NovelToon NovelToon
Pusaka Penebar Petaka

Pusaka Penebar Petaka

Status: tamat
Genre:Petualangan / Fantasi Timur / Budidaya dan Peningkatan / Kutukan / Ahli Bela Diri Kuno / Pusaka Ajaib / Tamat
Popularitas:1.1M
Nilai: 5
Nama Author: Ebez

Keris Mpu Gandring menghilang usai berhasil menggenapi tujuh korban sesuai kutukan sang pembuat saat Ken Arok membunuhnya.

18 tahun setelah Pusaka Penebar Petaka itu menghilang, seorang pendekar muda yang baru turun gunung menggegerkan dunia persilatan dengan memegang Pusaka Penebar Petaka itu di tangan nya.

Siapakah dia? Apa hubungannya dengan bayangan hitam yang mencabut keris pusaka itu di tubuh sang korban terakhir saat Seminingrat menghabisi nyawa Apanji Tohjaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tiga Gadis Desa

"Itu tergantung pada Gusti Tumenggung Jaran Gandi, Sur..

Kalau besok pagi berangkat ya kita berangkat. Kalau di tunda kita juga tidak bisa berbuat apa-apa walaupun sebenarnya aku lebih suka jika kita segera berangkat menuju ke Kadipaten Kurawan", Arya Pethak tersenyum tipis kearah Klungsur yang sedang duduk bersama nya.

"Memang luka dalam Ndoro Pethak sudah sembuh?", tanya Klungsur kemudian.

"Ya belum Sur, Racun Ular Kuning itu sangat mematikan.

Kalau saja tidak ada pusaka dalam tubuh ku, mungkin aku sudah mati waktu terkena racun itu", ujar Arya Pethak sembari mengelus dagunya.

"Pusaka?

Pusaka apa Ndoro? Kog Klungsur tidak pernah lihat", Klungsur menatap wajah tampan Arya Pethak seakan mencari jawaban.

"Ah, kau tak perlu tahu.

Aku jarang mengeluarkannya Sur. Seingat ku baru sekali aku memakainya. Ayah ku berpesan agar pusaka itu tidak di keluarkan kecuali jika aku dalam keadaan terdesak", jawab Arya Pethak sambil menatap ke langit malam yang gelap. Puluhan ribu bintang bersinar terang disana. Dia teringat pada keluarga nya di Bukit Kahayunan.

"Oh begitu ya Ndoro.

Ini sudah larut Ndoro. Ayo kita tidur", ucap Klungsur yang segera beranjak dari tempat duduknya. Arya Pethak pun segera menuju bilik tidur nya.

Sesampainya di bilik, Arya Pethak segera duduk bersila di atas ranjang tidur nya. Setelah menata nafas, kedua tangan nya mengambil sikap mudra dan bersemedi untuk memulihkan kekuatan dan tenaga dalam nya. Sekejap kemudian Arya Pethak sudah tenggelam dalam semedi nya.

Suara kokok ayam jago di kandang Ki Lurah Suro Mukti terdengar lantang menyahut suara ayam jantan lainnya. Mereka bersaing dalam lantangnya suara sebagai penanda bahwa pagi telah tiba di wilayah Desa Wadang.

Arya Pethak terbangun dari semedi nya. Pemuda tampan itu segera turun dari tempat tidur nya dan membuka jendela kamarnya. Udara pagi yang dingin begitu menyegarkan hati dan pikiran nya.

Meski matahari pagi belum terbit di ufuk timur, namun semburat jingga di langit menjadi pertanda bahwa sang penguasa siang akan segera menyinari seluruh dunia.

Usai merapikan tempat tidurnya, Arya Pethak segera keluar dari kamar tidur nya dan berjalan menuju serambi. Klungsur yang masih tidur di dipan kayu, bergelung dengan selimut kain nya yang kumal. Entah sudah berapa lama kain itu tidak di cuci oleh Klungsur.

"Sur, bangun.. Sudah pagi ini", ujar Arya Pethak sembari tersenyum tipis.

"Sebentar lagi Ndoro,

Aku masih ngantuk", jawab Klungsur tanpa membuka mata.

