Jiwa seorang ilmuwan dunia modern terjebak pada tubuh pemuda miskin di dunia para Abadi. Ia berusaha mencapai puncak keabadian untuk kembali ke bumi. Akankah takdir mendukungnya untuk kembali ke bumi…. atau justru menaklukkan surgawi?
**
Mengisahkan perjalanan Chen Lian atau Xu Yin mencapai Puncak Keabadian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almeira Seika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9—Murid Luar
Malam hari, saat kembali dari goa, Xu Yin dicegat oleh sekelompok murid berjubah biru navy. Murid-murid itu adalah Murid Luar dengan ranah Qi Awekening tingkat 5 hingga 8.
Senior Bai sudah kembali ke asramanya, dan kini ia hanya sendirian. “Apalagi ini?” Gumam Xu Yin dalam hati.
Ia pun menangkupkan tangannya ke depan dan memberi hormat. “Hormat Junior kepada Senior. Apakah ada yang bisa Junior bantu untuk Senior?”
Salah satu murid yang memakai jubah berbeda, berwarna biru, berdiri sepuluh kaki di depan Xu Yin. Lalu, ia mendorong telapak tangan ke depan. Pada saat itu juga, dada Xu Yin merasa sesak, seperti dihimpit ribuan ton besi. Tak kuat menahan tekanan itu, tubuhnya terkulai lemas di lantai. Para murid di sekitar segera tertawa terbahak-bahak, menikmati pemandangan itu.
Tiga orang dari mereka yang tak cukup memiliki energi Qi mendekat. Salah satu pria berjubah navy menginjak pergelangan kaki kanan Xu Yin hingga berderak.
KRAAKKKZ!!
Sendi tulangnya retak. Rasa sakit yang luar biasa ia tahan. Hanya bisa menggeliat kesakitan. “ARGH!”
Dalam keadaan itu, ia teringat dengan sosok sahabatnya, Lu Rei. Penganiayaan seperti ini sudah pernah ia alami saat masih SD. Dihina dan dipukuli beramai-ramai oleh anak lain. Tetapi, Lu Rei datang bak pahlawan untuk menolongnya dan menghajar siapapun yang mengganggu Chen Lian.
Air mata keluar menetes ke pipi. Bukan karena rasa sakit dari tulang sendi yang retak, tetapi ia sangat merindukan sahabatnya.
“Dia menangis!” Ucap seorang murid. Diikuti oleh gema tawa yang lainnya.
“Apa kau masih berani bersikap sombong? Senior Xu Liang sudah pergi dari sekte, siapa yang akan melindungimu?” Ejeknya dengan senyuman yang menjijikkan.
“Senior Bai?” Tawanya semakin kencang saat menyebut nama itu, lalu ia melanjutkan. “Wanita itu, akan kubuat pergi dari sekte ini!
“Dasar sampah!”
“Sebaiknya kau pergi dari sekte, sebelum kami membunuhmu!”
“Orang lemah sepertimu, hanya bisa bersembunyi di belakang punggung orang lain!”
Murid yang menyerangnya tadi meludah, lalu pergi. Diikuti oleh murid-murid lain. Xu Yin mencoba untuk bangkit dan berdiri. “Bersembunyi… dibalik punggung orang lain?” Gumam Xu Yin, dengan ekspresi yang penuh tekad. Ia menatap langit malam yang berhiaskan bintang, dan berjalan perlahan.
Dalam langkah demi langkah dengan kakinya yang pincang, ia berkata lagi. “Akan kutunjukkan, siapa yang akan bersembunyi dibalik punggung orang lain!”
Sejak kejadian itu, Xu Yin kini menjadi objek ejekan, sindiran, bahkan penyerangan terang-terangan. TIdak ada satupun senior yang menolongnya.
Semuanya berawal dari Wu Ling yang merasa kehormatannya tercoreng setelah ia diabaikan oleh Xu Yin. Lalu, ia rencananya untuk membunuh Xu Yin secara diam-diam, gagal. Bahkan, ia mendapat amarah dari Senior Bai Huixin.
Kabar tentang insiden itu menyebar cepat, namun dengan versi yang diputarbalikkan. Di antara para murid, yang terdengar adalah bahwa Xu Yin menyelinap ke hutan terlarang, lalu diselamatkan oleh Senior Bai Huixin. Sementara Wu Ling? Ia berlagak sebagai penolong, menyebarkan cerita bahwa dialah yang memberitahu senior Bai.
Setelah Bai Huixin mengajari Xu Yin membuka meridian, dia secara misterius dan tanpa berpamitan meninggalkan sekte karena tugas dari Tetua.
Bahkan, sekarang kaki kanannya menjadi pincang setelah insiden penganiayaan itu.
Kamarnya, yang berada tepat di sebelah kamar Wu Ling, kini menjadi sumber tatapan-tatapan dingin dan tawa kecil tiap ia melangkah keluar.
"Si pincang, apa masih bisa sombong?”
