Pesta pernikahan telah usai, disebuah kamar hotel Presidential suite room yang telah disulap menjadi kamar pengantin yang indah dan megah ternyata tak membuat kedua pengantin baru itu bahagia.
" Ku harap kau tak pernah menampakkan wajah buruk rupamu itu dihadapan ku" ucap laki laki yang telah berstatus menjadi suaminya.
" Pernikahan ini hanya paksaan dari ibuku saja. Karena aku telah memiliki kekasih yang sangat aku cintai, dan aku akan menikahinya. Ku harap kau paham akan posisimu.
Mari kita jalani kehidupan kita seperti orang asing tanpa ikut campur urusan pribadi masing-masing" ucapnya lagi sambil memunggungi istrinya.
Danira meremas gaun pengantinnya sambil menangis dalam diam mendengar setiap kata yang dilontarkan dari mulut suaminya.
" Baik lah, jika itu keinginan anda. Semoga Allah mengampuni setiap ucapan yang anda berikan kepada saya" jawab Danira dengan lantang kepada suaminya.
Bagaimana akhir dari perjalanan rumah tangga mereka?
Akankah berakhir bahagia atau sebaliknya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Kane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Nyonya Calina
Flashback on
.
Cuaca di sore hari cukup mendung, awan-awan gelap mulai menyelimuti langit yang tadinya membiru diatas sana. Setelah menghubungi Sean untuk meminta mengubah jadwal terbangnya menjadi malam hari, Nyonya Calina meminta Arman mengantarnya ke toko roti dan Cake untuk membeli Bika Ambon favorit si kembar, tak lupa pula membeli beberapa roti dan kopi untuk cemilan selama diperjalanan.
" Man, ini buat kamu". Nyonya Calina menyodorkan kantong yang berisi Roti dan kopi pada Arman.
" Terima kasih nyonya". Arman menerima, lalu membukakan pintu mobil untuk nyonya Calina.
"Man...!! sepertinya akan turun hujan, lebih baik kita langsung ke bandara saja. Tidak perlu mampir ke butik." ujar nyonya Calina setelah masuk kedalam mobil.
"Cari jalan pintas saja man, supaya nanti saat hujan turun saya sudah di bandara."
"Baik Nyonya ".
Arman mulai melajukan mobil dengan santai, Nyonya Calina yang ada dibelakang sibuk bermain game TTS di ponselnya. Arman membelokkan mobil masuk ke area perkampungan, untuk mencari jalan pintas sesuai permintaan Nyonya Carlina. Hujan mulai turun, membuat kabut menghalangi jarak pandang, mobil mereka memasuki kawasan sepi yang terlihat hanya lahan kosong, yang ditumbuhi rumput dan pepohonan pisang di sepanjang jalan.
Cciiittt**
Arman menginjak rem mendadak hingga menimbulkan suara decitan, membuat kepala nyonya Calina terbentur sandaran jok mobil bagian depan.
" Aduhhh ...!! Hati-hati dong man, kamu mau bunuh saya apa ?". Omel nyonya Calina, sambil mengelus kepalanya yang terasa sakit. Untung saja Nyonya Calina menggunakan sabuk pengaman, jika tidak nasibnya akan sama seperti handphone yang terlempar hingga Dashboard depan.
"Maaf Nyonya, didepan ada orang yang menghadang jalan kita". Nyonya Calina menyipitkan matanya, untuk melihat yang ditunjuk Arman. Salah satu dari mereka berjalan mendekati mobil, lalu memukul kaca mobil menggunakan balok.
" Buka...!!!" Teriak pria itu dari luar.
" Nyonya tunggu disini, jangan keluar ". Nyonya Calina hanya mengangguk, melihat arman keluar dari mobil.
Mata Nyonya Calina membola melihat orang-orang itu memukul Arman dengan membabi buta. Nyonya Calina membuka sabuk pengaman dan memajukan sedikit tubuhnya untuk meraih ponselnya yang terlempar dibawah dashboard. Saat dia masih berusaha, pintu mobil dibuka tangan nyonya Calina ditarik keluar secara paksa.
" Brengsek, Lepas...lepaskan saya."
" Kalian siapa hah ?". teriak nyonya Calina.