"Ya sudah aku ke kali dulu. Dan jangan menyesal ya melewatkan mandi bersama gadis gadis cantik desa Wadang", Arya Pethak tersenyum geli seraya berjalan menuju ke pintu beranda kediaman Ki Lurah Suro Mukti.

Klungsur yang mendengar kata mandi bersama gadis cantik langsung melek matanya. Lalu melompat dari dipan kayu tempat tidurnya.

"Ndoro Pethak tunggu aku", teriak Klungsur sambil berlari mengejar Arya Pethak.

"Tadi bilang nya masih ngantuk Sur, kog sekarang malah ikut?", seloroh Arya Pethak sambil tersenyum simpul.

"Mandi pagi itu sehat Ndoro, aku suka mandi pagi hari", ujar Klungsur dengan gaya sok nya.

"Elehhh alasan. Bilang saja mau ngintip para gadis cantik Desa Wadang ini mandi Sur Sur..

Aku hapal kelakuan mu hehehe", Arya Pethak terkekeh geli melihat tingkah Klungsur.

Mereka berdua segera melangkah menuju sungai kecil yang membelah Desa Wadang menjadi dua. Begitu sampai tebing sungai kecil berair jernih itu, Klungsur celingukan mencari sesuatu. Mata pria bogel itu menyapu seluruh sisi sungai yang masih tertutup kabut tipis.

Arya Pethak hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan pengikut setia nya itu. Dia menuruni jalan setapak menuju ke sungai kecil berbatu itu. Meninggalkan Klungsur yang terus menajamkan penglihatan mata nya. Saat ketemu apa yang dicari, Klungsur berteriak kegirangan.

"Ndoro Pethak,

Gadis gadis mandi di se...."

Klungsur urung meneruskan omongannya saat menoleh ke samping nya, Arya Pethak sudah tidak ada. Begitu melihat Arya Pethak tengah berjalan menuruni jalan setapak menuju sungai, Klungsur buru-buru mengejar.

"Ndoro Pethak, tunggu Klungsur Ndoro..

Duh main pergi seenaknya saja..

Ndoro Pethak, Klungsur ikut", ujar Klungsur sembari setengah berlari menuruni jalan setapak. Karena kurang hati-hati, Klungsur terpeleset dan meluncur turun ke lumpur di tepi sungai kecil. Dia tengkurap di atas lumpur berwarna kecoklatan.

"Aduuuuhhhh...", rintih Klungsur sambil membersihkan muka dan bajunya yang penuh lumpur.

Arya Pethak terkekeh geli melihat nasib apes Klungsur. Putra angkat Mpu Prawira itu segera mendekati Klungsur yang mukanya berlumuran lumpur sungai.

"Kau kenapa Sur? Main seluncuran lumpur? Hehehehe...", ejek Arya Pethak sambil berjalan ke balik batu besar.

Klungsur langsung cemberut. Niat nya hanya mengintip gadis gadis mandi, justru membuat dia harus mandi pagi itu.

Arya Pethak melepaskan satu persatu baju nya dan mulai membersihkan tubuhnya di air sungai yang mengalir. Pendekar dari Bukit Kahayunan itu bersiul untuk melawan dinginnya air. Dia tak melihat bahwa di balik batu besar tempat nya mandi beberapa gadis desa Wadang tengah mandi dan mencuci pakaian. Karena berisiknya air yang melewati bebatuan hingga membuat suara mereka tersamarkan, apalagi kabut tipis masih menyelimuti sekitar sungai kecil.

"Warni,

Kau dengar suara siulan tidak?", bisik Subadra pada Warni yang asyik mengusap tengkuknya dengan air sungai.

"Tidak Dra... Eehhhh kog iya ya Dra..

Sepertinya dari balik batu besar itu Dra..

Lan Wulan,

Kau dengar tidak ada suara orang bersiul?", tanya Warni pada Wulandari yang sudah selesai mencuci pakaian nya.

"Iya aku dengar Ni.. Sepertinya dari belakang batu itu. Tapi siapa juga yang mandi pagi buta begini selain kita?

Eh ayo kita intip, siapa yang mandi? Aku penasaran nih", ajak Wulandari pada kedua temannya itu.

"Ih gak mau ah.. Kalau ketahuan kan malu", tolak Warni yang pemalu.

