"Ketimbang jadi sadboy, mending ajarin aku caranya bercinta."
Guyonan Alessa yang tak seharusnya terucap itu membawa petaka.
Wanita sebatang kara yang nekat ke Berlin itu berteman dengan Gerry, seorang pria sadboy yang melarikan diri ke Berlin karena patah hati.
Awalnya, pertemanan mereka biasa-biasa saja. Tapi, semua berubah saat keduanya memutuskan untuk menjadi partner bercinta tanpa perasaan.
Akankah Alessa dapat mengobati kepedihan hati Gerry dan mengubah status mereka menjadi kekasih sungguhan?
Lanjutan novel Ayah Darurat Untuk Janinku 🌸
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Jika Wanita Itu Aku
...“Jika wanita itu adalah aku, aku nggak akan pernah memaafkanmu.” — Alessandra Hoffner ...
Pada malam hari, Alessa terbangun karena perutnya yang keroncongan. Ia menyadari saat itu ia sedang sendiri di atas ranjang. Mata birunya berkeliling mencari sosok yang tadi menemaninya bercinta.
Kruyuk!
Perut Alessa semakin keroncongan saat menghirup aroma wangi dan lezat. Apalagi saat ia mendapati Gerry sedang sibuk masak di dapur mini yang dapat ia lihat dari ranjang yang ia tempati.
“Aku lapar,” keluh Alessa dengan sengaja agar Gerry mendengarkannya.
Secara spontan Gerry menoleh ke arah wanita yang sedang menempati ranjangnya. Ia tersenyum bahagia melihat muka bantal wanita itu. Cantik dan anggun. Apalagi rambut wanita itu masih basah, memberikan kesan sensual sendiri di matanya.
“Okay. Sudah selesai kok.” Gerry langsung memindahkan nasi goreng yang ia masak dari wajan ke piring. Lalu ia mengambil sendok dan berjalan ke arah Alessa.
“Homemade by Dokter Gerry.” Pria itu membanggakan masakannya kepada Alessa. Ia menahan tawa saat melihat Alessa mencebik karena mengejek rasa percaya dirinya yang tinggi.
Alessa mengambil piring yang di sodorkan Gerry. Kemudian ia menyuapi mulutnya dengan nasi goreng buatan pria itu dengan sangat lahap. “Enak banget! Sumpah! Kamu nggak makan?”
Gerry tersenyum sumringah. Ia berdiri dari duduknya dan mengambil hair dryer dari laci meja kecil samping kasur. Kemudian ia colokkan ke stop kontak yang berada di atas meja itu dan menghidupkan hair dryer tadi.
“Aku akan makan setelah rambutmu kering.” Gerry mengeringkan rambut Alessa sambil wanita itu makan dengan sangat lahap.
Selang beberapa detik mereka terdiam dengan perasaan masing-masing, seketika Alessa berhenti mengunyah. Ia mendongakkan kepalanya menatap ke arah pria yang sedang sibuk mengeringkan kepalanya. “Dokter Gerry?”
“Bukannya Chef Gerry?” imbuh Alessa yang baru tersadar dengan kata-kata pria itu.
“Aku seorang dokter di Rumah Sakit XXX.”
Alessa terbelalak sambil menatap ke arah Gerry. “Rumah Sakit XXX? Itu ‘kan rumah sakit yang terkenal di Jakarta?!”
“Dulu. Tapi sekarang aku pengangguran. Lagi pula, aku hanya seorang dokter umum. Bukan dokter spesialis."
“Ya tetap saja kamu itu seorang dokter!” Alessa kembali menyuapi mulutnya dengan nasi goreng. Kemudian ia berbicara dengan mulut yang penuh. “Ternyata partnerku ini seorang dokter.”
Gerry tertawa pelan. Tiba-tiba wajahnya menjadi serius. "Al … misalkan nih ya.”
“Hm? Apa?” Alessa memasang telinga mendengarkan cerita Gerry.
“Misalkan aku merebut tunangan atau calon istri orang lain, menurut kamu … gimana?”
Pertanyaan Gerry seketika membuat Alessa kenyang. Makanan yang belum sempurna dikunyah olehnya, dengan sigap ia telan dan menyakiti tenggorokannya. Mata yang semula berbinar itu kembali menjadi sendu.
Alessa mencoba tersenyum meskipun terlihat getir. Ia bertanya dengan suara yang tercekat. “Lea … bagaimana dengan wanita itu?”
Gerry tersenyum sambil menyudahi mengeringkan rambut Alessa. Kemudian pria itu duduk bersebelahan dengan Alessa. Mata pria itu menerawang jauh tak bertumpu. Suaranya terdengar tulus dan sangat menggambarkan seperti apa suasana hatinya saat ini.
"Sepertinya, aku berhasil membuka hatiku untuk wanita itu.”
