Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Untung saja kejadian itu tidak sampai ke telinga penyelenggara sekolah, kalau itu terjadi, Nero tidak akan lepas dari hukuman.
Nero dan Nadia duduk di bangku taman belakang sekolah, pemandangan danau dengan pepohonan asri dan gedung-gedung bertingkat di pinggir danau, suara riak air terciprat dipecah batu-batu di tepian.
Nadia membuka kotak bekalnya, "Aku
membawakan mu makanan enak," ujarnya, lalu menyodorkan satu tempat makanan berisi kue ke depan Nero. Satu tempat lagi dipegang untuk dirinya sendiri.
Nero mengambilnya, lalu mencicipi.
"Siapa yang membuat makanan ini? Ini enak sekali," puji Nero.
"Haha...yang jelas bukan aku," jawab Nadia riang.
"Bagaimana kamu melakukan itu?" Nadia bertanya sambil mengunyah makanannya.
"Lakukan apa?," tanya Nero tidak mengerti, ia memandang mata indah Nadia, mereka duduk saling berhadapan di bangku taman itu, di tengah antara mereka kotak-kotak berisi kue.
"Mengalahkan Igor, tendanganmu seperti seseorang yang menguasai tekhnik beladiri," jelas Nadia.
"Tidak... Aku hanya melompat dan menendangnya," jawab Nero acuh.
"Kamu belajar karate? Taekwondo? Atau kungfu?" Nadia mengejarnya dengan pertanyaan.
"Bagaimana mungkin? Masuk kegiatan ekstrakurikuler seperti itu tidak ada di dalam klausal beasiswaku. Kalau aku ingin, harus bayar... Tetapi mahal sekali," gerutu Nero.
Dalam hati Nadia mengiyakan, ikut klub-klub seperti taekwondo memang membayar mahal, kalau tidak bagaimana mereka bisa mendatangkan sensei yang terlatih dan berpengalaman.
"Kalau kamu mau, aku bisa membayarimu," Nadia berkata ringan, ia mengambil satu kue dan menyodorkannya ke mulut Nero. Nero menangkap dengan mulutnya, namun seketika ia membeku. Nadia yang melihat ekspresi Nero menjadi tersadar, mukanya menjadi memerah.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Nero.
"Apa?!" ketus Nadia, "kamu tidak suka aku suapin?"
"Bukan ... Hanya kalau pacarmu melihat, aku jadi tidak enak." Nero menggaruk kepalanya, memandang Nadia dengan ekspresi polos.
"Kan tidak ada siapa-siapa," kilah Nadia, namun wajahnya semakin memerah. Ia menjadi canggung. Memutar tubuhnya ke arah danau, mata indahnya berkilauan. Ia tidak berani menatap Nero sekarang.
Nero menjadi geli, ia menjulurkan telunjuknya menowel pinggang Nadia. Nadia kaget lalu mengambil batu di bawah tempatnya duduk dan akan melempar Nero. Tetapi akhirnya ia membuang batu itu dan menutup mukanya dengan kedua tangan, ia menjadi sangat malu.
Nadia hanya iseng menyodorkan kue itu ke mulut Nero, namun ia menyadari tindakan itu agak mesra. Meskipun Nero adalah sahabat dekatnya, tapi ia punya pacar, khawatir akan menjadi masalah jika ada yang melihatnya.
Namun sebenarnya memang ada yang melihat.
Stella yang bersembunyi di balik salah satu bangunan merekam kejadian itu dengan ponselnya. Dalam hati ia telah menduga pasti ada apa-apa antara Nadia dan Nero, sekarang ia mendapatkan bukti, hatinya sangat puas.
Nero bangkit dari bangku, lalu berjalan ke arah danau. Ia mengambil satu batu pipih dan melemparnya mendatar, batu pipih itu terlihat melompat lompat di permukaan danau sebelum akhirnya tenggelam.
"Nadia," panggilnya.