" Kalian mau apa, jika kalian ingin barang-barang saya silahkan ambil, tapi lepaskan saya dan dia ". Nyonya Calina masih mencoba ber nego dalam keadaan genting.
"Ha..ha..ha..ha...Kami tidak butuh barang-barang-mu nenek tua, yang kami inginkan hanya nyawa-mu". tawa mereka, membuat tubuh nyonya Calina yang basah karena hujan gemetar.
"Berengsek..." pekik Nyonya Calina, lalu dia menggigit tangan pria itu, hingga cekalan di tangannya terlepas.
"Kurang ajar...!!". merasa tangannya sakit, pria itu menampar wajah nyonya Calina berkali-kali hingga hidung dan bibirnya berdarah.
" Dasar Nenek tua keparat, beraninya kau menggigit tanganku hah". laki-laki itu kembali menghantamkan pukulan ke perut nyonya Calina hingga tersungkur ke aspal dan muntah darah.
" Tolong..tolong Jagan pukul nyonya, saya mohon. Jika kalian ingin, pukul saja saya". Arman memohon dengan wajah yang sudah babak belur, disertai darah mengalir dari pelipisnya. Namun para pria itu tidak menggubris ucapan Arman, malah salah satu dari mereka mendekati nyonya Calina.
Krakkkk**
Suara tulang patah terdengar jelas, saat pria itu menginjak tangan nyonya Calina dengan sepatu boot itu.
"Aaakkkkkk sakit ". nyonya Calina berteriak kesakitan, memukul-mukul kaki pria itu sekuat tenaganya. Pria itu mengeluarkan pistol dari balik jaketnya, mengarahkan ke kepala nyonya Calina...
DOORRR*
Timah panas itu bersarang di kepala Arman. Melihat arman terjatuh tepat disampingnya, dengan kepala berlumuran darah akibat melindunginya, nyonya Calina melemas, dia memegang dada, hampir terkena serangan jantung
" Cihhh...itulah akibat orang sok mau jadi pahlawan". ludah pria itu mengenai wajah Arman yang telah mati.
" Tolong Jagan bunuh saya, saya mohon, apapun yang kalian inginkan akan saya beri tapi tolong lepaskan saya". nyonya Calina menangis terus memohon.
" Ha.ha.ha.ha.ha...kami hanya diperintahkan untuk menghabisi nyawamu, bukan untuk merampok mu, jadi bersiap-lah menjemput ajalmu". pria itu mengarahkan lagi pistolnya kearah nyonya Calina, dia mulai menarik pelatuk. Namun Salah satu dari mereka menahan tangan pria itu.
" Jagan...!!"
" Kenapa ". tanya rekannya bingung.
" Bukankah kita diminta untuk menyiksanya hingga mati, bukan langsung membunuhnya". ujar pria itu lagi.
" Tapi ini akan lebih mempermudah pekerjaan kita, dan tidak perlu berlama-lama disini".
" lihatlah, dia sudah sangat lemah. Tinggalkan saja dia didalam lahan kosong ini, dengan sendirinya dia akan mati perlahan-lahan tanpa ada yang tau".
Rekannya tampak berfikir dengan ide dari pria itu.
"Eemmm...!! Baiklah".
Mereka menarik rambut Nyonya Calina, hingga masuk kedalam lahan yang penuh semak, lalu meninggalkannya dalam keadaan tidak berdaya. Mereka benar-benar menyiksa Nyonya Calina tanpa belas kasih.
Para pria itu mengendarai sepeda motornya meninggalkan lokasi.
Nyonya Calina yang masih setengah sadar, berusaha dengan keras menarik tubuhnya, dengan susah payah dia keluar dari dalam lahan yang penuh rerumputan berduri, hingga sampai kejalan beraspal, badannya sudah basah kuyup, perih, dan sakit masih coba dia tahan. Dengan sisa-sisa tenaga yang dia miliki dia berjalan dibawah guyuran air hujan tak tau arah, hingga akhirnya dia jatuh tak sadarkan diri didepan bangunan rumah kosong.
Flashback off
...****************...
Diruang tamu, tawa riang Khalisa menggema.
Bayi 10 bulan itu sedang aktif-aktifnya, berguling-guling dan merangkak kesana kemari, sepeti tak ada lelahnya. Danira selalu sigap ketika melihat Khalisa mulai belajar berdiri memegangi kursi, semua barang-barang yang menurut Danira berbahaya untuk Khalisa, sudah disingkirkan jauh dari jangkauan balita itu.
