Mencintai pria dewasa yang umurnya jauh lebih matang sama sekali tidak terbesit pada diri Rania. Apalagi memikirkannya, semua tidak ada dalam daftar list kriterianya. Namun, semua berubah haluan saat pertemuan demi pertemuan yang cukup menyebalkan menjadikannya candu dan saling mengharapkan.
Rania Isyana mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang sedang menjalani jenjang profesi, terjebak cinta yang rumit dengan dokter pembimbingnya. Rayyan Akfarazel Wirawan.
Perjalanan mereka dimulai dari insiden yang tidak sengaja menimpa mobil mereka berdua, dan berujung tinggal bersama. Hingga suatu hari sebuah kejadian melampaui batas keduanya. Membuat keduanya tersesat, akankah mereka menemukan jalan cintanya untuk pulang? Atau memilih pergi mengakhiri kenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 35
Matahari pagi mengintip di sela korden menyapa wajah tampan pria yang kini masih terlelap damai. Pria itu memicing, menemukan kesadarannya sepenuh terjaga setelah semalam entah tidur jam berapa. Karena tidak bisa memejamkan mata barang sejenak pun, Rayyan semalam memilih menepi pergi, lebih tepatnya berkunjung ke rumah Raka, menenangkan pikiran yang terlampaui mumet. Ia pulang cukup larut.
"Udah pagi?" gumamnya bertanya pada diri sendiri. Ia pun mulai tersadar sempurna dan langsung bangkit dari pembaringan.
"Rania, kenapa kamu tidak membangunkan aku, apa dia masih marah?" Rayyan menuruni ranjang, berjalan cepat menuju kamar sebelah.
Jam segini rasanya mustahil gadis itu masih ada di rumah, tapi apa salahnya ia mencoba melihat, siapa tahu Rania juga kesiangan karena semalam tidak bisa tidur. Rayyan mengetuk pintu sebentar, lalu menekan handle pintu. Kamar terlihat sepi, Rania pasti sudah berangkat dan ia bersyukur Rania tidak kesiangan. Namun, setelah matanya menyisir kamar, tidak menemukan barang-barang gadis itu di meja belajar. Pria itu pun mulai curiga, bergerak mendekati lemari dan langsung membukanya. Benar saja apa yang menjadi firasatnya, lemari itu kosong, Rania meninggalkan rumah tanpa pamit, jelas pria itu murka.
"Rania!" geram pria itu menahan kesal.
Berkali-kali pria itu menghubungi nomor ponselnya, namun tak sekalipun mendapat jawaban. Berpuluh pesan spam Rayyan kirim sebagai bentuk protes, tak sekalipun dibalas, dan yang paling membuat Rayyan murka, Rania memblokir nomornya.
"Kamu benar-benar nantangin aku? Oke fine!" gumam pria itu teramat kesal.
Pria itu bergegas ke kamarnya, membersihkan diri. Siap-siap dan langsung menuju rumah sakit walau sedikit terlambat. Untung saja pria itu tidak ada jadwal operasi siang ini.
Sementara Rania, semalam ia kembali ke kostnya yang cukup nyaman untuk ditempati. Gadis itu merasa lega karena sudah tidak seatap dengan pria itu lagi, tetapi jujur ia juga merasa takut dengan sisa tugas dan pekerjaannya yang menanti.
Ingin rasanya hari ini gadis itu tidak masuk saja, tetapi ia tidak mempunyai alasan yang logis, terlebih kalau memang sedang tidak enak badan harus ada surat izin keterangan sakit. Sungguh repot dan ribet sekali menyikapi hati ini.
Seperti biasa, pagi ini Rania berangkat pagi mengerjakan tugas pagi follow up pasien, menyerahkan laporan, dan mengisi absensi. Ia hanya berdoa semoga tidak pernah ketemu dengan anak pemilik rumah sakit itu lagi, walaupun sepertinya itu mustahil. Namun, selama tidak ada pekerjaan yang menghubungkan keduanya bukankah itu sangat mungkin pada rumah sakit segede ini.
