinya tanpa sisa. Dia pun menangis dan jatuh duduk ke tanah.

Andreas pun iba, sebenarnya sejak tadi ia telah sampai. Namun ia tidak keluar dan menyaksikannya, lalu menghubungi Serkan. Dia pun tidak percaya dengan Alena, yang ia tau wanita sahabat almarhum nyonya Yuna nya adalah wanita lembut, yang selalu berpikir melalui hatinya. Waktu Serkan ingin menikahi Hasna, dia merasa kasihan pada Alena, tapi sekarang menatapnya saja ia tidak ingin.

Ia tau Alena tidak akan terima, tapi Hasna korban.

Serkan membantu Hasna duduk, dia pun bergegas mengambil air putih. "Minumlah," ujar Serkan.

Hasna mengambil segelas air itu dengan tangan gemetar.

"Kau pasti terkejut, aku akan membantu mu meminumnya." Ucap Serkan dengan lembut. Dia pun menyodorkan gelas itu ke bibir Hasna dan memegangi.

Setelah itu, Serkan menaruhnya. Dia kembali memperhatikan Hasna, duduk berjongkok di depan Hasna.

"Apa ada yang terluka?"

"Iya, hati ku."

Hati Serkan berdenyut nyeri, sakit dan sesak. Dia menghapus air mata Hasna yang mengalir di pipinya.

"Aku tidak mau, aku ingin kita bercerai."

Serkan menggeleng, dia langsung memeluk Hasna. "Tidak! aku akan bertanggung jawab."