"Ya...," balas Nadia yang masih duduk di bangku.
"Bagaimana kalau kamu bertemu dengan seorang dari planet lain kemudian menjadi kawanmu?" Nero bertanya acak. Meskipun pertanyaannya kedengarannya mengada-ada, namun sebenarnya ia sangat ingin tahu jawaban Nadia.
"Hahaha... Mana ada hal begitu," Nadia berjalan mendekati Nero dan mengambil batu sebuah batu.
"Ya bagaimana kalau jika," Nero melempar batunya lagi.
"Tidak tahu, mungkin aku akan menjadikannya asisten," jawab Nadia asal. Ia memberikan batu di tangannya kepada Nero, kemudian Nero melemparkannya jauh ketengah danau.
"Atau aku akan menjadikannya suamiku," Nadia tertawa geli.
Nero juga tertawa. " Kamu masih kecil, tapi memikirkan bersuami," cibir Nero.
"Haha, setiap gadis memimpikan itu," kilah Nadia.
"Kamu sudah punya pacar, kenapa tidak menikah saja?"
"Aaron?" Nadia mencibir. "Aku tidak ada rasa padanya, lagipula aku belum mau menikah sekarang, masih lama."
Nero membeku, ia mengurungkan lemparannya.
"Apa katamu?" tanya Nero tidak yakin.
Nadia melihatnya sekilas, "Kamu mendengar apa yang aku katakan, kenapa bertanya lagi?" Nadia terlihat malas mengulangi kata-katanya.
"Kamu tidak ada rasa? Terus kenapa kamu menerimanya?" Nero bertanya dengan heran.
"Hanya penasaran, apa rasanya berpacaran, lalu aku terima," jawab Nadia cekikikan.
"Ppffttt ... Kamu aneh, jangan-jangan kamu dari planet lain," ujar Nero.
"Yaa, Nadia yang cantik ini dari planet lain," Nadia mencibir. Beberapa helai rambut tergerai di pipinya, membuat wajahnya terlihat sangat cantik. Nero melirik dan mengagumi itu.
"Sebenarnya, entah kenapa, tetapi hatiku tidak percaya kepada Aaron. Ia baik, tetapi bagiku hanya terlihat baik. Entah hanya sebuah firasat atau apa, tapi hatiku tidak terbuka untuk menjadi lebih dekat dengannya," ujar Nadia dengan jejak keraguan di matanya.
Nero tertegun, ia tidak terlalu mengerti wanita, dan
biasanya mereka sangat peka dengan hal-hal seperti itu.
Mengabaikan ucapan Nadia, Nero melemparkan batu lainnya.
"Hari ini aku bertanding lagi, kamu ikut aku menonton, ya?" pinta Nadia mengalihkan topik.
"Boleh, aku juga penasaran melihatmu berkelahi," Nero mengiyakan.
Sebenarnya ia sangat ingin melihat secara langsung bagaimana caranya menggunakan gerakan-gerakan seperti yang dilihatnya di website. Nero benar-benar ingin menguasai seni bela diri, jika ia bisa bertarung tentu ia akan dapat menjaga dirinya sendiri jika nanti ada yang bermaksud jahat padanya.
Selesai jam sekolah, Nadia dan Nero berjalan menuju aula pertandingan bela diri. Mereka berjalan berdampingan di lorong jalan yang menghubungkan setiap bangunan di sekolah ini.
Jalur jalan diaspal beton dengan lebar kurang lebih dua meter, di kedua sisinya dibatasi tanaman perdu setinggi lutut yang terjalin sepanjang jalur. Panel-panel kanopi melengkung mengatapinya agar para pengguna jalur tidak kepanasan.
Nadia menyenggol siku Nero dan menunjuk kedepan dengan dagunya.
Tidak jauh di depan ada empat orang siswa memperhatikan mereka berdua. Igor adalah salah satunya, wajah Nero menjadi berubah, ini pasti masalah lagi, pikirnya.