"Kau mau ikut tidak Dra? Nanti menyesal loh kalau tidak ikut melihat perjaka tampan", ajak Wulandari yang memang paling genit diantara mereka bertiga. Subadra mengangguk setuju. Mereka berdua segera mengendap-endap di antara bebatuan besar yang ada di sungai kecil itu. Warni yang takut m ditinggal sendirian, langsung mengejar langkah kedua temannya yang lebih dulu berjalan.

Perlahan ketiga gadis desa Wadang itu terus mendekati suara siulan yang makin terdengar jelas. Mata Wulandari langsung melotot lebar seakan mau copot dari tempat nya saat melihat Arya Pethak tengah mengusapkan air sungai di dada nya yang bidang dari celah batu besar. Gadis itu sampai menelan ludahnya.

"Lan, giliran ku", bisik Subadra yang langsung menarik kepala Wulandari dari celah batu. Gadis itu langsung ngiler melihat wajah tampan Arya Pethak.

"Kalian lihat apa sih? Aku juga pengen lihat", Warni menarik tangan Subadra dan mengintip lewat celah celah batu. Saat yang bersamaan, Klungsur yang badannya penuh lumpur hendak membersihkan diri di dekat Arya Pethak mendengar suara Warni. Dia berniat mengintip dari celah batu.

Huuuhwwaaaaaaaa...

Warni terkejut bukan main melihat wajah Klungsur. Karena itu dia terpeleset dan menabrak tubuh kedua temannya. Subadra dan Wulandari langsung lari terbirit-birit usai Warni berteriak keras dan menabrak tubuh mereka. Warni yang ketakutan langsung sekuat tenaga menyusul dua kawannya yang lari lebih dulu.

"Kau kenapa berteriak, bodoh?

Acara kita mengintip perjaka tampan itu jadi kacau gara gara kau", gerutu Wulandari usai mereka sampai di tempat mencuci.

"Perjaka tampan?

Tampan darimana Lan? Wong wajahnya penuh lumpur kali begitu", sergah Warni yang dengkulnya perih karena terantuk batu.

"Kau itu rabun ya Ni? Itu yang kita intip tadi perjaka tampan seperti Dewa Indra dari kahyangan.

Penuh lumpur darimana? Mata mu itu bermasalah. Betul kan Dra?", Wulandari menoleh ke arah Subadra yang langsung mengangguk setuju.

"Betul itu Ni, aku juga melihat pria tampan itu.

Tunggu dulu,

Lan, bukankah dia itu tamu di rumah Ki Lurah Suro Mukti ya? Benar kan omongan ku?", ujar Subadra yang tiba-tiba mengingat pernah melihat Arya Pethak.

"Ah iya Dra.. aku ingat sekarang. Dia tamu agung dari Kadipaten Kurawan itu kan?

Duh dia memang tampan sekali", ujar Wulandari sambil tersenyum genit.

"Hah? Pria bertubuh bogel begitu kalian bilang tampan?

Selera kalian payah sekali", ejek Warni sambil menata baju baju basah nya yang sudah selesai dia cuci.

"Bogel?

Kau ini benar-benar rabun ya Ni. Pria segagah itu kau bilang bogel? Lha wong Lembu Seta anaknya Ki Lurah Suro Mukti saja masih kalah gagah dengan perjaka tampan itu.

Kau ini bagaimana sih Ni?", Subadra geleng geleng kepala mendengar ucapan Warni.

"Loh benar. Tadi yang aku lihat dari celah itu pria bogel berbaju hitam. Wajah nya penuh lumpur kali", Warni tetap teguh pada pendiriannya.

"HAAAAAHHH...!!!

Hei Ni, yang aku dan Subadra lihat tadi pria gagah berbaju putih yang ada di rumah Ki Lurah Suro Mukti", ujar Wulandari sambil berdiri dari tempat duduknya sembari menggendong bakul bambu yang berisi pakaian basah.

"Ah embuh lah, aku bingung dengan kalian", Warni segera berjalan mengikuti langkah Wulandari yang sudah berjalan lebih dulu.

Tiga gadis desa itu lalu berjalan menuju jalan setapak menuju ke pemukiman penduduk. Saat hendak jalan mulai naik, Arya Pethak dan Klungsur yang sudah selesai mandi berpapasan dengan mereka.

"Selamat pagi nisanak..

