Cerita cinta Aira yang berujung balas dendam, menjadi saksi bisu untuk dirinya. Kematian sang ibunda, bukanlah hal yang mudah dilalui gadis desa itu.
Ia disered paksa diperjual belikan oleh sang ayah, untuk menikah dengan seorang CEO bernama Edric. Lelaki lumpuh yang hanya mengandalkan kursi roda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Kegilaan Dwinda.
Ceklek ....
Suara pintu kamar mandi terbuka, Aira keluar dengan rambut basah dan tanda merah di bagian leher begitu pun atas dada.
Dwinda melihat penampilan gadis desa, membuat api cemburu menjalar dalam jiwa, harusnya dia yang bisa mendapatkan keperjakaan Edric bukan gadis bernama Aira itu.
Wajah memerah menampilkan amarah, lelaki pemilik bola mata biru tersenyum tipis, melihat sang istri keluar dengan penampilan seperti yang ia inginkan.
"Ibu, anda ada di sini?" Pertanyaan dilayangkan Aira di depan ibu tiri Edric, wanita yang melipakan kedua tanganya itu seakan enggan dan malas menbalas pertanyaan sang menantu.
Menyugingkan bibir dan pergi begitu saja, sedangkan Edric hanya bisa berucap dengan nada kasarnya." Tolong, jika masuk ketuk pintu terlebih dahulu."
Dwinda menatap sekilas terhadap Edric, ia menyimpan kekesalanya di depan Aira, membuat wanita desa itu hanya tersenyum ramah.
"Ibu, kenapa pergi."
Suara lembut Aira diabaikan lagi, ia benar benar murka dengan apa yang dilihatnya. Terutama bagian badan yang penuh tanda merah.
Melangkah pergi, keluar dari dalam kamar. Sang pemilik mata coklat dengan sengajanya membanting pintu kamar Edric dengan keras.
Brakkk ....
Kedua insan dimabok cinta saling menatap satu sama lain, mereka melempar tawa melihat raut wajah bete sang ibu tiri.
Aira kini mendekat dan berkata," kenapa dengan dia?"
"Entahlah, mungkin sedang kesurupan."
Tawa kembali terlukis dari bibir keduanya, hingga wangi sabun menyeruak pada hidung sang CEO muda. " Wanginya."
Dengan jailnya CEO muda menarik handuk melepaskan begitu saja, hingga tubuh terekspos secara nyata.
"Kenapa?"
Menalan ludah rasanya tak tahan, tapi masih banyak pekerjaan hari ini, jadwal kuliah dan meetting yang harus dihadiri Edric.
Aira yang tahu kesibukan sang suami, menarik handuknya kembali, menutupi tubuh yang semestinya tertutup.
"Why."
Aira mencolek hidung macung dengan ukuran yang tak diketahuinya, menatap tajam dan berkata. " Bukanya ada jadwal kuliah, apa kamu mau menyia-nyiakan waktu hanya memandangi tubuh saya?"
Edric tesenyum, menarik wajah sang istri, hingga bibirnya hampir menyentuh telinga Aira, membisikan sesuatu yang membuat pipi kedua gadis desa itu memerah." habisnya kamu menggoda."
Melepaskan dan pergi untuk segera memakai baju, Edric yang melihat jam masih lama untuk menuju kuliah, menjalankan kursi roda melihat sang istri tengah memilih pakaian yang akan ia kenakan.
"Apa kamu ada keinginan untuk bersekolah lagi?" tanya Edric yang berada dihadapannya, dimana Aira baru saja mengambil baju pilihnya.
Ia terdiam sejenak, membalas dengan nada sedu! " Bagaimana saya kuliah, sedangkan sekolah saya hanya tamatan sd."
Menarik napas dan berkata," apa kamu mau melajutkan pendidikanmu, biar saya saja yang membayar semuanya?"
"Mm, dulu sih ingin. Tapi sekarang sudah malas, saya hanya ingin jadi istri yang baik saja!" jawaban yang membuat Edric senang, ia suka dengan nada bicara istrinya yang tak ribet.
"Baiklah kalau itu kemauan kamu, saya tidak akan memaksa. Tapi jika kamu berminat, tinggal bilang saja sama saya, " tawaran yang lumayang membuat Aira sedikit tertarik, tapi percuma saja untuk apa sekolah jika ujungnya akan mempunyai anak dan mengurus semua itu.