"Siapa mereka?" bisik Nero bertanya.
"Entahlah, sepertinya Igor mengumpulkan temannya dari lokal lain, kamu pastilah jadi sasarannya," jawab Nadia waspada.
Dan benar saja, ketika hampir dekat dengan mereka, empat siswa itu berdiri menghalangi jalur Nadia dan Nero, Igor berdiri di belakang.
Nadia dan Nero menghentikan langkah. "Ada apa ini ?" tanya Nadia.
"Kami punya urusan dengan temanmu itu Nadia, kami harap kamu tidak ikut campur," salah seorang dengan rambut mohawk berkata.
"Ok... Aku ingin mendengar apa masalahmu dengan Nero yang membuat aku tidak bisa ikut campur?" Nadia menyilangkan tangan didepan dadanya.
"Dia memukuli salah satu teman kami, tentu saja kami harus membalasnya," Mohawk itu menjawab, Igor yang berdiri di belakang mereka terlihat agak malu.
Nadia menatap Igor melalui celah tubuh tiga siswa didepannya. "Maksud kalian, ini masalah antara Igor dan Nero? Lalu kenapa kalian ikut campur?" Nadia mendelik.
Si Mohawk saling pandang dengan dua temannya, mereka tahu Nadia jago taekwondo, dan Nadia adalah pacar Aaron, yang lebih senior lagi dalam bela diri.
Menyinggung Nadia bukanlah keputusan yang akan mereka lakukan, namun Igor telah membayar mereka untuk memukuli Nero.
Melihat para siswa itu terdiam, Nadia melanjutkan, " Karena kalian yang tidak berhubungan langsung dengan masalah mereka turut campur, maka saya temannya Nero juga akan ikut campur, juga seluruh anggota dojo taekwondo akan ikut campur!" ancam Nadia. Sebenarnya ia sangat tidak yakin dojo akan terlibat, ia mengatakan itu hanya untuk menggertak.
Namun sepertinya efektif, salah satu siswa langsung terlihat ketakutan, ia menarik baju si rambut mohawk.
Si Mohawk tetap berdiri, matanya berkilat memandang Nero. ia menyadari tidak akan bisa mendapatkan anak itu sekarang. "Apakah kau laki-laki yang hanya bersembunyi dibelakang wanita, pengecut?" ejeknya kepada Nero.
Nero maju. "Aku tidak takut padamu, Roland. Kalau kau mau berkelahi satu lawan satu, aku akan menghadapi mu," tantang Nero. Ia ingat nama anak itu adalah Roland, di awal sekolah dulu pernah berkenalan dengannya, ciri khas rambutnya mudah untuk diingat.
"Oh ya? Hahaha... Betapa sombongnya," Roland tertawa, kedua temannya ikut terbahak.
"Kamu tidak tahu siapa aku? Aku adalah anggota klub karate, kepercayaan apa yang kamu miliki untuk mengatakan kau berani duel denganku?"
"Kenapa kau tidak mencoba?" tantang Nero lebih lanjut.
"Sudahlah, Nero, mereka hanya ingin
mem-bully-mu. Lebih baik jangan ladeni mereka." Nadia terlihat mulai khawatir, ia menarik baju nero.
"Tidak apa-apa, Nadia. Aku juga ingin melihat, apa mulut mereka sesuai dengan kemampuannya," Nero makin memprovokasi, yang dilakukannya sebenarnya adalah ingin menguji dirinya sendiri dengan berkelahi satu lawan satu. Ia ingin tahu bagaimana kemampuan bertarungnya saat ini.
Tiba-tiba dari jauh seseorang memanggil. Semua orang menoleh, dan melihat seorang laki-laki muda tampan mendekat.
"Aaron?" Igor nyaris berteriak, Roland juga terlihat pucat. Jika Aaron ikut terlibat dan memihak Nero, maka habislah mereka.
"Nadia, ayo ke aula, yang lain sudah menunggu," ajaknya kepada Nadia.
...