Permisi saya duluan", ujar Arya Pethak dengan sopan.

Ketiga gadis desa Wadang itu salah tingkah menyambut ucapan Arya Pethak.

"Monggo Denmas", ucap ketiga gadis desa konyol itu bersamaan. Mereka bertiga terus menatap punggung Arya Pethak hingga menghilang di atas tebing sungai.

"Ahhh tampan sekali.. Aku mau jadi istri nya", ujar Wulandari sambil tersenyum mirip orang gila.

"Jangankan istri Lan, kalau dia mau mengambil ku sebagai selir aku tetap bersedia", ucap Subadra yang langsung di sergah si Warni.

"Kalian ini benar-benar payah. Contoh aku ini tidak mau menjadi istri atau selir nya.

Kalau pemuda tampan itu mau, aku bersedia kog untuk menjadi teman tidur nya setiap dia butuh", Warni tersenyum centil.

"Huuuuuuuuuuu", ejek Wulandari dan Subadra bersamaan. Tiga gadis konyol itu segera melangkah menuju atas tebing, mengejar Arya Pethak.

**

Di markas Kelompok Kelabang Ireng, di barat kota Kadipaten Kurawan.

Ronggo Geni menggeram marah. Berita kematian Mahesa Paku dan Walang Sangit menyebar cepat di kalangan masyarakat Kadipaten Kurawan. Membuat dia banyak mendapat cemoohan dari para pemimpin cabang markas Kelompok Kelabang Ireng yang lain.

"Kurang ajar!

Tak bisa diampuni orang itu. Akan ku cari orang itu dan ku cabik cabik badan nya.

Sembada,

Kau hubungi ketua Padepokan Alas Peteng dan Perguruan Pedang Setan. Hari ini mereka harus sampai disini karena besok aku akan memburu pembunuh para sesepuh Kelompok Kelabang Ireng", perintah Ronggo Geni pada Sembada muridnya.

"Baik Guru, aku mohon pamit", jawab Sembada sambil menghormat pada Ronggo Geni. Pria bertubuh kekar itu segera meninggalkan tempat itu menuju ke Padepokan Alas Peteng di lereng Gunung Lawu dan Perguruan Pedang Setan di wilayah Pakuwon Bantaran.

Menjelang sore hari, Sembada kembali dengan membawa Ketua Perguruan Pedang Setan, Soca Birawa dan Sesepuh Padepokan Alas Peteng, Srengganapati.

Mereka bertiga langsung menemui Ronggo Geni di rumah kediaman Ronggo Geni yang ada di tengah markas Kelompok Kelabang Ireng. Ronggo Geni menerima kehadiran mereka di serambi kediaman nya.

"Salam hormat Sesepuh,

Ada perlu apa memanggil kemari?", tanya Soca Birawa dengan penuh hormat. Soca Birawa adalah salah satu dari bekas anak buah Ronggo Geni. Dia di suruh mendirikan sebuah perguruan dengan pendanaan dari Kelompok Kelabang Ireng untuk menjadi wadah bagi anggota Kelompok Kelabang Ireng yang bisa memiliki nama luas di dunia persilatan. Meski Perguruan Pedang Setan masuk aliran hitam, namun setidaknya mereka tidak memiliki banyak musuh seperti Kelompok Kelabang Ireng yang di musuhi oleh pemerintah Singhasari.

"Aku butuh bantuan kalian. Tiga sesepuh Kelompok Kelabang Ireng di markas ini tewas.

Mereka dibunuh oleh para prajurit Kurawan", jawab Ronggo Geni sembari mengelus jenggotnya yang mulai memutih.

Soca Birawa dan Srengganapati saling berpandangan. Kebo Gunung, Walang Sangit dan Mahesa Paku adalah orang orang berilmu tinggi. Tidak mudah untuk mengalahkan mereka apalagi sampai membunuhnya.

"Sesepuh,

Kadipaten Kurawan hanya Senopati Dandang Mangore saja yang memiliki ilmu kedigdayaan tinggi. Apa dia pelaku nya?", tanya Srengganapati sang Sesepuh dari Padepokan Alas Peteng.

"Bukan Srengganapati, bukan dia.