" Maaa.ma.ma.maaa ". Celotehan Khalisa yang berhasil berdiri dan menepuk-nepuk meja didepannya.
" Masyaallah, anak bunda udah pinter berdiri ya".
" Aaaaakkkhhhh". teriak Khalisa kesenangan.
" Sukanya teriak-teriak ya, happy banget ya khali ". goda Danira sambil mencium pipi chubby khalisa.
" Khali tunggu disini sebentar ya nak, bunda mau lihat Oma didalam dulu, jangan kemana-mana ya anak Sholehah". seakan mengerti dengan ucapan Danira, khalisa memperlihatkan 2 gigi bawahnya yang sudah tumbuh.
Danira berdiri, melangkah masuk kedalam kamar tempat Ny. Calina. Setelah dokter mememastikan keadaannya cukup baik , Ny. Calina telah diperbolehkan pulang.
Danira yang tidak tahu alamat Ny. Calina, memutuskan untuk membawanya tinggal bersama sampai benar-benar pulih.
Tangan Ny. Calina patah cukup parah, maka dari itu dokter menganjurkan Ny. Calina melakukan operasi pemasangan Pen. Tujuannya adalah untuk mempertahankan posisi tulang (stabilisasi tulang).
Prosedur ini dapat mempersingkat lamanya rawat inap pada masa pemulihan, membuat pasien dapat lebih cepat kembali beraktivitas, dan mengurangi risiko terjadinya penyatuan tulang yang tidak sempurna.
Bukan itu saja Ny. Calina belum bisa bergerak secara bebas karena ada pembengkakan dikaki. Selama 4 hari dirawat, Danira dengan telaten mengurus Ny. Calina, dan memperlakukannya seperti ibunya sendiri.
Danira sudah mengetahui cerita kejadian itu dari Ny. Calina sendiri, saat mereka kembali dari rumah sakit 2 hari yang lalu. Danira menangis terisak saat mendengar Ny. Calina bercerita, bisa Danira bayangkan betapa menderitanya Ny. Calina saat itu.
"Assalamualaikum ibu, bagaimana perasaan ibu sekarang? apa ada yang sakit Bu?". Danira bertanya setelah duduk ditepi ranjang.
" Waallaikumsalam, Alhamdulillah saya baik-baik saja, hanya saja kadang tangannya kalau digerakkan masih terasa ngilu dan ya... kaki saya yang masih sakit". Jawab Ny. Calina yang sedang bersandar, disandaran tempat tidur. Ny. Calina selalu merasa bahagia setiap kali Danira menanyakan keadaannya. kadang Danira bisa berkali-kali masuk ke kamarnya, hanya untuk menanyakan hal itu.
" Apa ibu mau makan, biar saya ambilkan ya?".
" Tidak usah nak, saya masih kenyang". jawab Ny. Calina tersenyum.
" Danira,...terima kasih banyak sudah membantu dan merawat saya dengan baik, saya sangat berhutang Budi kepadamu nak. Jika tidak ada kamu, entah apa yang akan terjadi pada saya. Mungkin saja saya sudah menig...".
" Ibu jangan bicara seperti itu". Potong Danira cepat.
" Semua sudah kehendak Allah, pagi itu saya menemukan ibu juga atas izin Allah. Tidak ada yang secara kebetulan, mungkin kita ditakdirkan bertemu dengan cara seperti ini. Saya melakukan semua ini ikhlas, bukankah sesama mahluk Allah harus tolong-menolong". Danira berucap dengan sangat lembut sambil menggenggam tangan Ny. Calina.
Ny. Calina sangat suka saat Danira berbicara ,menurutnya seperti nyanyian merdu. Walaupun dia tidak bisa melihat rupa Danira, tapi dia yakin Danira memiliki wajah yang teduh seperti suaranya yang lembut.
" Andaikan saya memiliki anak perempuan seperti kamu". Ny. Calina mengusap tangan Danira.
" Bukankah ibu juga memiliki anak perempuan".