Bak disambar petir di siang bolong, Alessa terdiam. Mendengarkan ucapan Gerry dan melihat ekspresi wajah pria itu saat ini, siapapun pasti akan tahu bahwa saat ini pria itu sedang jatuh cinta! Dan apa? Dia sudah move on dari masa lalu? Bagaimana bisa?! “Kamu bilang … sulit melup—”
“Semua karenamu Alessa.” Gerry memposisikan tubuhnya menghadap Alessa. “Karena ucapanmu seminggu yang lalu, aku jadi sadar untuk berhenti berkutat dalam masa lalu.”
Alessa langsung terdiam dengan mata yang berkaca-kaca. Ia mengutuki dirinya yang memberikan kekuatan pada pria itu. Niat awalnya agar pria itu bangkit dan melupakan masa lalu yang pahit itu. Tapi apa? Kini pria itu malah kepincut calon istri pria lain? Hah! Memang, pada dasarnya manusia itu tak akan pernah berubah.
“Jadi … bagaimana menurutmu?” tanya Gerry penasaran. “Kan selagi janur kuning belum melengkung, tak ada salahnya aku mengejar wanita itu?”
“Ger … kenapa kamu harus mencintai wanita yang sudah memiliki pasangan?”
Gerry tersentak dengan ucapan Alessa. Ia menatap wanita itu dengan tatapan yang menyelidiki. Apakah wanita itu tak suka dengan ide gilanya itu? “Misalkan. Maksudku tadi … misalkan.”
Alessa sudah tak lagi percaya dengan ucapan Gerry. Wanita itu tersenyum getir dan membuang pandangannya ke arah lain. “Ger … jika wanita itu adalah aku, aku nggak akan pernah memaafkanmu.”
“Kenapa?” Alessa bertanya sambil kembali menatap kedua bola mata pria itu. “Karena aku nggak suka dengan pria maupun wanita yang menjadi pihak ketiga dalam sebuah hubungan.”
Usai mengatakan hal tersebut, Alessa bangkit dari duduknya. Kemudian ia meraih handuk yang berada di kaki ranjang. Ia membaluti tubuhnya menggunakan handuk dan pergi ke kamar mandi. Wanita itu mencuci semua pakaiannya yang basah, lalu ia meletakkan pakaian basah itu ke depan kompresor pendingin di balkon.
Sementara Gerry? Pria itu berkutat dengan rasa kecewa untuk yang ketiga kalinya. Haaa … seharusnya ia tak memberikan hatinya pada Alessa. Lagi-lagi ia melakukan kesalahan yang sama. “Sudahlah. Cinta itu terlalu mewah untuk orang sepertiku.”
Gerry pun memutuskan menghampiri Alessa yang saat ini masuk ke kamar dan pergi mengambil minum ke dapur.
“Alessa.” Gerry menangkap sinyal buruk dari mood wanita itu. Apa wanita itu sadar kalau ia memiliki perasaan yang tak semestinya? Apa … jangan-jangan wanita itu akan memutuskan hubungan mereka?
“Aku pinjam baju kamu ya.” Alessa beranjak menuju ke lemari pakaian pria itu dan memilih sebuah kaos berwarna hitam lalu memakainya. Ia tak merespon pria itu yang sepertinya menyadari bahwa saat ini ia sedang badmood.
“Besok … boleh aku ikut?” tanya Gerry takut-takut.
Alessa menoleh ke arah Gerry. Kemudian ia menatap pria itu dengan tatapan yang sendu. Rasa kecewanya masih menguasai hati, mengingat pria itu sudah memiliki seseorang yang ditaksir. “Maaf, nggak bisa.”
Malam itu, Alessa dan Gerry tak bisa tidur. Mereka bersandiwara dengan berpura-pura tidur tanpa ada yang menyadarinya. Mereka saling memunggungi tanpa ada sepatah katapun. Namun, karena Gerry tak bisa menahan diri, pria itu pun berbalik badan dan memeluk Alessa dari belakang.
Menyadari Gerry memeluknya dari belakang, Alessa pun akhirnya bisa memejamkan matanya di tengah kalutnya pikirannya saat ini. Begitu pun Gerry, meskipun hatinya gundah, pada akhirnya ia bisa tidur saat telah memeluk wanita itu.
Dua orang itu sebenarnya sudah saling cinta. Hanya saja keduanya terjebak dengan spekulasi sendiri dan punya rasa takut tersendiri. Apalagi jika punya trauma masa lalu, tak semudah itu untuk disingkirkan seperti membalikkan telapak tangan.
...🌸...
...🌸...
...🌸...
...Bersambung …....
Alessa kan kak??
❤❤❤❤❤
ampuuunnn..
manis sekali lhoooo..
jadi teehura..
berkaca2..
❤❤❤❤❤❤
akhirnya mumer sendiri..
😀😀😀😀😀❤❤❤❤
berjanggut ya jadi pangling gonk..
😀😀😀❤❤❤❤❤