Pasukan Kurawan yang membunuh Kebo Gunung, Walang Sangit dan Mahesa Paku hanya dipimpin oleh Tumenggung Jaran Gandi. Dia tidak akan mampu mengalahkan mereka bertiga.

Ada seorang pendekar muda yang turut serta di rombongan prajurit itu. Dan dia yang sanggup menghabisi nyawa mereka bertiga. Itu berarti dia setara dengan Dandang Mangore", ujar Ronggo Geni segera. Kakek tua berambut merah itu mengepal erat.

"Kalau begitu, kita tidak bisa menganggap remeh pemuda itu, Sesepuh.

Aku dan Kakang Srengganapati akan mengerahkan anak murid perguruan kami untuk membunuh nya. Sekuat apapun seorang pendekar pasti juga punya batas tenaga", ucap Soca Birawa yang mendapat anggukan kepala dari Srengganapati.

"Bagus,

Ternyata kalian paham dengan apa yang harus dilakukan. Berhati-hatilah dalam bertindak. Jangan gegabah", petuah Ronggo Geni yang membuat kedua orang pendekar golongan hitam itu segera mengangguk mengerti.

"Kami mengerti Sesepuh", Soca Birawa dan Srengganapati menjawab bersamaan.

Usai berkata demikian, Soca Birawa dan Srengganapati segera menghormat pada Ronggo Geni lalu mundur dari tempat itu.

Ronggo Geni menatap kepergian dua orang bekas anak buah nya itu dengan penuh keyakinan.

**

Arya Pethak dan kawan-kawan nya sudah melompat ke atas kuda mereka masing-masing usai Tumenggung Jaran Gandi berpamitan kepada Ki Lurah Suro Mukti. Sedangkan Mpu Sasi memilih berpisah jalan. Dia bermaksud untuk mencari keberadaan Iblis Golok Pucat.

Mereka segera menggebrak kuda mereka dengan cepat meninggalkan Desa Wadang menuju ke arah Kota Kadipaten Kurawan.

Rombongan berkuda itu dengan cepat melintasi wilayah Pakuwon Binangun. Selepas mentari mulai memerah di langit barat, mereka telah sampai di Kota Kadipaten Kurawan.

Mereka bergegas menggebrak kudanya menuju ke arah istana Kadipaten Kurawan. Di depan gerbang istana Kadipaten Kurawan, mereka berbelok ke kiri menuju ke arah kediaman Tumenggung Jaran Gandi.

Dua prajurit penjaga Katumenggungan langsung menghormat pada Tumenggung Jaran Gandi dan memberi jalan kepada punggawa istana kadipaten Kurawan itu.

Seorang perempuan muda cantik langsung berlari menuju ke arah serambi Katumenggungan begitu melihat kedatangan Tumenggung Jaran Gandi.

"Selamat datang kembali di rumah, Romo"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Ikuti terus kisah selanjutnya 😁

Ayo yang suka dengan cerita ini segera berikan like 👍, vote ☝️, favorit 💙 dan komentar 🗣️ nya yah 😁

Selamat membaca 🙏😁😁🙏

1
Nggenk Topan
josssss thor
Nggenk Topan
mpu Wikarto bercanda hidup lagi deh 🤣🤣
Nggenk Topan
lepaskan lebah arya pethak
Nggenk Topan
wide... boooo abohhhh tak pes kempes 😀
Nggenk Topan
wah gatottttt raden margawati kaciaaannn deh
Nggenk Topan
lucu lucu saat lebah" mengejar resi Sunyaluri akibat keusilan resi bagaspati 😂😂
Nggenk Topan
Luar biasa
Faiza Alya
kalau bisa jangan pake bahasa Sunda yang belepotan
Nunung Setiawan
Luar biasa
atin budiatin
karya yg bagus
Mas Dedi
Luar biasa
Mas Dedi
Pandaan itu rumahku hehehe
Bejo Sugio
mantap..lanjut kang..
budi prasetya
Luar biasa
Suryono Pendopo
perasaan awal awal ajian brajamusti
Syakira Irawan
thor, mana jimat kebalnya, kan sayang klo gak dipake tul gak
Mely Kanzafaiz
mantap 👍👍
Mely Kanzafaiz
😂😂
Mely Kanzafaiz
like 👍
Agus Rahmat
dipodaransia ku aing goblog! "Tah kitu.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!