" Haaiiss...anak itu, Dia bahkan jarang menghubungi ibunya ini". Ny. Calina menundukkan wajahnya sedih, merindukan anak-anaknya. Seharusnya sekarang dia sudah berkumpul dengan si kembar, namun kejadian itu membuatnya jadi seperti ini.
" Maaf ya Bu,.. saya menanyakan ini lagi, Apa ibu benar-benar tidak ingat Nomor ponsel anak-anak ibu, atau alamat rumah ibu ?".
" Maaf kan saya, saya bukan bermaksud mengusir atau apapun itu, bukankah lebih baik kita memberi kabar kepada mereka, kalau ibu sekarang sudah baik-baik saja ?. mereka saat ini pasti sangat menghawatirkan ibu." ujar Danira pelan, tidak mau Ny. Calina merasa tersinggung.
" Sejujurnya saya ingat Nomer telpon anak saya, tapi saya belum siap untuk bertemu dengannya dalam keadaan saya begini. Dia pasti akan sangat sedih dan merasa bersalah". Ny. Calina menundukkan kepalanya, merasa tidak enak karena telah membohongi Danira karena pernah mengatakan, bahwa dia tidak tau nomor ponsel anak-anaknya.
Danira tersenyum, lalu memeluk Ny. Calina.
" Saya tahu waktu itu ibu tidak jujur, dan saya memahami perasaan ibu. makanya saya tidak pernah bertanya lagi saat ibu mengatakan tidak tahu".
" Apakah sekarang ibu sudah siap untuk menghubungi anak-anak ibu ?". Danira bertanya lagi, Ny. Calina hanya mengangguk.
"Kalau begitu, saya ambil ponsel saya dulu ya bu, tunggu sebentar". Danira beranjak ingin meninggalkan Ny. Calina, namun kakinya tertahan oleh balita yang sedang merangkak masuk kedalam kamar.
" Bubuhi..mamama..ya.ya". celotehan-celotehan khalisa selalu saja mengundang tawa bagi yang mendengar dan melihatnya. Danira berjongkok mengangkat tubuh montok Khalisa.
" Bayimu sangat mengemaskan ya nak". ujar Ny. Calina tersenyum.
" Ayahnya kemana nak, selama ibu disini, ibu belum pernah melihat suamimu". tanya Ny. Calina penasaran. Pasalnya sudah 3 hari dia berada dirumah Danira, namun belum pernah melihat ada laki-laki dirumah ini.
" Saya belum memiliki suami Bu, dan ayahnya Khalisa saya tidak tahu sekarang ada dimana". jawab Danira jujur.
" Ah..maafkan saya, saya tidak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu". Ny. Calina merasa bersalah.
" Tidak apa-apa Bu, memang itu kenyataannya".
" Sebentar ya Bu, saya ambil handphone saya dulu". Danira keluar sambil menggendong Khalisa.
Tak lama, Danira sudah kembali membawa ponselnya, lalu mengetik nomor yang disebutkan Ny. Calina.
Tut....
Tut...
Tut..
Sudah berapa kali Danira mencoba, namun yang dihubungi tidak mengangkat panggilan Danira.
" Tidak apa-apa nak, Mungkin bocah tengik itu sedang sibuk". Nada bicara Ny. Calina mulai sewot, dia berfikiran kalau sekarang Gavino sedang bersama dengan Stevani.
" Kita coba sekali lagi Bu, kalau tidak diangkat juga kita coba lagi besok." ujar Danira sambil menggeser tanda panggil.
Tut..
Tut..
Tu...
" Hallo ". Suara Bariton disebrang telpon menjawab.
......................
...Bersambung......
Suka dgn penjelasan2 agamanya,
Tetaplah berkarya. thx thor..
Ayo donk up date thor sayaanggg,
ditunggu...
Hehehe,, peace thor /Pray/
Abisnya karya orhor actionnya seru plus kocaknya banget..
Pokoknya lap yu thor, sehat selalu & semangat terus berkarya ya..
Mami & anak kembarnya sama2 random....
Lanjuuttt thor...
Se waktu2 ada yg mencurigakan bs langsung di ambil tindakan preventif..
tapi aku sukaaaa...
Kau akan tau siapa & belangnya stevani sebenar2nys..
Selama kita (sbagai istri) tdk melakukan hal2 diluar batas kewajiban sbgai istri.
Good job othor, aku setuju banget tuk karakter danira..