Sungguh dalam hati Rania sebenarnya gelisah, dan sedikit takut. Lebih takutnya Rayyan berbuat nekat menemuinya atau melakukan tindakan di luar dugaannya. Syukurlah, hari ini ia merasa selamat, karena hingga sore hari menjelang ia pulang, Rania tidak berjumpa dengan pria itu.
"Je, lo mau langsung pulang atau ke mana dulu?" tanya Rania pada sahabatnya.
"Pulang lah, emang napa?" Jeje balik bertanya.
"Gue main ke rumah lo ya, nginep," ujarnya mengerling.
"Beneran? Asyik ... ajak Asa gih, Tama, sama Kenzo sekalian, kita barberquean yok."
"Wah seru tuh, mereka ada yang jaga malam nggak?"
"Nggak kayaknya, kelompok sebelah. Eh, ngomong-ngomong tugas gimana?"
"Ya tetep jalan, spil nanti malam, sambil refreshing dulu biar tetep waras. Kita udah lama banget kan nggak kaya gini, mana sempat coba."
"Woke deh ... gass!"
Kesempatan Rania yang sebenarnya memang tidak ingin di kost, ataupun di mana aja yang mudah dicari Rayyan. Pria itu termasuk jenis pria yang tidak terduga, jadi Rania sebenarnya harap-harap cemas dan diliputi gelisah dalam hatinya. Ia butuh teman hanya sekedar untuk meliput hati yang sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.
Mereka berdua berencana pulang ke kostnya Rania dulu. Sekalian membawa ganti untuk besok hari, dan perlengkapan yang ingin dibawa.
"Ra, wish ... keren, habis kencan ya semalem?" celetuk Jeje sembari lancang menyingkap rambutnya yang tergerai. Rania pun menepis, dan langsung merapikan kembali rambutnya yang sedikit berantakan. Sebenarnya Rania suka mengkuncir atau menggulung jadi satu ketimbang menggerai mahkotanya yang sudah sebawah bahu. Namun, karena banyaknya tanda merah yang Dokter Rayyan sematkan, membuat perempuan itu harus pandai menutupinya dengan pas.
"Nggak kok, apaan sih," jawab Rania salah tingkah.
"Widih ... lo mau nutupin kaya gimana juga kelihatan kali, udah nggak usah ditutupin," selorohnya mengerling.
"Sshhtt ....!" Rania membekap mulut sahabatnya yang sedari tadi nerocos dan kepo. Gadis itu saat ini tengah berjalan di Koridor rumah sakit, tentu banyak orang berlalu lalang di sana.
"Apa sih!" tampik Jeje mencebik sembari menggoda.
"Kalian ngapain?" tanya Dokter Raka yang memergoki keduanya tengah gojek sambil berjalan. Raka dan Rayyan tengah berjalan melewati koridor yang sama.
"Dok?" Jeje mengangguk sopan.
Kedua netra itu bertemu, Rania yang sebenarnya gugup dan tak nyaman mencoba biasa saja. Terlihat Rayyan juga tidak bersikap yang dapat menimbulkan penasaran orang lain. Pria itu malah terkesan cuek dan tidak peduli. Lebih terlihat dingin dan cuek. Gadis itu pun baru menyadari tak ada sedikitpun keramahan di wajahnya.
"Ada-ada saja dedek koas," gumam Raka menggeleng pelan sembari melanjutkan perjalanannya.
"Ya ampun ... Dokter Ray tuh lempeng amad, bikin mupeng aja, mana cakep banget lagi, duh ... coolnya itu loh, bikin gumush," ucap Jeje sembari menatap takjub punggung mereka yang berjalan menjauh.
kukira aku yg mau Sunnah Rasul eh malah di tikung sama pasangan R&R
taunya cuma ngejaga hati perempuan lain, hati pasangan kagak di jaga giliran pasangannya selingkuh nnt bilangnya km tukang selingkuh lah Gk pengertian lah ini lah itulah😮💨 km pikir di hati terbuat dr tahu apa😤😤😤
sukses selalu thor