Walau sebenarnya ada rasa sesak di dalam dada, ketika melihat situasi dulu. Dimana Aira bercita cita menjadi seorang dokter, dan karena kemiskinan membuat ia hanya bisa mengubur dalam dalam impian itu semua. Fokus pada tujuanya sekarang.
"Aira, saya berangkat dulu. Kamu baik baik di rumah."
"Ya, hati-hati."
Edric memajukkan kedua bibirnya, memberi kode pada sang istri untuk mencium bibir yang terlihat sedikit tebal itu.
Aira tertawa pelan, ia berusaha membuat Edric menunggu dan berkata." kenapa? Kaya bebek gitu."
Edric menyipitkan kedua matanya, " masa nggak ngerti sih, kita kan suami istri."
Ada rasa ragu, akan tetapi ia mulai mencoba, mencium dan Edric tersenyum senang." gitu donk, baru istri yang baik, cantik. Manis."
Pujian membuat Aira tersenyum kecil, " sudah sana. Nanti terlambat loh."
"Iya, daaahhh. "
********
Dwinda menatap pada jendela kamarnya, melihat kepergian Edric.
"Ini kesempatan aku untuk membuat wanita desa itu, pergi dari rumah ini. Semoga sekarang berhasil."
Brukkk ....
Pintu dibuka dengan begitu keras, dimana Dwinda masuk dengan membawa satu buah kayu.
"Dengan cara ini, mungkin dia akan pergi dari rumah Ellad."
"Aira, dimana kamu."
Aira yang baru saja selesai memakai baju. Dikejutkan dengan kedatangan Dwinda dengan memakai tongkat kayu.
"Ibu, ada apa datang lagi?" tanya Aira dengan lembut, menatap penuh keramahan pada sang ibu tiri.
"Sudahlah, jangan sok polos begitu, aku tahu kamu ini gadis munafik!" jawab Dwinda dengan penuh kekesalan, dada wanita berbodi bohay itu naik turun, seperti sudah siap meluapkan emosinya pada sang gadis desa.
"Ibu ini, ngomong apa? Saya tak mengerti, datang-datang marah marah tak jelas, dan mengatai saya munafik?" ucap Aira dengan begitu tenang.
"Sudahlah, aku tidak suka dengan kepolosan yang dibuat buat. Membuat aku enek tahu tidak," balas Dwinda sudah tak sabar ingin memukul, wajah cantik alami Aira.
Dwinda mulai bersiap siap memukul Aira dengan tongkat yang ia buat hingga ....
Gadis desa itu bisa menghindar." Sial kenapa dia bisa ilmu bela diri."
Wanita berbulu mata lentik dengan bibir tipisnya berkata, " kenapa bu, kaget lihat saya bisa seperti ini."
Dwinda yang sudah dirasuki kebencian, mulai memukul kembali wajah Aira. Tapi beberapa kali pukulan dilayangkan, tetap saja gagal dan gagal.
"Kenapa bisa gagal terus." Gerutu Dwinda.
Aira tersenyum tipis, walau ia di desa dijuluki wanita pemalu, tapi dirinya bisa melakukan ilmu bela diri yang di ajarkan sang paman.
Karena lelaki muda berusia tiga puluh satu tahu itu tahu, jika Aira mempunyai paras cantik dan dikalangan orang miskin. Sang paman takut jika terjadi apa apa dengan keponakannya.
Maka dari itu, setiap berkunjung ke rumah, sang paman selalu mengajarkan ilmu bela diri dan berusaha membuat Aira menjadi pembarani.
Dwinda mencoba memukul kembali badan Aira, agar ia bisa membunuh gadis desa itu, membuangnya ke sebuah sungai. Tapi beberapa kali melakukan semua itu, Dwinda gagal dan gagal terus menerus.
Ia menampilkan sebuah suntikan yang melemahkan seluruh badan.
"Hai gadis desa. Ayo sini, biar aku suntik."
Entah obsesi apa yang dikejar Dwinda, hingga ia tega melakukan hal yang tak manusiawi. Padahal Dwinda bukan wanita kalangan miskin, tapi ia begitu keji dan jahat ingin menyingkirkan Aira.
"Ibu, apa anda tidak sadar. Jika anda sedang berhadapan dengan siapa?" Pertanyaan Aira, membuat Diwnda tertawa terbahak bahak, ia menjawab." kamu harus mati, jika tidak semua rencanaku akan gagal, kamu penghalang Aira. Kamu harus mati dan pergi dari sini."
crrita carlos ma welly terus