"Kultivasi itu bukan untuk pengemis pincang seperti dia."
"Aneh, kenapa sekte ini menerima orang buangan sepertimu?"
Xu Yin hanya diam. Mata hitamnya tidak berkedip sedikit pun menghadapi hinaan itu. Ia tidak membalas dan tidak marah. Bahkan tidak menunjukkan bahwa ia mendengar mereka.
Justru, hari-hari suram itu menjadi sebuah kunci untuk bertekad menjadi lebih kuat dari seluruh Murid Luar yang ada di Sekte Tiangu. “Aku harus menggunakan caraku sendiri. Mungkin… mempelajarinya sendiri.”
Xu Yin yang dulunya merupakan Chen Lian, jenius muda dari Beijing. Kejeniusannya bukanlah hasil dari didikan seorang guru privat ataupun sekolah elit. Tapi berasal dari hobinya membaca dan keingintahuan yang tinggi. “Baiklah, aku akan rutin pergi ke perpusatakaan.”
Keesokan harinya. Setelah menyelesaikan tugasnya, menyapu seluruh pelataran Sekte. Xu Yin bergegas pergi ke perpustakaan di wilayah timur Sekte. Ia berjalan dengan kaki yang pincang. Di hadapannya, ia melihat penjaga tua itu lagi, yang tengah berdiri di depan gerbang.
Saat Xu Yin melangkah semakin dekat dengan kaki pincangnya, penjaga tua menghalanginya. “Mau apa ke mari?”
Xu Yin menggenggam tangannya ke depan, memberi hormat sembari berkata. “Junior meminta izin untuk masuk ke perpustakaan.”
Penjaga tua itu menolak. “Kau tidak bisa masuk tanpa izin resmi.”
Xu Yin menghela nafas panjang, lalu berbalik. Penjaga tua melihatnya dari belakang, punggung pemuda itu terlihat bungkuk, dan auranya seperti orang yang tengah putus asa.
Penjaga tua itu batuk-batuk, lalu berkata. “Baiklah, baiklah. Kau boleh masuk… tapi, aku harus tahu apa tujuanmu?”
Punggung bungkuknya menjadi tegap, lalu menoleh kembali ke arah sang penjaga tua. Wajahnya berubah gembira, aura putus asa pun sirna.
“Senior Penjaga perpustakaan. Saya ingin berkultivasi, agar tidak mati di Sekte ini.” Jelas Xu Yin sembari menatap mata Penjaga Tua itu.
Penjaga tua matanya berbinar saat mendengar ucapan dari pemuda di depannya. “Kau begitu muda, tapi, tampak memiliki seribu masalah. Baiklah, aku akan mengizinkanmu. Dengan syarat, sebelum senja kau harus pergi.”
Xu Yin tersenyum dan mengangguk. Pria tua itu memberikan jalan.
Tak banyak murid yang datang ke sana, sebab, isi perpustakaannya dianggap dasar dan usang. Para murid lebih memilih latihan fisik di arena atau bermeditasi di goa.
Namun bagi Xu Yin, tempat itu seperti tempat yang menyimpan harta tak ternilai. Walau kaki pincangnya terkadang sakit hanya untuk berjalan beberapa puluh kaki, namun, tekadnya tak berubah. Ia datang setiap hari, duduk bersila di sudut lantai, membuka satu demi satu gulungan kitab.
Di tangannya, terbuka sebuah gulungan berjudul ‘Harmonisasi Lima Aliran Qi dan Satu Inti Diri’
"Qi bukan hanya kekuatan yang mengalir, tapi juga perpanjangan kehendak. Ia bisa dibentuk, diarahkan, bahkan ditipu. Tapi Qi yang mengenali tuannya akan menolak perintah palsu..."
Xu Yin membaca dengan cepat, tetapi tidak terburu-buru. Otaknya yang pernah menyimpan ribuan teori kuantum hanya dengan satu tarikan napas, memiliki metode internalisasi yang tidak dimiliki manusia biasa.
Setiap kalimat, setiap kata, masuk ke dalam pikirannya dan diurai seperti benang kusut yang dijalin kembali dalam pola baru. Ia memahami lebih cepat dari yang bisa dibayangkan.
Malam ke dua, ia menutup gulungan terakhir, menatap langit yang mulai berubah warna menjadi oranye di luar jendela, dan berkata pelan.
"Tubuh ini lemah, tapi jalur aliran Qi-nya... unik dan langka. Aku bisa melakukannya sendiri."
1 ton aja 1000 kilo. berton-ton, berapa ton?
Bukannya dia ke dunia itu setelah 2 tahun dari kecelakaan?
Kirain udah 19 tahunan.
Kalo nggak kan ada jeda waktu antara kecelakaan dan Xu Yin terisekai
pedang biasa bisa apa nggak? tergantung ilmu seseorang atau tergantung pedangnya?
mungkin padanan sapu terbang penyihir atau karpet terbang aladin. cerita2 benda terbang yg jadi kendaraan yang lebih kuno.