Setelah kematian Panca, kekasihnya tujuh tahun yang lalu. Andara mencoba menyibukkan diri untuk karirnya. Tidak ada ketertarikan untuk mengenal cinta.
Andara gadis muda yang cantik dan energik, dia berhasil menempati posisi manajer di sebuah perusahaan fashion. Usianya sudah memasuki 27 seharusnya memikirkan pernikahan. Akan tetapi belum ada lelaki yang bisa masuk ke hatinya.
Butuh waktu bagi Dara untuk membuka hati pada pria lain. Entahlah, ada magnet tersendiri membuat dia malas memikirkan pasangan.
Ervan Prasetya, pria matang yang punya jabatan bagus di perusahaan tempat kerja Andara. Mereka di pertemukan dalam sebuah kerja sama tim. bagaimana Tom dan Jerry mereka selalu bertengkar.
Tapi ternyata itu yang membuat Ervan makin penasaran dengan Dara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa ekprisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 18
Pria asing itu hendak membalas menggunakan pisau yang keluar dari saku baju. Namun, Evan sepertinya sudah menguasai ilmu bela diri. Dia berhasil menghindar, lalu menendang lengan sang pria hingga pisaunya terpental.
Beberapa orang yang berada di rumah makan begitu kompak memegangi orang mabuk tersebut untuk di bawa ke posko keamanan.
Dara bergegas berlari menghampiri Ervan dalam keadaan panik. Sang atasan memegang dada, sesaat tubuhnya hampir tumbang.
"Non, Pak Ervan setahu saya punya riwayat jantung. Orang yang punya sakit seperti ini tidak boleh kelelahan," ucap sang sopir penuh kekhawatiran.
"Ja-jantung?" Dara terkejut, lalu dibalas anggukan oleh sang sopir.
"Pak kita kembali ke mobil saja, biar Pak Ervan bisa beristirahat dulu," sambung Dara dalam kondisi cemas sambil memapah tubuh Ervan masuk ke dalam mobil.
"Pak, kalau bisa kita harus membawa Pak Evan ke Puskesmas terdekat. Jika tidak ditangani bisa gawat!" tegas Dara terus memberikan instruksi pada sang sopir.
Suara Ervan terdengar seperti orang sesak nafas. Tangan yang satunya menggenggam erat jemari Dara, tanpa menangkisnya seperti biasa. Mungkin di dalam pikiran sang gadis, itu bisa menenangkan rasa sakit yang sedang meradang.
Tak lama, akhirnya mereka menemukan rumah sakit terdekat. Dara dibantu sang sopir memapah tubuh Evan yang terbilang berat supaya segera mendapatkan penanganan lebih lanjut di ruang UGD.
Dara duduk di depan UGD menanti hasil pemeriksaan dari dokter, ditemani sang sopir yang juga terlihat cemas menyaksikan kondisi atasannya.
Selang beberapa menit pintu UGD keluar bersamaan dengan Ervan yang duduk di kursi roda. Wajahnya sedikit pucat, mungkin efek dari rasa sakit yang berusaha ditahannya.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Dara.
"Pasien hanya mengalami kelelahan saja, apalagi katanya memiliki riwayat jantung. Jadi, saran saya pasien tidak boleh terlalu banyak beraktivitas yang menguras tenaga. Dan, jangan lupa untuk mengurus administrasinya supaya pasien bisa segera dibawa pulang."
Dara mengangguk, kemudian minta sang sopir untuk menjaga Ervan. Sementara dia pergi ke pihak administrasi, meskipun gajinya tak seberapa anggap saja ini sebagai tanda terima kasih karena sang atasan telah membantunya.
Setelah itu Dara diberikan resep oleh dokter dan membawa Ervan kembali masuk ke dalam mobil, "Pak, tolong antar saya ke loket dekat sini. Setelah itu, antar Pak Ervan pulang ke rumah supaya bisa beristirahat."
Tangan Ervan memegang lengan Dara. Mereka saling menoleh dan menatap satu sama lain, "Saya tidak bisa meninggalkanmu sendiri. Ini sudah kewajiban saya mengantarmu sampai tempat tujuan."
"Bapak nggak usah cari penyakit, deh. Kalau ada apa-apa sama Bapak, nanti saya juga yang akan disalahkan. Mendingan sekarang Bapak pulang diantar sopir, biar saya berangkat sendiri menggunaka travel. Tenang, saya tidak akan bilang sama orang di kantor."
Bukannya menyetujui perkataan Dara, Evan malah semakin menggenggam erat tangan sang gadis sambil menatap penuh keseriusan.
"Saya tidak akan tenang jika kamu pergi sendirian. Lihat kejadian tadi, saya rasa kamu tetap harus di jaga. Maaf ini tanggung jawab saya sebagai atasan kamu, jadi tolong izinkan saya tetap mengantarmu sampai Bandung. Lagi pula nanggung, kita sudah setengah perjalanan," ucap Ervan lirih.
"Bapak yakin? Bapak kuat?" tanya Dara merasa tidak enak. Evan mengangguk pelan pertanda dia yakin sama keputusannya.
"Baiklah, saya ucapkan terima kasih banyak untuk kesekian kalinya karena Bapak sudah menyelamatkan saya," kata Dara.
Keduanya saling tersenyum sesaat. Dara melemparkan pandangan ke arah lain. Dia merasa seperti dekat dengan Ervan. Namun, pikirannya kembali mengingatkan jika pria itu sudah memiliki tunangan.
"Kan, sudah dibilang kamu itu tanggung jawab saya!" tegas Ervan, kemudian menatap ke arah sang sopir. "Pak, tolong lanjutkan perjalanan."
***
"Kamu tahu kan, Nak. Perusahaan kita tidak sejaya dulu lagi. Kita berada di fase pengusaha ekonomi sedang, tetapi Mama menyesal tidak mendengar mendiang Oma kamu," kata Veronica.
"Iya, tahu. Itu gara-gara Kak Panca dan keluarganya pakai bakingan untuk menghancurkan perusahan kita!" sarkas Kinara.
"Itu bukan salah Panca, tapi salah kamu! Coba saja kamu tidak berusaha melukai Panca di kantornya. Mungkin kita tidak akan bermasalah seperti ini. Sekarang kita berharap pada pertunangan kamu dan Ervan. Jika kalian sampai menikah perusahaan kita pasti jaya lagi. Ya, setidaknya Ervan itu lebih baik dari Panca," sahut Veronica.
Kinara hanya menghela napas panjang. Benar kata sang ibu, kalau saja tidak bertindak bodoh mungkin akan beda ceritanya. Akan tetapi, saat itu dia hanya mengeluarkan uneg-uneg atas hubungannya dengan Panca.
Dulu Kinara pernah diterpa masalah yang membuat sang ayah masuk penjara. Hidupnya luntang-lantung dan Panca muncul sebagai pahlawan.
Pria itu memberikan pekerjaan juga disayang oleh Bu Theresia. Perlakuan Panca awalnya juga standar saja. Kinara selalu menjadi pendengar setia saat sang pria menceritakan gadis SMA yang dicintai.
Tepat satu tahun kemudian, Kinara di pertemukan oleh keluarga sang ibu. Sebenarnya bukan di pertemukan, tetapi mendatangi kediaman ibu Lasya - nenek dari pihak ibunya.
Sejak kecil Kinara tidak dekat dengan sang ibu. Dia tahunya dibesarkan oleh keluarga Bramantyo - teman baik dari sang ayah. Namun, ternyata ayahnya bertindak tanpa diskusi dengan mengkambing hitamkan anak.
Nara yang tadinya anak baik, kembali menjadi setelan pabrik. Dia bisa melakukan apapun yang dia inginkan, termasuk meminta sang ibu memaksa Panca untuk menikahinya.
Rencananya memang berhasil, ibunya menyuntikkan modal di perusahaan milik Panji. Syaratnya Panca harus menerima Nara sebagai calon istri.
Nara tahu, Andara sempat menolak Panca karena masih fokus sama sekolahnya. Nara juga tahu, sebenarnya hati pria itu masih untuk kekasihnya.
Puncaknya saat Dara kembali ke Indonesia. Hubungan mereka yang sudah baik mulai retak. Bagi Nara, sumber masalah yang utama adalah Andara.
Panca di paksa menerima Nara demi menyelamatkan perusahaan sang ayah. Sayangnya, itu hanya iming-iming wanita tersebut untuk memiliki Panca. Pada akhirnya pemuda tersebut semakin serius bersama Andara.
Kinara mengingat kenangannya bersama Panca. Gadis yang usianya sudah menginjak 29 tahun itu masih sendiri, bahkan dia juga baru pertama kali bertemu dengan Ervan.
"Ervan ternyata tampan, bahkan lebih tampan dari Kak Panca. Cuma mengapa aku merasa Ervan suka sama Dara. Tatapannya ketika bersama Dara sangat dalam. Apa mungkin? Akh, tidak mungkin!"
"Aku yakin Dara sudah memberikan harapan pada Kak Ervan. Dasar pelakor! Dulu saat Kak Panca pernah ditolak Dara, dia memberikan kasih sayangnya kepadaku. Tapi sejak Dara kembali Kak Panca tidak peduli lagi sama aku. Dara dan Embun sama saja!"
"Lihat saja nanti, Dara akan merasakan apa yang aku rasakan dulu. Bagaimana rasanya kalau cintanya bertepuk sebelah tangan! Hahah!"
Umpatan Kinara disertai rasa kesal membuatnya sedikit dilema. Tidak memungkiri, tatapan matanya dipenuhi oleh dendam. Dia berjalan ke teras belakang rumah yang terdapat sebuah pintu penghubung ke kebun belakang.
Beberapa pria bertubuh kurus dan satunya gempal, keluar dari sebuah pondok berlantai marmer. Mereka menunduk hormat, lalu memberikan uang berwarna merah.
Selepas orang yang diyakini itu sebagai pembersih taman, Nara memasuki gazebo dan duduk di sana.
Nara pun duduk di depan pintu belakang kebun, menatap kosong ke arah kuburan yang memang berada tepat di belakang rumahnya.
"Seandainya kamu tidak memilih dia. Mungkin ini tidak akan terjadi!" isaknya sambil memeluk pusara yang di sudah di lapisi marmer.
yuk mampir sudah up
apa salah nya di coba dulu.
kebanyakan readers juga gak suka klo alurnya muter2 dan bertele tele thor🙏🏻
semangat yaaa 🥰🥰